Reyhan masih terus mengusap pipi Rachel yang sudah basah karena air matanya. Ia bahkan tak mengenal mamanya Rey, tapi entah mengapa membayangkan pria kecil, dan tampan ini harus hidup tanpa seorang ibu, membuat hati Rachel sakit.
“Tenang aja, Tante. Rey masih punya Papa kok,” kata pria kecil itu menenangkan Rachel.
“Papanya Rey sekarang di mana?” jawab Rachel yang sudah mulai merasa baik.
“Lah, kan Tante yang tahu duluan kalo Papa lagi ke luar kota,” ujar Rey yang kembali sibuk mengunyah camilan cokelat nya.
Rachel dengan susah payah memahami apa yang sedang terjadi saat ini, bahkan jiwanya yang baru saja kembali kini entah pergi kemana lagi. Secara spontan berbagai potongan kejadian memaksa masuk ke kepala kecil Rachel. Hari dimana Rey memanggil Royan dengan sebutan ‘Pa’ kembali teringat olehnya. Rachel sebenarnya bukan tipikal orang yang bodoh, namun entah mengapa akhir-akhir ini otaknya tidak bisa mencern
Beberapa hari setelah Royan menitipkan anaknya, Rachel belum lagi bertemu dengan kedua pria tampan tersebut. Entah kenapa hatinya sekarang mudah resah sejak bertemu Royan dan Rey, ibarat medapatkan promo buy 1 get 1. Rachel merasa bahwa kini ia memiliki alasan untuk pulang ke rumah, yang dulu hanya seperti tempat singgah untuknya.Dalam hatinya masih ada rasa khawatir jika Royan enggan menitipkan Rey lagi padanya karena insiden cokelat kemarin. Di sisi lain, Rachel juga merasa bersalah karena tidak menanyakan terlebih dahulu pada Roy tentang makanan yang bisa dikonsumsi anaknya. Benar juga anaknya …. Kadang Rachel masih lupa kalau Royan bukan paman Rey, tapi papanya.Saat weekend seperti ini, biasanya ia akan berbaring di kamar Adel sambil memainkan ponselnya, atau sekedar berbincang ringan dengan temannya tersebut. Benar juga, setelah dipindahkan posisi, Rachel lebih sering bekerja ke luar kantor untuk menemui pada nasabah prioritas. Ia jarang
Setelah pertemuan tak terduga dengan keluarga Abimanyu minggu kemarin, hidup Rachel kini semakin tak bisa ditebak arahnya. Akhir minggu biasanya ia habiskan dengan berbaring di atas kasur, entah sejak kapan menjadi sangat produktif. Ia sudah bersiap sejak tadi pagi, dengan dress hitam yang nampak rapi, dan di tambah tas jinjing warna rose gold membuatnya semakin nampak elegan.Di sampingnya kini ada Tuan Muda berhati dingin, yang lengan panjangnya digulung sembarang hingga menampilkan urat-urat nadi di lengannya, membuat dirinya semakin terlihat 'menggugah selera'. Atas saran papanya, atau Pak Abimanyu, kini Royan sudah mengajak Rachel ke kota sebelah untuk menemaninya menyelesaikan beberapa urusan bisnis.Pak Abimanyu merasa bahwa Royan terlalu sering menyetir sendiri, dan sangat mengkhawatirkan apabila ia mengantuk saat di jalan, dan tidak ada yang memperingatkannya. Royan membenarkan hal tersebut karena memang Rey selalu membuatnya begadang setiap malam kar
Setelah insiden berpelukan yang baru saja terjadi, Royan dan Rachel kini terdiam dan merasa canggung untuk memulai percakapan satu dengan lainnya. Beberapa kali Royan ingin membuka mulutnya untuk mencari topik bahasan yang bisa mereka gunakan berbincang saat ini."Silakan dinikmati!" ucap pelayan yang mengantarkan pesanan mereka."Terima kasih," kata Rachel.Rachel memandang makanan di hadapannya dengan bingung, karena memang ini kali pertama ia makan di tempat ini. Rachel mencari sendok dan garpu yang harusnya sudah ada lengkap bersama makanannya. Entah sejak kapan Royan juga sudah menghilang dari hadapannya, membuat Rachel semakin bingung.Dari kejauhan sosok Royan yang memang sangat menonjol dapat terjangkau dalam radar pengelihatannya. Saat seperti ini Rachel baru menyadari bahwa tampilan Royan sangat tidak sesuai dengan kedai ini. Kedai ini didominasi oleh pelajar yang masih menggunakan seragam lengkap mereka. Sedangan Royan menggunakan setelan jas h
Jiwa Rachel seakan pergi dari raganya setelah melihat notifikasi email dari bank tempatnya bekerja. Ia juga sering melamun, dan saat perjalanan pulang Royan berulang kali menegurnya karena tidak memperhatikan apa yang diucapkan pria itu. Sepanjang perjalanan Rachel juga terus merenungi kesalahan yang sebenarnya tak pernah ia perbuat. Walaupun masih baru pada posisi tersebut, Rachel merasa bahwa dirinya cukup cakap dalam melaksanakan pekerjaannya."Permisi, Bu," ucap Rachel setelah mengetuk pintu atasannya tersebut."Masuk!" jawab wanita itu dengan singkat."Saya ingin mendiskusikan tentang surat peringatan yang kemarin dikirim pada email saya, Bu," kata Rachel membuka percakapan."Jadi, sudah tahu masalahnya?" Bu Santi memperhatikan Rachel lamat-lamat."Saya tidak pernah berhubungan dengan nasabah bernama Ibu Melati, dan saya juga tidak pernah memiliki niat sedikitpun untuk memalsukan transaksi, Bu," jelas Rachel."Apa kamu ada bukti kuat un
Rachel berusaha sebaik mungkin untuk menutupi rasa gugupnya. Berada di antara ibu-ibu membuat nyalinya sedikit menciut, karena memang ini pertama kalinya Rachel harus datang ke acara sekolah yang mestinya dihadiri wali murid. Kalau soal ambil hasil belajar, dulu ia sudah sering melakukannya, bukan tanpa alasan tapi tante nya selalu memberikan iming-iming uang jajan agar mau menggantikan untuk mengambil hasil belajar ponakannya.Selain gugup karena berada di lingkungan yang asing, Rachel juga masih menenangkan hatinya semenjak kejadian yang ia alami sebelumnya. Masih tergambar jelas raut wajah Royan saat memandangnya hanya menggunakan pakaian bagian bawah. Belum lagi saat itu gilanya Rachel sedang coba menggunakan set dalaman warna merah menyala."Ibu, anaknya kelas apa?" tanya seorang wanita di samping Rahcel."Kelas B, Bu," jawab Rachel yang sudah mempersiapkan pertanyaan jauh-jauh hari."Wah sudah besar ya, habis ini lulus, Bu. Gak kerasa anak-anak cepe
Rachel belum bertemu lagi dengan Royan setelah insiden 'tabrakan bibir' saat acara hari ibu di sekolah Rey. Bukannya tidak pernah bertemu, tapi memang Rachel sengaja menghindari pria tersebut. Jangankan melihat wajahnya, hanya memikirkannya pun Rachel sudah merasakan kecanggungan luar biasa. Namun tak dapat dipungkiri bahwa kini separuh jiwanya masih terus memikirkan kecupan Royan hari itu, yang datang tiba-tiba entah dari mana."Rachel!" seru Bu Sinta membuyarkan lamunan wanita itu."Maaf, Bu. Ada perlu?" tanya Rachel yang langsung sadarkan diri."Kamu ke ruangan saya sebentar," katanya.Rachel yang mendengar hal tersebut sedikit was-was, karena terakhir kali ia masuk ke ruangan itu dirinya harus mendapatkan surat peringatan. Entah saat ini apa lagi yang harus diterimanya saat memasuki ruangan tersebut. Raachel hanya dapat menunduk pasrah dan mengikuti Bu Santi menuju ruangannya."Duduk," ujar Bu Santi mempersilakan Rachel."Baik, Bu." Rach
"Gerald?" tanya Royan pada orang di seberang telepon.Saat Royan mengatakan nama tersebut, Rachel tak lagi fokus mendengarkannya. Tangannya juga gemetar saat mencuci piring, keringat membasahi lehernya yang ditutupi anak-anak rambut. Melihat hal tersebut Royan tahu pasti ada yang tidak beres dengan keduanya, sehingga ia harus mengambil sikap yang baik."Maaf tapi Rachelnya lagi keluar, nanti saya sampaikan kalau ada telepon. Terima kasih," tutup Royan.Ia pun akhirnya memilih kembali ke ruang tamu dan menaruh ponsel Rachel di sana. Royan masih memperhatikan wanita itu, tidak satu pun kata keluar dari bibirnya. Rasa ingin tahu sudah sangat merajai Royan, namun ia tidak ingin lancang untuk memulai pembicaraan tentang ini."Makasih Mas, udah bantu angkat," kata Rachel."Ok. Kenalanmu?" tanya Royan memastikan."Dulu Mas, sekarang udah gak kenal." Rachel menyempatkan dirinya untuk tersenyum getir."Yaudah. Kirain orang asing." Royan menghe
"Halo, Mas Roy," kata Rachel mengangkat telepon."Nanti pulang aku jemput sekalian, ya," ujar Royan."Ng ...." Rachel sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menutupi bahwa dirinya sedang menangis.Royan merasa ada yang berbeda dari Rachel, saat ia mengantarnya tadi Rachel terus bersikeras bahwa lebih baik naik ojek online, dan tidak merepotkan Royan. Dengan alasan tersebut Royan meneleponnya, untuk meyakinkan wanita itu agar pulang bersamanya. Namun, yang ada kini Rachel dengan cepat menyetujui permintaannya, tanpa alasan apapun."Lagi di mana?" tanya Royan."Lagi di jalan," jawab Rachel dengan suara serak."Tenggorokanmu sakit? Serak begitu?" tanya Royan saat menyadari suara Rachel berubah serak."Gapapa kok, Mas. Nanti aku kabarin lagi pulangnya jam berapa, mau ketemu nasabah dulu," tutup Rachel.Setelah perbincangan singkat dengan Royan melalui telepon, Rachel merasa hatinya sedikit tenang. Entah mengapa, hanya mendengar su