Share

Bag 3

Feli berjalan gontai menyusuri taman kampus. Setelah dua hari tidak masuk kuliah karena gadis ini tak enak badan, lebih tepatnya terlalu shock oleh misi yang Daddy-nya berikan, kini Feli sudah merasa lebih baik walaupun hatinya tak baik sama sekali.

“Kenapa aku harus setuju dengan syarat yang Dad berikan?! Si4l! Menjadi maid? Ini benar-benar di luar akal sehat! Apakah Daddy sedang kerasukan arwah jahat, sampai meminta anaknya yang cantik ini menjadi maid?!” gerutu Feli. “Kulitku yang halus dan lembut ini pasti akan berubah sekasar kerikil!” Feli terus saja menggerutu di sela langkah kakinya menuju kelasnya yang tiga puluh menit lagi akan dimulai. “Percuma aku bersekolah tinggi-tinggi kalau hanya jadi seorang maid. Demi Tuhan! MAID?! Argh! Kalau tidak ingin menandingi Selena b1tch tanpa Gomes itu, aku tidak akan sudi menjalani misi ini!”

Dude, kau seperti Superman yang tidak makan seribu tahun.”

Terdengar kalimat mengejek dari seorang pria diiringi tawa beberapa pria lainnya. Hal itu berhasil membuat Feli menghentikan langkah. Tak jauh dari tempatnya berdiri, Feli melihat seorang pemuda berkacamata tebal sedang dikelilingi enam pemuda lain.

“Kau tidak punya kemeja yang lebih besar lagi dari ini? Kemejamu sudah seperti tirai jendela di rumahku, Dude.”

Terdengar lagi tawa menghina yang keluar dari enam pemuda itu.

Feli memutar bola mata malas. Para pemuda itu menurut Feli adalah samp4h di kampus ini, karena selalu menindas orang-orang lemah. Dan Feli, selalu tidak suka melihat hal itu. Gadis ini walaupun sombong, tapi tak pernah menghina orang-orang lemah. Feli lebih suka berhadapan dengan orang yang dia rasa memiliki kekuatan yang sama dengannya. Bukankah itu terdengar adil?

Feli melangkah ke arah para pemuda itu. Lalu setelah sampai, gadis ini menepuk bahu salah satu pemuda yang mengelilingi pemuda berkacamata dengan pakaian kebesaran yang sepertinya sedang dibully habis-habisan.

“Apa-apaan—ah… Felicity! Hei, Cantik! Ada yang bisa aku bantu?” antusias sang pemuda saat membalikkan tubuh karena merasakan tepukan di belakangnya. Ternyata, pelakunya adalah salah satu gadis popular di kampus ini. Lima orang pemuda lainnya langsung terbengong karena terlalu terpesona melihat wajah Feli dari dekat.

Selama ini, mereka semua hanya mampu melihat Feli dari jauh, karena Feli tidak terlalu suka berdekatan dengan orang-orang yang tidak dia kenal dengan baik. Jadi saat Feli kali ini menghampiri mereka, mereka seakan mendapat bonus dari Tuhan.

Feli bersedekap, lalu melirik sekilas pemuda berkacamata yang saat ini juga menatapnya. Pandangan Feli kembali beralih ke arah pemuda di depannya. “Ya, aku sangat butuh bantuanmu, Willie.” Feli tersenyum manis.

“Apa, Sayang?” tanya Willie semakin antusias. Kapan lagi gadis popular yang terkenal tak suka didekati pria ini butuh bantuannya. Willie harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya.

Senyum Feli hilang tak berbekas. Tergantikan dengan tatapan dingin meremehkan. “Berhentilah tertawa! Kau tahu, suara tawamu hampir saja merusak telingaku.” Feli menunjuk telinganya dengan sebelah tangan. Matanya menatap tajam pemuda bernama Willie itu.

Kelima teman Willie melebarkan mulut mereka tak percaya. Sementara Willie tersedak salivanya sendiri.

Sorry, Baby, a-apa maksudmu?”

“Apa kau tidak malu main keroyokan seperti itu?” tanya Feli sambil melirik pria berkacamata yang berada di belakang Willie.

“Aku—”

“Memalukan sekali! Apa kau tidak punya keberanian melawan ‘superman yang kau bilang tidak makan seribu tahun’ itu? Hahaha… Kasian sekali kau, Willie! Tapi aku tidak heran. Tubuhmu terlihat kecil seperti cacing kelaparan, maka dari itu kau bisanya hanya main keroyokan,” seru Feli sambil menatap Willie merendahkan.

Tubuh Willie menegang. Kedua tangannya mengepal kuat. “Hei! Dasar jal4ng! Jangan ikut campur!”

“Apa kau bilang?! Aku jal4ng?! Kalau aku jal4ng, lalu kau itu apa?! Pria pengecut! Aku sangsi kalau ‘senjata’mu itu bisa berdiri!” ejek Feli sambil menatap area bawah perut Willie, yang semakin memancing amarah pemuda itu.

Willie mengangkat tangannya hendak meninju Feli. Namun tiba-tiba tubuhnya terjatuh mengenaskan karena tinjuan seseorang.

Feli mengalihkan pandangan ke arah seseorang yang sudah berdiri di sampingnya.

“Jangan coba-coba menyentuh Nona-ku, Ber3ngsek!” ucap datar seseorang itu.

“Kau… kenapa kau keluar dari persembunyianmu, Eric?!” seru Feli tak suka.

“Maaf, Nona, sudah menjadi tugas saya melindungi Anda dengan nyawa saya.”

“Tapi aku tidak apa-apa!”

“Pria itu hampir meninju Anda, apakah itu bisa dikatakan ‘tidak apa-apa’?” tanya pria tampan bernama Eric yang saat ini menggunakan pakaian formal berwarna hitam. Tak lupa kacamata hitam bertengger indah menutupi matanya. Ekspresi wajahnya datar terkesan dingin.

Feli mendengus kesal. Ia tak dapat membalikkan kata. Ucapan bodyguard setia sang daddy benar adanya.

Sial!

Sebenarnya Feli sangat tidak suka jika pergerakannya selalu diawasi sang daddy melalui bodyguard yang diperintahkan menjaganya dari jauh sejak Feli berusia tiga belas tahun.

Demi Tuhan, gadis ini merasa seperti bayi yang diawasi babby sitter. Namun Feli tidak dapat berbuat apa-apa, karena dia tahu semua ini demi kebaikannya sendiri. Saingan bisnis sang daddy menyebar di negara ini, dan tak jarang ada saja yang bermain jalur kotor dengan cara mencelakakan anggota keluarga saingan bisnisnya.

Pandangan Feli kembali beralih ke arah Willie. “Sakit, tidak? Aku sebenarnya tidak suka jika bodyguard Daddy-ku ikut campur. Tapi sepertinya kau pantas mendapatkannya karena luka yang didapat Andrew.” Feli menunjuk pria berkacamata yang tadi dibully Willie dan kawan-kawan pria itu.

Memang ada luka di sudut bibir pemuda bernama Andrew itu. Belum lagi rambut klimisnya yang biasa tertata rapi, terlihat sangat berantakan. Sepertinya Willie sudah melakukan kekerasan fisik pada pemuda malang itu.

Willie hanya mampu meringis nyeri sambil menatap kesal ke arah Feli. Sementara kelima pria yang lain langsung pergi ketakutan meninggalkan tempat itu. Siapa yang berani melawan anak dari Leonel Addison. Belum lagi bodyguard wanita itu yang memiliki tubuh atletis. Tidak sebanding dengan tubuh mereka semua.

“Lihatlah, para sahabatmu bahkan lebih pengecut daripada dirimu, Willie. Sebaiknya kau pergi, dan berhentilah bersikap sok jagoan di kampus ini.”

Willie terdiam sesaat, lalu segera bangkit dan langsung melangkah pergi meninggalkan Feli. Tentu saja masih dengan wajah kesal.

Sial4n! Berharap dekat dengan Feli, pria itu justru mendapat tinjuan maut.

Setelah kepergian Willie, Feli beralih ke arah Eric. “Pergilah. Aku ingin masuk kelas.”

Eric terdiam sesaat. Menatap Feli dengan tatapan yang sulit diartikan, lalu mengangguk kaku setelahnya. Pria berusia tiga puluh tiga tahun itu kembali bersembunyi untuk mengawasi Feli dari jauh.

“Fe-Feli…”

Feli berbalik. Tatapannya bertemu dengan tatapan pria bermata biru di balik kacamata pria itu.

“Te-terima kasih telah… telah menolongku,” ucap pria itu gugup.

Feli tertawa kecil, lalu menepuk bahu Andrew. Hal itu membuat Andrew semakin gugup. Apalagi aroma parfum dan shampoo feminin Feli, menggoda indera penciumannya.

“Kau, sebaiknya kau belajarlah seni bela diri, Andrew. Dan ubahlah penampilanmu, agar kau tidak lagi diremehkan oleh orang lain. Ayo masuk. Sebentar lagi kelas kita akan dimulai.” Feli berjalan lebih dulu tanpa menanti jawaban Andrew.

Andrew tak langsung melangkah. Ia menatap punggung Feli yang menjauh dari pandangan dengan tatapan memuja yang tidak ditutupi. Gadis itu adalah gadis satu kelas dengannya sejak mereka duduk di bangku senior high school, dan mereka kembali dipertemukan di kampus dengan jurusan yang sama dan beberapa kali berada di kelas yang sama. Mereka memang tidak pernah terlibat percakapan selama ini. Namun Andrew diam-diam sudah menaruh hati pada gadis itu, gadis yang terkenal sering adu mulut dengan Selena.

Dan pembelaan Feli tadi, membuat perasaan Andrew pada gadis itu semakin bertambah.

“Kalau aku mengubah penampilan, akankah kau melihat ke arahku, Felicity Addison?” monolog Andrew.

***

"Feli, kau ke mana saja? Aku terus menghubungimu, tapi kau seperti hilang ditelan bumi," ucap Sally saat ia bertemu Feli di parkiran kampus mereka.

Feli melihat sang sahabat memperhatikannya. Pasti Sally melihat kantung matanya yang mengerikan. Sudah tiga hari mereka tak bertemu. Kemarin, saat Feli ke kampus, gadis ini tak menemukan keberadaan Sally. Mungkin karena kemarin suasana hatinya masih tak baik-baik saja, jadi Feli memang sengaja tidak mencari Sally.

"Aku sedang stress memikirkan sesuatu," ucap Feli lesu.

Sally menatap ekspresi lelah sahabatnya itu dan mencoba mengorek informasi lebih dalam. Biasanya Feli selalu ceria dan blak-blakan dalam berbicara. Namun, kali ini ia terlihat sedang memikul beban berat.

"Kita harus bicara empat mata, Feli," seru Sally.

Feli hanya mampu mengikuti langkah sahabatnya itu saat Sally menarik lengannya menuju tempat rahasia mereka berdua, yaitu di atap gedung kampus yang hanya beberapa orang saja yang bisa menaikinya sampai benar-benar ke atap.

Mereka berdua memilih untuk bolos di mata kuliah pertama. Karena bercerita satu sama lain adalah hal yang jauh lebih penting ketimbang menumpuk beban sendirian lagi.

"Katakan padaku, apa yang terjadi padamu?" tanya Sally langsung. Matanya terlihat menyelidiki Feli.

Feli menghela napas panjang. Ia merasakan rambut panjangnya yang tergerai melambai-lambai akibat tiupan angin. Tak ada bedanya dengan rambut Sally.

Feli menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. "Demi mendapatkan private jet limited edition, aku menerima tantangan yang diberikan oleh Daddy ku untuk menjadi seorang maid," cerita Feli. "Benar-benar tidak masuk akal," gumam Feli.

Semakin dipikirkan, Feli jadi merasa jika sang daddy memang sedang kerasukan arwah jahat.

"WHAT!! MAID? SERIOUSLY?" pekik Sally dan Feli mengangguk malas.

"Kenapa kita senasib? WHAT THE FVCK!" Sally menjambak rambutnya sendiri frustasi. Gadis ini berjalan mondar mandir di depan Feli, membuat Feli tak mengerti dengan reaksi sahabatnya ini.

"Apa maksudmu?"

Sally berhenti berjalan mondar mandir, lalu duduk di samping Feli. "Daddy ku juga memberiku misi sial4n itu untuk aku lewati. Jika aku menginginkan sebuah pulau beserta fasilitasnya, aku harus menjadi maid di tempat yang tidak aku ketahui nantinya," cerita Sally pada Feli.

Feli melotot. "H3ll! Apa mereka semua bersekutu untuk mengerjai kita berdua?!" tuding Feli tak suka.

Atau, Daddy dari sahabatnya ini juga kerasukan arwah jahat?

Sally mengedikkan bahunya. "Uang jajanku pun mulai minggu ini sudah dikurangi dan kartu kredit limited edition ku juga ditarik," keluh Sally.

"Hah? Kau serius tentang ini?" kaget Feli. Gadis ini tidak percaya jika Daddy Sally akan melakukan hal sejauh itu pada anak semata wayang kesayangannya. Untung saja Daddynya tidak melakukan hal yang sama.

Poor Sally…

Sally mengangguk lesu. "Daddy ku menjadi kejam sekali padaku. Setiap hari aku diminta untuk mengawasi kinerja semua maid di rumahku. Kau tahu, aku bahkan disuruh mempelajarinya. M3njijikan sekali, bukan?" ucap Sally frustasi.

Feli menepuk pundak Sally. "Demi meraih apa yang kita inginkan, aku yakin, kita bisa melewati semuanya," kata Feli menyemangati Sally dan dirinya sendiri.

"Ya. Aku tidak ingin dipecundangi oleh kedua jal4ng sialan itu. Bisa-bisanya mereka berdua mengklaim sudah menggeser posisi kita berdua," kata Sally geram.

Feli mengangguk antusias. "Tidak ada yang bisa menggeser Twins Queen di kampus ini!"

Sally dan Feli berhighfive ria.

"Malam ini aku akan mentraktirmu untuk minum sepuasnya. Sudah lama kita tidak bersenang-senang," ucap Feli girang. Feli benar-benar merasa prihatin pada Sally.

"Kau memang sahabat terbaikku, Feli. I love you so much," kata Sally dan mereka berdua terkekeh.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dewi Balfas
sebelum ketemu sma mas jamur dan belut listrik ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status