Suasana makan malam di keluarga Abimanyu semakin terasa dingin setelah Royan dengan santainya mendeklarasikan bahwa ia memang sudah memiliki wanita lain di hatinya. Walaupun hati Eva serasa bergemuruh, namun ia tidak bisa melakukan apapun karena suaminya nampak menyetujui hubungan tersebut. Tanpa disangka malaikat kecil yang menyayangi Oma nya juga ikut berpendapat tentang kisah cinta papanya.
“Tante Rachel baik banget loh, Opa. Kemarin Rey ditolongin naik lift,” kata pria mungil tersebut.
“Kok bisa ditolongin sama Tante Rachel, emang Rey mau ke mana?” tanya Abimanyu penasaran.
“Mau pulang. Tante Rachel rumahnya pas ada di depan rumah kita. Iya kan, Pa?” jawab Rey dengan polos.
“Ya!” sahut Royan singkat.
Bagai jatuh tertimpa tangga, saat ini Eva tidak lagi memiliki kekuatan untuk berdebat, ataupun hanya sekedar menanggapi obrolan dari suami, anak, dan cucunya tersebut. Ia masih belum bisa menerima semua ini, karena baginya Brigita lah yang seharusnya ada di posisi itu, bukannya Rachel.
***
“Chel, bisa bantu aku?” Suara tegas Royan sangat terdengar melalui telepon.
“Kenapa, Pak Roy? Saya masih ada tugas,” jawab Rachel yang masih kebingungan dengan tumpukan dokumen di depannya. Mau tak mau ia harus tetap menjaga kesopanannya pada Royan, karena memang pada dasarnya Roy juga merupakan salah satu nasabah prioritas di tempatnya bekerja.
“Kapan selesai?” tanyanya lagi.
“Mungkin sekitar setengah jam lagi, Pak,” jawab Rachel setelah memandang ke arah jam yang melekat di dinding.
“Tolong bantu aku jemput Rey, bisa?” Suara Royan yang tadi terdengar jelas, kini mulai sedikit terputus. “Aku lagi ada kerjaan penting di luar kota,” lanjutnya.
Karena Royan kemarin sudah dengan suka rela mengantarnya ke tempat kerja, mungkin ini juga menjadi sarana yang baik untuk Rachel membalas budi. Karena memang ia tak suka berhutang pada siapapun, baik secara materi ataupun jasa.
“Sekolahnya Dek Reyhan di mana ya, Pak?” tanya Rachel.
“Aku kirim lewat chat. Sebelum koneksiku hilang,” tutup Roy secara sepihak.
Dalam hati memang Rachel ingin sekali mengutuk pria tampan berwajah malaikat tersebut, namun nampaknya pria itu memang sedang berada di saat-saat genting, hingga harus mengorbankan harga dirinya untuk meminta bantuan Rachel, yang merupakan orang asing. Rachel juga harus mencatat baik-baik pada pikirannya, bahwa ada kemungkinan hubungan antara keluarga Pak Abimanyu, dan Royan sedang tidak berjalan dengan baik, karena alih-alih menelpon keluarganya, yang ada Royan malah meminta bantuan tetangga rumahnya.
Pesan masuk.
“TK Rey: TK Harapan Indah. Pulang: 15:00. Thank You.”
Wah, dia benar-benar orang yang kaku, batin Rachel. Mungkin ini adalah pesan tersingkat yang pernah diterima oleh Rachel dari seorang pria. Namun memang ada yang membuat Rachel merasa kagum, Royan bahkan tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih. Padahal sebagian besar orang, terutama mereka yang sudah memiliki tahta, pasti susah mengucapkan kata tersebut.
Rachel sangat bersyukur bahwa ia menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat, dan dapat meminta ijin untuk pulang terlebih dulu, dengan alasan akan menjemput keponakannya dari luar kota. Saat mengetahui di mana TK Rey, dengan bantuan mesin pencarian. Kini Rachel merasa dilema harus menjempunya dengan apa, karena memang ia tak bisa menyetir, dan sekolah itu cukup terpandang jadi ia tak ingin Rey harus dicap jelek, hanya karena ia menjemputnya dengan menggunakan ojek online.
Setelah pertimbangan tersebut, ia memutuskan untuk menelpon taksi langganannya, saat masih awal bekerja, setidaknya ini lebih sedikit berkelas. Ada rasa gugup karena ia takut bahwa guru di sana tidak mengijinkan Rachel membawa Rey, dan Royan pasti tidak bisa membantunya untuk menjelaskan pada guru Rey, karena masalah koneksi. Pada akhirnya Rachel akan menggunakan alasan bahwa ia adalah tante dari Rey, dan ia juga sudah mempersiapkan bukti pesan dari Royan yang tadi ia kirimkan.
“Permisi, saya mau jemput Reyhan,” kata Rachel yang kini sudah berada di sekolah Rey.
“Ah, jadi ini mamanya Reyhan, ya. Tadi papanya sudah telpon, kalau hari ini Rey dijemput sama mamanya,” ucap wanita berkuncir kuda tersebut.
“Eh … jadi sudah dikabari, ya.” Rachel masih mencerna kata ‘mamanya’dan ‘papanya’.
“Benar. Rey juga sudah nunggu mamanya, sampai ketiduran,” jawab guru tersebut sambil menunjuk Rey yang sudah tertidur di sofa ruang guru.
Bahkan saat seperti ini pun, Rachel merasa bahwa Rey sangat tampan. Jujur saja ia sangat penasaran dengan rupa ayah, dan ibu Rey. Namun sekilas Rachel berpendapat bahwa Rey sangat mirip dengan Royan, dari rambut dan kulitnya, mungkin karena faktor gen.
Dengan lembut, Rachel mengangkat tubuh mungil itu ke dekapannya. Ia tak ingin Rey terbangun dari tidurnya, karena memang ia terlihat sangat lelah. Wanita berkuncir kuda tadi juga membantu Rachel dengan membawakan tas milik Rey hingga masuk ke dalam taksi yang tadi masih setia menunggunya. Setelah mengucapkan terima kasih, dan berpamitan Rachel sesegera mungkin meninggalkan taman kanak-kanak yang uang semesternya mungkin lebih tinggi dari jamannya kuliah dulu.
Rachel merasa sedikit lega, karena tidak harus menjawab pertanyaan-pertanyaan berat karena memang sebenarnya ia hanyalah orang asing yang diberikan amanah untuk menjaga pria kecil tampan ini. Yah, walaupun Rachel mengira semua berjalan dengan lancar, nyatanya ada seorang wanita yang sebenarnya sudah mengawasi Rachel sejak tadi.
***
Mata mungil yang dihiasi dengan bulu lentik itu mulai mengejap. Tangan mungilnya mulai bergerak tidak teratur, dan kaki-kaki nya merenggang tanda untuk mengaktifkan kembali seluru anggota tubuhnya. Rey masih belum menyadari ia sedang berada di mana, ia hanya merasa nyaman dengan kasur empuk yang ditidurinya, dan aroma lavender dari lilin aroma terapi yang nyala di nakas sebelahnya tidur.
Berbeda dengan kamar yang ia huni bersama papanya, kamar ini sangat nyaman dengan nuansa warna putih. Sampai akhirnya ia tersadar bahwa ini bukanlah rumahnya. Namun sebelum banyak pertanyaan masuk pada otak kecilnya, seorang wanita yang tak asing, masuk ke dalam kamar sambil membawa nampan berisi berbagai camilan yang terlihat menggoda.
“Tante!” sorak Reyhan kegirangan.
“Eh, Tuan Muda udah bangun ya, ini Tante bawain camilan,” kata Rachel dengan senyum sumringah.
“Wah, tadi Rey kira mama hidup lagi, hehe.” Rey mengatakan hal tersebut dengan sangat santai, sembari memandangi apa yang dibawa oleh Rachel.
Rachel yang awalnya ingin bermain dengan Rey, kini terdiam di tempatnya berdiri setelah memberikan nampan tersebut pada Reyhan. Sama sekali tak terpikirkan olehnya bahwa Mama Rey yang selama ini ia bayangkan, sudah pergi dari dunia ini. Bahkan Rey mengatakannya dengan lantang, dan tanpa merasa terganggu seakan ia sudah benar-benar merelakannya.
“Tante kok nangis!” Tanpa di sadari tangan mungil Rey sudah berada di pipi tembam Rachel.
Reyhan masih terus mengusap pipi Rachel yang sudah basah karena air matanya. Ia bahkan tak mengenal mamanya Rey, tapi entah mengapa membayangkan pria kecil, dan tampan ini harus hidup tanpa seorang ibu, membuat hati Rachel sakit.“Tenang aja, Tante. Rey masih punya Papa kok,” kata pria kecil itu menenangkan Rachel.“Papanya Rey sekarang di mana?” jawab Rachel yang sudah mulai merasa baik.“Lah, kan Tante yang tahu duluan kalo Papa lagi ke luar kota,” ujar Rey yang kembali sibuk mengunyah camilan cokelat nya.Rachel dengan susah payah memahami apa yang sedang terjadi saat ini, bahkan jiwanya yang baru saja kembali kini entah pergi kemana lagi. Secara spontan berbagai potongan kejadian memaksa masuk ke kepala kecil Rachel. Hari dimana Rey memanggil Royan dengan sebutan ‘Pa’ kembali teringat olehnya. Rachel sebenarnya bukan tipikal orang yang bodoh, namun entah mengapa akhir-akhir ini otaknya tidak bisa mencern
Beberapa hari setelah Royan menitipkan anaknya, Rachel belum lagi bertemu dengan kedua pria tampan tersebut. Entah kenapa hatinya sekarang mudah resah sejak bertemu Royan dan Rey, ibarat medapatkan promo buy 1 get 1. Rachel merasa bahwa kini ia memiliki alasan untuk pulang ke rumah, yang dulu hanya seperti tempat singgah untuknya.Dalam hatinya masih ada rasa khawatir jika Royan enggan menitipkan Rey lagi padanya karena insiden cokelat kemarin. Di sisi lain, Rachel juga merasa bersalah karena tidak menanyakan terlebih dahulu pada Roy tentang makanan yang bisa dikonsumsi anaknya. Benar juga anaknya …. Kadang Rachel masih lupa kalau Royan bukan paman Rey, tapi papanya.Saat weekend seperti ini, biasanya ia akan berbaring di kamar Adel sambil memainkan ponselnya, atau sekedar berbincang ringan dengan temannya tersebut. Benar juga, setelah dipindahkan posisi, Rachel lebih sering bekerja ke luar kantor untuk menemui pada nasabah prioritas. Ia jarang
Setelah pertemuan tak terduga dengan keluarga Abimanyu minggu kemarin, hidup Rachel kini semakin tak bisa ditebak arahnya. Akhir minggu biasanya ia habiskan dengan berbaring di atas kasur, entah sejak kapan menjadi sangat produktif. Ia sudah bersiap sejak tadi pagi, dengan dress hitam yang nampak rapi, dan di tambah tas jinjing warna rose gold membuatnya semakin nampak elegan.Di sampingnya kini ada Tuan Muda berhati dingin, yang lengan panjangnya digulung sembarang hingga menampilkan urat-urat nadi di lengannya, membuat dirinya semakin terlihat 'menggugah selera'. Atas saran papanya, atau Pak Abimanyu, kini Royan sudah mengajak Rachel ke kota sebelah untuk menemaninya menyelesaikan beberapa urusan bisnis.Pak Abimanyu merasa bahwa Royan terlalu sering menyetir sendiri, dan sangat mengkhawatirkan apabila ia mengantuk saat di jalan, dan tidak ada yang memperingatkannya. Royan membenarkan hal tersebut karena memang Rey selalu membuatnya begadang setiap malam kar
Setelah insiden berpelukan yang baru saja terjadi, Royan dan Rachel kini terdiam dan merasa canggung untuk memulai percakapan satu dengan lainnya. Beberapa kali Royan ingin membuka mulutnya untuk mencari topik bahasan yang bisa mereka gunakan berbincang saat ini."Silakan dinikmati!" ucap pelayan yang mengantarkan pesanan mereka."Terima kasih," kata Rachel.Rachel memandang makanan di hadapannya dengan bingung, karena memang ini kali pertama ia makan di tempat ini. Rachel mencari sendok dan garpu yang harusnya sudah ada lengkap bersama makanannya. Entah sejak kapan Royan juga sudah menghilang dari hadapannya, membuat Rachel semakin bingung.Dari kejauhan sosok Royan yang memang sangat menonjol dapat terjangkau dalam radar pengelihatannya. Saat seperti ini Rachel baru menyadari bahwa tampilan Royan sangat tidak sesuai dengan kedai ini. Kedai ini didominasi oleh pelajar yang masih menggunakan seragam lengkap mereka. Sedangan Royan menggunakan setelan jas h
Jiwa Rachel seakan pergi dari raganya setelah melihat notifikasi email dari bank tempatnya bekerja. Ia juga sering melamun, dan saat perjalanan pulang Royan berulang kali menegurnya karena tidak memperhatikan apa yang diucapkan pria itu. Sepanjang perjalanan Rachel juga terus merenungi kesalahan yang sebenarnya tak pernah ia perbuat. Walaupun masih baru pada posisi tersebut, Rachel merasa bahwa dirinya cukup cakap dalam melaksanakan pekerjaannya."Permisi, Bu," ucap Rachel setelah mengetuk pintu atasannya tersebut."Masuk!" jawab wanita itu dengan singkat."Saya ingin mendiskusikan tentang surat peringatan yang kemarin dikirim pada email saya, Bu," kata Rachel membuka percakapan."Jadi, sudah tahu masalahnya?" Bu Santi memperhatikan Rachel lamat-lamat."Saya tidak pernah berhubungan dengan nasabah bernama Ibu Melati, dan saya juga tidak pernah memiliki niat sedikitpun untuk memalsukan transaksi, Bu," jelas Rachel."Apa kamu ada bukti kuat un
Rachel berusaha sebaik mungkin untuk menutupi rasa gugupnya. Berada di antara ibu-ibu membuat nyalinya sedikit menciut, karena memang ini pertama kalinya Rachel harus datang ke acara sekolah yang mestinya dihadiri wali murid. Kalau soal ambil hasil belajar, dulu ia sudah sering melakukannya, bukan tanpa alasan tapi tante nya selalu memberikan iming-iming uang jajan agar mau menggantikan untuk mengambil hasil belajar ponakannya.Selain gugup karena berada di lingkungan yang asing, Rachel juga masih menenangkan hatinya semenjak kejadian yang ia alami sebelumnya. Masih tergambar jelas raut wajah Royan saat memandangnya hanya menggunakan pakaian bagian bawah. Belum lagi saat itu gilanya Rachel sedang coba menggunakan set dalaman warna merah menyala."Ibu, anaknya kelas apa?" tanya seorang wanita di samping Rahcel."Kelas B, Bu," jawab Rachel yang sudah mempersiapkan pertanyaan jauh-jauh hari."Wah sudah besar ya, habis ini lulus, Bu. Gak kerasa anak-anak cepe
Rachel belum bertemu lagi dengan Royan setelah insiden 'tabrakan bibir' saat acara hari ibu di sekolah Rey. Bukannya tidak pernah bertemu, tapi memang Rachel sengaja menghindari pria tersebut. Jangankan melihat wajahnya, hanya memikirkannya pun Rachel sudah merasakan kecanggungan luar biasa. Namun tak dapat dipungkiri bahwa kini separuh jiwanya masih terus memikirkan kecupan Royan hari itu, yang datang tiba-tiba entah dari mana."Rachel!" seru Bu Sinta membuyarkan lamunan wanita itu."Maaf, Bu. Ada perlu?" tanya Rachel yang langsung sadarkan diri."Kamu ke ruangan saya sebentar," katanya.Rachel yang mendengar hal tersebut sedikit was-was, karena terakhir kali ia masuk ke ruangan itu dirinya harus mendapatkan surat peringatan. Entah saat ini apa lagi yang harus diterimanya saat memasuki ruangan tersebut. Raachel hanya dapat menunduk pasrah dan mengikuti Bu Santi menuju ruangannya."Duduk," ujar Bu Santi mempersilakan Rachel."Baik, Bu." Rach
"Gerald?" tanya Royan pada orang di seberang telepon.Saat Royan mengatakan nama tersebut, Rachel tak lagi fokus mendengarkannya. Tangannya juga gemetar saat mencuci piring, keringat membasahi lehernya yang ditutupi anak-anak rambut. Melihat hal tersebut Royan tahu pasti ada yang tidak beres dengan keduanya, sehingga ia harus mengambil sikap yang baik."Maaf tapi Rachelnya lagi keluar, nanti saya sampaikan kalau ada telepon. Terima kasih," tutup Royan.Ia pun akhirnya memilih kembali ke ruang tamu dan menaruh ponsel Rachel di sana. Royan masih memperhatikan wanita itu, tidak satu pun kata keluar dari bibirnya. Rasa ingin tahu sudah sangat merajai Royan, namun ia tidak ingin lancang untuk memulai pembicaraan tentang ini."Makasih Mas, udah bantu angkat," kata Rachel."Ok. Kenalanmu?" tanya Royan memastikan."Dulu Mas, sekarang udah gak kenal." Rachel menyempatkan dirinya untuk tersenyum getir."Yaudah. Kirain orang asing." Royan menghe