Accueil / Horor / Customer Service / Bunuh diri atau dibunuh?

Share

Bunuh diri atau dibunuh?

Auteur: Gafiqih
last update Dernière mise à jour: 2021-05-13 04:16:22

“Hei penakut, bangun!”

Stella merasa ada yang menampar-nampar pipinya dengan pelan, tapi berulang-ulang kali. Ia pun memaksakan diri membuka matanya dan cahaya matahari dari jendela menyorot tepat ke wajah Stella sampai ia tak sanggup membuka matanya.

Saat Stella berhasil membuka matanya Ellie pun langsung bertanya “kamu kalau tidur segaduh itu, Stell?”

“Gaduh?” tanya Stella bingung dan mengubah posisinya menjadi duduk di kasur.

“Iya gaduh, teriak-teriak sendiri saat tidur!” tegas Ellie.

Stella mengangkat kedua pundaknya, dan ia tak membalas perkataan Ellie, lalu ia pun teringat dengan kepala Ellie yang copot dan menggelinding tadi malam.

Stella menghela nafas dan kemudian bersandar di kasurnya. “Syukurlah ternyata itu hanya mimpi...” ucap Stella lirih.

“Apa? Kamu bilang apa barusan?” tanya Ellie yang tak mendengar jelas ucapan Stella.

“Bukan apa-apa, lupakan saja!” Stella pun mengikat rambutnya sambil menoleh ke kanan, dan ia melihat buku yang ia baca semalam masih sama posisinya. Stella masih bingung dan membuat ia berpikir kembali tentang kejadian semalam, apakah itu mimpi atau benar-benar terjadi.

Jentikan jari Ellie pun menyadarkan Stella dari lamunannya, dengan mengerutkan dahi, Ellie bertanya, “Kamu mimpi jorok ya?”

Stella mendorong Ellie dengan wajah masam dan ia pun membantah, “Jangan ngomong sembarangan, El!”

“Ya... habisnya kamu baru bangun tidur langsung melamun,” ledek Ellie sambil tersenyum.

Stella bangkit dari tempat tidurnya dan ia menuju ke dapur, meninggalkan Ellie sendiri. Setibanya di dapur Stella terkejut saat roti tawarnya sudah habis dan stoples selai berbagai rasa semua ada di meja makannya.

“Ellie, kau habiskan semua rotiku!” teriak Stella dari dapurnya.

“Maaf Stell, aku lapar!” sahut Ellie yang ikut teriak dari dalam kamar.

“Dasar wanita idaman pria hidung belang, setidaknya bereskan kembali setelah selesai makan!” Stella menggerutu dalam hati, “kalau saja nyonya Hellen tidak menghantuiku, aku tidak akan sudi mengajaknya menginap di kamarku.”

Suara TV yang sedang menyala menyiarkan berita pagi hari ini, Stella pun berjalan ke arah TV dan berniat mematikannya karena tak ada yang menyaksikannya. Saat Stella mengangkat remote TV, penyiar berita tiba-tiba membacakan berita tentang kematian nyonya Hellen. Sontak Stella terkejut dan ia pun mengurungkan niatnya dan mengeraskan volume suaranya.

“Berita hari ini datang dari wanita tua yang tewas mengenaskan tergantung di kamarnya. Setelah melakukan penyelidikan lebih lanjut, polisi menemukan beberapa hal yang janggal dari kematian nyonya Hellen.”

Penyiar mengatakan hasil penyelidikan dan menemukan beberapa helai rambut yang ada di atas kasur nyonya Hellen. Polisi juga menemukan bekas goresan di jendela kamarnya, seperti ada yang memaksa membuka jendela itu. Polisi masih melanjutkan penyelidikan lebih lanjut dan masih belum bisa menyimpulkan terkait kematian nyonya Hellen, dan untuk sementara kasus ini masih di anggap kasus bunuh diri.

Stella menghela nafasnya dan ia terkejut karena Ellie sudah duduk di sampingnya, kemudian Stella bertanya “sejak kapan kamu di situ, Ell?”

“Baru saja... aku merasa ada yang aneh dengan kematian nyonya Hellen,” cetus Ellie sambil mengusap-usap dagunya.

“Lalu kamu mau apa, setelah merasa aneh dengan kematiannya?” tanya Stella sambil mengangkat kedua alisnya.

“Ya enggak mau apa-apa sih, hanya saja aku merasa ada yang ganjil dengan kematiannya,” jawab Ellie sambil tersenyum.

“Jangan berlagak seperti detektif, El!” bantah Stella.

“Aku tidak berlagak seperti detektif Stell, tapi dari ekspresi wajah mayat nyonya Hellen saja, sudah terlihat kalau ia itu bukan korban bunuh diri!” tegas Ellie.

“Maksudmu?” tanya Stella yang mulai tertarik dengan apa yang di katakan dengan Ellie.

“90% orang meninggal karena bunuh diri dengan menggantung dirinya itu, biasanya posisi kepala mendangak ke atas, dan yang 10% menunduk ke bawah,” jawab Ellie dengan wajah yang serius kali ini.

Stella pun mulai mencerna ucapan Ellie dan menganggap kalau teori Ellie ada benarnya, dan ia pun akhirnya semakin penasaran. Sementara Ellie sibuk dengan ponselnya, seperti sedang mencari sesuatu. “Coba kamu lihat mayatnya nyonya Hellen baik-baik!” tegas Ellie sambil menyodorkan ponselnya.

“Tak ada yang aneh... ini seperti korban bunuh diri pada umumnya, El!” jawab Stella sambil fokus melihat ke ponsel milik Ellie.

“Lihat posisi kepalanya yang menoleh ke kiri, dan juga posisi tangan kirinya yang seperti ingin meraih sesuatu, sedangkan tangan kanan tetap lurus dengan posisi telapak tangan terbuka lebar,” ucap Ellie sambil menunjuk ke gambar itu.

Stella melihat lagi dengan jelas sesuai dengan instruksi Ellie, dan kali ini ia pun mulai merasa ada yang aneh dengan mayat nyonya Hellen yang menggantung. “Seperti dicekik seseorang, El?” ucap Stella setelah beberapa saat memperhatikan foto mayat nyonya Hellen.

“Bingo... itu dia yang aku maksud!” ujar Ellie sambil menepuk pundak Stella.

“Tapi El, kalau di cekik pasti ada bekas cekikkan di lehernya,” ucap Stella.

“Si pelaku tak menggunakan tangannya, ia menggunakan seprai untuk menjeratnya kemudian ia menggantung mayat nyonya Hellen dengan seprai itu,” jawab Ellie dengan gaya seperti detektif kelas kakap.

Setelah mendengar jawaban Ellie barusan, Stella mulai berpikir dan membayangkan kejadian pembunuhan itu di kepalanya. Ia membayangkan nyonya Hellen yang tertidur pulas di kamarnya, tiba-tiba di jerat dengan seprai yang di jadikannya alas tidur. Stella bahkan membayangkan si pelaku masuk dari jendela, dan saat ia menjerat nyonya Hellen, ia mendapatkan perlawanan sampai meninggalkan beberapa helai rambutnya.

Saat Stella sedang melamun membayangkan pembunuhan itu terjadi, Ellie justru sibuk dengan ponselnya. Ia mencari alamat rumah nyonya Hellen melalui GPS dan menampilkan mode gambar satelit, yang di mana ia bisa melihat secara keseluruhan area sekitar rumah nyonya Hellen.

“Terlalu renggang, pantas saja teriakkan wanita tua itu tak terdengar sampai ke rumah tetangga...” ucap Ellie lirih.

“Sudahlah... kenapa kita jadi bahas kematian nyonya Hellen,” balas Stella yang sudah ingin mengakhiri ini semua.

Stella mematikan TV dan ia pun beranjak meninggalkan Ellie yang masih sibuk dengan ponselnya, tapi Ellie masih tertarik dengan kasus kematian nyonya Hellen. Ia sampai mencari-cari komentar anak-anaknya pada saat di wawancara oleh media tentang kematian ibunya.

Satu persatu situs berita yang terkait kasus kematian nyonya Hellen pun sudah di buka, dan ia pun membacanya dengan detail tanpa ada yang terlewat kata demi katanya, tapi ada satu yang membuatnya penasaran.

Si anak bungsu nyonya Hellen selalu tenang dan berkata, “ibu memang sudah tua wajar saja jika ia kesepian, dan kami menyesal telah menelantarkannya.”

Dari sekian banyak media berita online yang Ellie baca, si anak bungsu mengatakan hal yang sama setiap wawancaranya.

“Orang ini mencurigakan, Harris Watson!” gumam Ellie dalam hati sambil melanjutkan pencariannya.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Customer Service   Lama tak jumpa, sahabat

    Tiga hari berlalu, masa-masa membosankan saat berada di rumah sakit akhirnya selesai juga. Stella tersenyum saat meninggalkan rumah sakit, dan ia berkata “semoga aku tak berakhir di sini, lagi.”Saat perjalanan pulang Stella tak banyak berbicara, seperti biasanya. Gibran juga tak membuka pembicaraan seperti biasanya. “Mau sampai kapan berdua tidak saling sapa?” cetus Eva yang berada di kursi belakang.Stella hanya tersenyum dan memalingkan wajah, kemudian ia berkata “aku ingin menemuinya.”“Siapa?” tanya Gibran tanpa melihat ke arah Stella.“Ellie. Aku ingin bertemu dengannya,” jawab Stella dengan raut wajah masam.Gibran melirik Stella dan perlahan ia mulai tersenyum. Eva yang melihat hal itu ikut tersenyum dan ia memeluk Stella dari belakang.Tidak lama kemudian mereka sampai ke apartemen Stella, G

  • Customer Service   Ruang hampa

    “Dimana aku? Kenapa semua hitam, dan aku tidak bisa melihat apa-apa,” ucap Stella panik. Stella berjalan perlahan, langkah kakinya diseret dengan tangan meraba. Stella terus berjalan sampai ia merasa putus asa dan menghentikan langkah kakinya.“Se—seorang… tolong aku, aku takut…” ucap Stella lirih sambil merendahkan badannya dan jongkok perlahan. Tiba-tiba saat ia menundukkan kepala, ada cahaya biru bergerak lambat di atas kepala Stella.Spontan Stella mengangkat kepalanya dan melihat cahaya biru itu, dan ia pun tersenyum. “Cantik sekali,” ucap Stella saat melihat cahaya biru itu yang perlahan berubah bentuk menjadi kupu-kupu hitam dengan corak biru yang bercahaya.Saat sedang asyik menatap kupu-kupu itu, tiba-tiba ada suara bergema yang berkata “jangan menyerah, Stella!”Stella melihat sekeliling dan cahaya dari kupu-kupu itu tak bi

  • Customer Service   Tikam

    “Aku tahu dia ada di dalam kamarku,” ucap Joe yang sudah berada di depan Stella. “Dia? Dia siapa maksudmu?” tanya Stella sambil melangkah mundur perlahan. Senyum Joe tiba-tiba hilang begitu saja, kali ini tatapan mata Joe sangat tajam kepada Stella. Stella merasa ketakutan dan langkah kakinya semakin cepat berjalan mundur. Keringat Stella sudah sebesar biji jagung, menetes dari kening dan terhalang oleh alisnya. Tingkat kesabaran Joe sudah mulai habis dan ia lari menghampiri Stella. Stella yang ketakutan langsung memutar badannya dan berlari menuju tangga, ia hanya mengikuti langkah kaki membawanya tanpa berfikir terlebih dahulu. Sementara itu di lantai dua, Gibran sudah menemukan apa yang ia cari. “Ketemu!” teriak Gibran sambil menunjukkan amplop coklat kepada Eva. Eva terlihat bingung dan bertanya “itu apa, kak?” “Ini adalah….” Ucapan Gibran terpotong oleh teriakan Stella dari bawah, kemudi

  • Customer Service   Senyum Jonathan Liem

    “Dimana kamu, Gibran…” ucap Stella lirih sambil berlarian di lobby. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sosok Gibran yang tiba-tiba menghilang begitu saja. Langkah Stella terhenti dan ia mengeluarkan ponselnya lagi dan menghubungi Gibran.“Ah sial, kali ini malah tidak aktif,” gumam Stella dalam hati.Sedang panik-paniknya, tiba-tiba Eva muncul di hadapan Stella. “Ada apa kak?” tanya Eva dengan tenang.“Dari mana saja kamu?” jawab Stella, “Gi—gibran hilang.”“Kalian bertengkar?” tanya Eva dengan ekspresi bingung. “Ceritanya panjang … yang penting kita harus menemukan dia dulu,” jawab Stella yang kemudian berjalan meninggalkan Eva.Eva mengikuti Stella berjalan di belakang, dan langkah kaki Stella yang cepat membuat Eva bertanya-tanya dalam hati. Sebenarnya apa yang sudah t

  • Customer Service   Air mata Gibran

    “Jadi apa idemu, Stell?” tanya Gibran dengan wajah penasaran.Stella hanya tersenyum ia pun sudah selesai dengan makan siangnya. Ia juga langsung meninggalkan Gibran untuk membayar makanannya dan langsung kembali ke kantor. Gibran berlari menyusul Stella, sesekali Stella menoleh ke belakang dan tersenyum melihat Gibran yang mengejarnya.“Hei Stell, tunggu!” panggil Gibran saat jaraknya sudah dekat dengan Stella. Stella menghentikan langkahnya dan bertanya “ada apa sih?”Sambil terengah-engah Gibran menanyakan lagi apa ide Stella. “Nanti saat di loker room akan aku beritahu ideku!” bentak Stella, kemudian ia kembali berjalan menuju kantornya. Sedankan Eva menghilang sedari tadi, tapi Stella dan tidak ada yang menyadarinya.Saat di dalam lift Gibran hanya terdiam saja, tapi mulutnya sudah gatal ingin bertanya kepada Stella. Mereka pun hanya terdiam sampai

  • Customer Service   Liza Magdalena III

    Sebelum menjalankan mobilnya Gibran melihat kertas yang di berikan oleh wanita itu, dan di kertas itu tertulis alamat Cendrawasih VII no 21. Gibran pun bertanya-tanya alamat siapa ini sebenarnya, apakah alamat Liza Magdalena?Eva melihat tulisan itu dari bangku belakang dan Gibran yang terkejut langsung melipat kertas itu. “Cendrawasih VII no 21, bukannya itu rumahku?” tanya Eva yang tiba-ttiba sudah duduk di kursi depan.“Hah? Ini alamat rumahmu?” tanya Gibran, “tapi kenapa dia memberikan alamat rumahmu kepadaku.”“Mungkin ia menyuruh kakak untuk bertanya langsung kepada papa,” jawab Eva sambil menundukkan kepalanya. Gibran menggelengkan kepalanya dan ia pun menjalankan mobilnya, ia berniat kembali ke kantornya untuk menyampaikan semuanya kepada Stella.Saat perjalanan Eva selalu saja mengatakan kalau ia tak suka dengan Ellie, sampai Gibran bosan mende

  • Customer Service   Liza Magdalena II

    Akhirnya Gibran sampai di kantor polisi tempat Ellie di tahan, karena belum sidang maka Ellie belum di pindahkan ke rutan. Eva juga mengikutinya di belakang Gibran sambil menoleh ke kanan dan ke kiri seperti mencari seseorang.Gibran yang sudah dapat izin untuk menjenguk Ellie pun hanya mempunyai waktu 15 menit saja. Dengan gelisah Gibran menunggu Ellie yang sedang di jemput polisi.“Kak ini kantor papaku,” ucap Eva, “jangan sampai ia tahu dan mencurigai kak Gibran.”Gibran pun menganggukkan kepalanya dan tak lama kemudian polis datang membawa Ellie. “Hai Gibran apa kabar?” teriak Ellie saat melihat Gibran.“Baik, bagaimana kondisimu?” tanya Gibran.“Sangat menyenangkan!” jawab Ellie dengan nada tinggi. Gibran yang mendengar jawaban Ellie hanya bisa tersenyum.“Langsung saja! Ada apa kamu ke si

  • Customer Service   Liza Magdalena

    “Selamat pagi kak Stella,” sapa Eva saat melihat Stella terbangun dari tidurnya. Stella pun tersenyum dan membalas sapaan Eva, “selamat pagi juga.”Stella menyingkap selimut dan ia mengambil ponselnya yang berada tepat di meja samping ranjangnya, kemudian ia mengecek pemberitahuan di ponselnya seperti biasanya, dan kali ini banyak sekali pesan dari Gibran.“Astaga, aku merasa bodoh karena telah menghubungi pria ini tadi malam…” ucap Stella lirih.Eva yang mendengar itu pun tersenyum dan berkata, “Cepat balas pesannya dan segera mandi kak, hari ini kan kakak harus kerja!”Stella yang mendengar itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah jam yang ada di ponselnya. Ia pun menghebuskan nafasnya dan berkata “masih ada waktu untuk memblokir nomor ini.”“Jangan kak! Ingat dia kan ingin membantu kita,” ucap

  • Customer Service   Ikatan baru II

    Gibran tersenyum saat mendengar Stella menyebut nama Maldeva, ia tak menyangka kalau kali ini ia harus terlibat dengan kasus ini.“Kenapa kamu tersenyum?” tanya Stella.“Akhirnya aku dapat kesempatan untuk menyelidiki kasusnya,” jawab Gibran.Pelayan pun datang ke meja mereka dan mengantarkan iced cappuccino milik Stella, Stella pun menanggapi dan tersenyum sambil berterima kasih. Saat pelayan itu pergi Stella pun berkata, “Kali ini aku bukan ingin membahas tentang kasusnya.”Ekspresi bingung pun terlihat di wajah Gibran kemudian Stella menceritakan lagi tentang mimpinya yang baru saja di alaminya, dan Gibran pun terlihat antusias mendengarkan cerita Stella. Eva yang duduk di sebelah Gibran juga ikut fokus memperhatikan mereka berdua.“Jadi intinya kamu ingin membantumu, mencari ibu dari anak itu?” tanya Gibran setelah mendengar cer

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status