Share

Hellen Watson

Nyonya Hellen Watson adalah wanita tua yang tinggal sendiri di rumah yang cukup besar di pinggir kota, dia mempunyai dua anak dan mereka semua sudah berkeluarga. Semenjak kematian suaminya, Gerry Watson, nyonya Hellen gila-gilaan menghabiskan banyak uang untuk membeli hal-hal yang tidak penting di Happyshop.

Hellen Watson juga sering menghubungi customer service, bukan untuk mengeluh barang yang di belinya, melainkan ingin sekedar mengobrol dengan customer service karena ia merasa kesepian.

Modus awalnya pasti selalu meminta rekomendasi barang bagus di Happyshop, kemudian setelah customer service memberi beberapa pilhan barang terlaris, ia mulai menanyakan beberapa pertanyaan sampai akhirnya komunikasi mereka pun berjalan lama.

Sedangkan Stella, belum pernah menjawab panggilan dari nyonya Hellen, tapi ia pernah mendengar bahwa ada wanita tua kesepian yang sering mencurahkan isi hatinya ke customer service. Stella tak begitu menanggapi, dan berharap orang tua itu tidak meneleponnya.

Nyonya Hellen tewas tergantung mengenaskan di kamarnya, tanpa surat wasiat dan tak memberikan tanda pada anak-anaknya. Hal itu tentu membuat kedua anaknya syok, dan menyesal karena menelantarkan ibunya di hari tua. Air mata anak itu pun berjatuhan seiring sesal yang ia dapati, sesal karena uang yang selama ini mereka kirim ternyata tak membantu menghilangkan kekosongan di hati nyonya Hellen.

Dugaan sementara nyonya Hellen tewas bunuh diri dengan cara melilitkan seprei ke lehernya dan menggantungkannya di langit-langit kamarnya. Polisi masih mengautopsi untuk mencari tahu kebenarannya, apakah ia benar bunuh diri atau sengaja ada yang membunuhnya.

Kini arwah penasaran nyonya Hellen menghantui Stella, dan entah apa motifnya sampai beliau menghantui Stella.

Menurut mbak Ria, hantu nyonya Hellen ingin menyampaikan pesan. Stella mulai memikirkan pesan itu, dan ia pun menjadi penasaran. Sekarang sudah pukul 23:00 tapi dua wanita itu masih duduk di depan TV dan sudah menghabiskan 4 botol bir hanya dalam waktu kurang dari 2 jam.

“Aku pulang dulu ya Stell untuk mengambil baju tidur,” ucap Ellie.

“Aku ikut!” tegas Stella yang sudah memegang tangan Ellie.

“Sudahlah... ayo cepat ikut, aku sudah tidak tahan dan ingin segera merebahkan badan ini!” bentak Ellie.

Mereka berdua pun pergi meninggalkan kamar Stella dan masuk ke kamar Ellie yang berada tepat di sebelah kamarnya. Stella menggelengkan kepalanya sesaat ia masuk ke dalam kamarnya.

“Ini lebih mirip lumbung padi, dari pada kamar seorang gadis!” sindir Stella saat melihat appartemen Ellie yang berantakan.

“Tutup mulutmu, atau aku sekap kau di kamar mandi!” bentak Ellie kesal.

Stella pun menarik senyumannya dan tetap berjalan di belakang Ellie. Kaos kaki berserakan di mana-mana, dan sepatu tak berpasangan pun ikut bertaburan di lantai. Jaket dan kardigan juga berserakan di sofa, tak beraturan. Stella mengarahkan matanya ke dinding dan melihat banyak foto-foto Ellie berukuran besar terpajang di dindingnya, Stella pun tertawa dalam hati dan berkata, “Ellie senarsis ini rupanya.”

Ellie mengangkat tumpukan jaket dan kardigan yang berserakan di sofa, setelah ia menguntal jaket-jaketnya, ia langsung menjulurkan lengannya memberi isyarat yang mempersilakan Stella untuk duduk. Stella hanya menatap sofa itu dan kemudian ia menggelengkan kepalanya.

“Kenapa? Kamu takut?” tanya Ellie.

Stella menganggukkan kepalanya setelah Ellie bertanya seperti itu, kemudian Ellie menepak dahinya dan sambil mengeluh, “Astaga... untungnya aku hanya punya satu teman yang menyusahkan, sepertimu!”

“Kamu tampak cantik saat wajahmu terpampang di foto berukuran besar, El…” bisik Stella.

“Jangan mengalihkan pembicaraan!” bentak Ellie.

Stella pun tersenyum dan sekarang ia mengedipkan matanya ke arah Ellie berulang kali. “Berhenti melakukan itu Stell, atau aku colok matamu dengan garpu!”

Stella pun tertawa terbahak-bahak, sedangkan Ellie langsung berjalan meninggalkannya. Ia melangkahkan kakinya menuju kamarnya, dan Stella mengikutinya sambil celingak-celinguk dan tetap waspada. Ellie pun membuka pintu kamarnya, dan Stella terkejut.

Stella seperti melihat dunia yang berbeda, karena kamar milik Ellie sangat rapi berbeda 180° dengan ruang tamunya.

“Ka—kamarmu rapi sekali?” kagum Stella.

“Karena aku jarang tidur di kamar,” sahut Ellie yang sedang membuka lemari pakaiannya yang besar.

Stella mengintip ke dalam lemari itu, dan ia melihat banyak sekali rok mini dengan bahan dan warna yang berbeda-beda.

“Ternyata gosip yang beredar di kantor benar, kalau kamu memiliki lusinan rok mini,” ledek Stella.

“Sejak kapan kamu peduli dengan gosip kantor?” tanya Ellie yang sudah memegang baju tidurnya.

“Sejak kamu di gosipkan punya hubungan dengan Pak Diky,” balas Stella sambil melemparkan senyumnya.

“Aku memang nakal, tapi aku pilih-pilih... mana mungkin aku menjalin hubungan dengan suami orang!” bantah Ellie.

“Ya namanya juga gosip, El... banyak salahnya dari pada benarnya,” ucap Stella.

“Setuju, ayo kita kembali ke kamarmu Stell! Aku sudah benar-benar lelah dengan hari ini!” jawab Ellie.

Mereka berdua akhirnya kembali ke kamar Stella, dan Ellie langsung menuju ke kamar mandi untuk membasuh badanya sebelum tidur. Sedangkan Stella sudah bersandar sedari tadi sambil membaca buku novel romance. Lampu kamar sudah dipadamkan, dan hanya menyisakan cahaya lampu meja saja yang berada di samping kanan Stella.

Setengah badan Stella sudah di tutupi selimut, dan kakinya lurus memanjang untuk meredakan rasa lelahnya karena seharian memakai sepatu berhak 5cm. Sedang asyik membaca, tiba-tiba Stella merasakan kakinya seperti ada yang mengelus. Ia benar-benar merasakan elusannya itu naik dari telapak kakinya sampai lutut.

Stella pun berhenti membaca dan berkali-kali menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa geli. Sedangkan Ellie masih asyik berendam di di bethub milik Stella, air hangat sudah terasa dingin, namun Ellie masih betah berada di sana. Elusan yang mengelus kaki Stella masih berjalan, sekarang elusan itu mulai naik perlahan ke paha Stella, dan terlihat ia sudah tak tahan lagi menahan rasa gelinya.

Stella pun langsung menyingkap selimut itu dan kedua kakinya pun terlihat dan tak ada apa-apa di kakinya. Stella mulai merinding dan ia pun menutup bukunya, sambil melihat ke sekitar dengan perlahan. Segala macam doa sudah dibaca di dalam hati, mulutnya komat-kamit seperti penyihir yang sedang merapal mantra.

Pintu kamar mandi yang berada di sudut kiri kamarnya pun terbuka, dan ia melihat Ellie keluar dari kamar mandi tanpa sehelai kain yang menempel di badanya. Ellie hanya berdiri saja setelah membuka pintu, dan tatapannya kosong ke arah Stella.

“Pakai handukku saja, El!” ujar Stella.

Ellie tak bergeming dan masih berdiri di balik pintu, wajahnya datar tanpa ekspresi dan juga tatapannya kosong.

“El, kamu baik-baik saja?” tanya Stella.

Ellie masih diam dan tak merespons sama sekali ucapan Stella. Stella pun mulai ketakutan dan ia meletakan buku yang sedari tadi di pegangnya.

“El, kamu baik-baik saja, kan?” tanya Stella lagi yang kali ini agak bergetar nadanya.

Ellie tak bergeming sama sekali, dan tubuhnya pun juga terlihat tidak ada pergerakan, seperti orang yang menahan nafasnya.

“El, jangan menakut-nakutiku!” tegas Stella.

Ellie mengangkat kaki kanannya dan melangkah, ketika kaki kanannya mendarat, tiba-tiba kepala Ellie copot dari lehernya, dan menggelinding ke arah Stella dengan mata melotot serta lidah yang menjulur keluar.

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaa!” Stella pun teriak sampai suaranya hilang tertelan dalam gelap.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status