Menghempaskan tubuh pada kasur queensize di kamar kost. Air mata Tatu kembali merebak, hampir tiga tahun hubungan mereka. Tatu kira cinta Josh begitu besar untuknya. Namun hari ini ia tersadar, Josh hanya menginginkan tubuhnya, menjadikan ia budak nafsu pria itu selama ini. Membenamkan wajahnya pada bantal, ia berteriak lantang dan menangis tergugu.
Pada awalnya Tatu tidak menyukai pria bule yang kelihatan sangat playboy itu walau desiran sering ia rasakan saat bersentuhan dengannya. Namun ternyata pesona Josh mampu meluluh lantakkan hatinya. Terkenang pertemuan pertama dengan Josh, hampir tiga tahun lalu di rumah sahabatnya Lara.
3 tahun lalu di kediaman keluarga Lara,
Saat ini Lara sedang mengadakan syukuran ulang tahun Gary. Tatu datang membawa beberapa kotak kembang api untuk Gendhis dan untuk memeriahkan juga menebus kesalahan bule teman Gary beberapa waktu lalu ketika acara Aqiqahan dan sukuran untuk kese mbuhan Lara. Tatu baru saja turun dari taksi online yang mengantarnya.
“Hai! apa itu?” tanya sesosok pria bule dengan rambut tembaga, mendekati Tatu yang kesusahan membawa beberapa kantong berisi kado dan kotak kembang api. 'Huft dia lagi,' Batin Tatu tak suka. Kata Lara Joshua itu playboy, dari lagaknya ketika pertama bertemu saja sudah sangat menjengkelkan. Dan dia tak suka.
“Hai! ini kado untuk dua ponakanku, dan ini kembang api untuk nanti malam juga Gendhis, kau lupa pernah salah membelikan,” jawab Tatu mencoba ramah, menghentikan langkahnya tepat di undakan bawah menuju teras. Ia baru bertemu dengan bule yang kemungkinan adalah saudara Pak Gary, suami Lara.
“Boleh, aku bantu? Sepertinya itu berat,” tawar pria asing itu, dan melanjutkan langkahnya turun hingga satu undakan di atas Tatu. Iris keabu-abuan pria itu menatap lekat ke wajah Tatu yang tampak manis dengan make up natural. Ya, Tatu adalah wanita yang menyukai sesuatu yang simple dan anti ribet.
Cukup sunscreen, pelembab, sedikit bedak dan lip tint. Ia tak menyukai mascara yang menurutnya akan membuat susah membuka mata. Dan jangan tanyakan pensil alis, dia dan sahabatnya Lara sangat membenci benda itu. Alis hitam dan tebalnya sudah menukik kebawah dengan sempurna. Jadi benda itu tidak akan membantu apapun.
“Silakan, tapi ini lumayan berat, loh!” Tatu mengulurkan satu kantong besar berisi kotak yang terbungkus kertas kado bergambar unicorn. Yang ulang tahun memang Gary, tapi anaknya saja yang diberi kado. pria yang juga atasannya itu biar saja diberi kado selamat. Dengan senyum menawan, pria yang belum menyebutkan namanya itu mengulurkan kedua tangan, meraih ujung kantong yang Tatu ulurkan. Jemari Tatu bersinggungan dengan jari pria yang ternyata mempunyai lesung pipi saat tersenyum. Seperti tersengat aliran listrik, Tatu spontan menarik tangannya. Perut bawahnya seperti di hinggapi rimbuan kupu-kupu.
“Be carefull, Baby!” seruan dengan nada khawatir membuat pipi Tatu bersemu merah, pria itu menyadari keterkejutan Tatu akan sentuhan yang tak di sengaja. Tatu memundurkan badannya selangkah, demi memangkas jarak yang ternyata mampu membuat kinerja jantung menjadi lebih cepat dari biasanya.
"Baby? Sorry, ya, Sir. Saya bukan babi," sungut Tatu dengan wajah ia ubah pada mode jutek. Cewek harus jual mahal, cuy. Sudah dag dig du duer itu hati, harus di belokin.
"Aku, tidak bermaksud mengatakan itu ... " jawab Josh dengan raut kebingungan.
"Terus maksud, Anda? Mengatai saya? Baru ketemu udah ga sopan! Udah sok modus lagi ... " cerocos Tatu, yang di tanggapi Josh dengan picingan mata.
"Aku? Modus? Apa itu modus?" tanya Josh, masih tidak memahami perkataan Tatu.
“Bisakan anda memberi jalan? Saya ingin naik juga, ga sadar diri banget badan gede kayak babon bukan langsung naik aja,” pintaTatu mengomel, ia ingin segera masuk kedalam dan meneguk air dingin. Perjalanan dari kost menuju rumah Lara cukup jauh. Sedang cuaca sangat terik, walau menggunakan taksi online, itu tidak membantu.
Ia sekarang kehausan. Setelah mendapatkan akses,. dengan Josh yang memiringkan badannya Tatu segera berlari kecil, menaiki undakan. Tidak sabar ingin segera menyerbu dapur. Mengabaikan pria yang sudah membantu masih berdiri di belakang punggungnya, yang menatap dengan senyum smirk tercetak di sudut bibirnya.
“Assalamu’alaikum, Ibuk! Mak Sini!,” sapa Tatu saat sampai di ruang keluarga, meletakkan kantong kembang api sembarangan. Ia langsung menyerbu dapur, mengambil gelas di counter dan menuangkan air dingin dari pintu kulkas Lara.
“Wa’alaikumsalam, Ta. Baru dateng?”
“Mbak Nikeennnn!!” teriak Tatu lebay, lantas menghambur memeluk perempuan cantik yang mengenakan gamis putih dengan kerudung senada, dan sedang menggendong anak kecil montog.
“Ih, ga usah lebay deh. Gendong ni Gendhis ajak main. Mbak bantuin Mak Sini, terus tadi Bulek kirim pesan, Lara minta ayam penyet Suroboyo. Bilang sama Ibuku di dapur belakang minta tolong bikinin tapi jangan yang terlalu pedes,” cibir Mbak Niken, di tambah dengan titahnya yang sepanjang toll Tangerang-Merak. Tatu mengerucutkan bibirnya, tapi tetap melaksanakan perintah saudara sepupu Lara yang juga sudah seperti kakak baginya. Mengambil Gendhis dari gendongan Mbak Niken, gadis kecil berumur dua tahun itu mengerjap lucu dan menarik rambut Tatu.
“Ante, ain tembang api,” ucapnya dengan kata yang belum jelas. Tatu berdecak, “Tante, main kembang api!” ralat Tatu, yang malah di sambut tawa oleh Gendhis. Tatu membawa gadis kecil yang kali ini rambutnya di kepang dua dengan pita warna-warni. Terlihat menggemaskan seperti Putri Rarity di serial anak Little Pony, karena Gendhis mengenakan gamis putih dengan rambut pelangi. Ramai sekali 'kan!
“Bude Sariiii!!” teriakan nyaring Tatu mendapat pelototan dari wanita paruh baya yang sedang mengaduk sesuatu di wajan besar.
“Ndak usah teriak-teriak, prawan lho kerjaannya bengak-bengok(teriak Bahasa Jawa)!” ucap Bude Sari sambil mencubit lengan Tatu, tapi tidak keras. Tatu hanya tertawa, “ Lara minta di bikinkan ayam penyet Suroboyo, Bude. Tolong buatkan njeh, Ndoro Nyonya sebentar lagi datang,” kata Tatu, lalu berlalu keluar tanpa mendengar kata-kata Bude Sari lagi. Gadis itu fokus pada anak kecil yang berada di gendongannya. Menurunkan Gendhis di halaman belakang. Membiarkannya main dan berlari sesuka hati, segampang itu menjadi pengasuh anak umur dua tahun.
“Hai, kita belum berkenalan!” sapaan di belakang Tatu, membuat gadis itu menolehkan kepalanya. Logat bulenya sangat kental, sebenarnya Tatu penasaran … apakah pria itu berasal dari negara yang sama dengan Pak Gary? Memutar badannya dengan pelan, Tatu meneliti penampilan pria yang berdiri menjulang di hadapannya.
“Hai, lagi. Aku Tatuania Rosmalia,” ucap Tatu mengulurkan tangan kanannya, dengan senyum mengembang. Ga baik'kan di jutekin terus. Tak apa, sebagai warga Indonesia beramah-tamah dengan turis mancanegara.
“Joshua McFillain, You can call me Josh,” jawab pria itu menyambut uluran tangan Tatu. Terpana dengan senyum Tatu yang manis. Tatu menarik tangannya, mengalihkan pandangan. Ia tak mau pria yang bernama Josh itu mendengar gemuruh di dadanya. Hei, kemana saja dewi batinnya. Selama ini tidak pernah Tatu merasakan segugup itu berhadapan dengan seorang pria. Ah, murahan sekali ia.
“Kau bekerja di tempat yang sama dengan Lara?” tanya Josh jelas hanya berbasa-basi, Tatu tau dengan jenis pria macam itu. Ayolah, banyak sekali film yang sudah ia tonton dan bagaimana seorang pria menaklukkan wanita pada pertemuan pertama.
Tatu melirik dengan ekor matanya, pikirannya tengah terbagi, Gendhis dan pria yang dari tempatnya berdiri Tatu bisa mencium wangi musk yang lembut. Aduh, kenapa pikiran Tatu malah ke wangi tubuh pria itu sih.
“Iya, aku bekerja di tempat yang sama dengan Lara dan Pak Gary,” jawab Tatu tanpa mengalihkan pandangannya pada gadis yang sedang sibuk mencabut bunga-bunga liar yang tumbuh di taman belakang kediaman Lara. Hening sejenak. Josh seperti sedang menguliti Tatu. Bulu tengkuknya meremang, membawa sesuatu dalam dadanya mencuat dengan tidak sopan, menjalar ke pipinya. ‘Sialan!’ umpat Tatu dalam hati.
“Josh! Tatu!” teriakan dari arah garasi membuat Tatu dan Josh menoleh. Gary keluar dari mobilnya, masih mengenakan seragam staf. Suami sahabatnya itu rajin sekali, Tatu pikir Gary yang menjemput istri tercintanya. Tatu tersenyum dan melambaikan tangan.
“Senang bertemu denganmu, Ania,” bisik Josh, dengan suara Altonya. Meninggalkan Tatu, menuju ke rumah utama bersama Gary. Tanpa ia sadari, ia membuang napas dengan lega. Eh, apakah tadi dia menahan napas?
"Eh, siapa yang mau anda aniaya!? Enak aja, nama bagus-bagus manggilnya ania ya ... " teriak Tatu histeris. "Tatu! Perhatikan Gendhis!" seruan Gary, membuat omelan Tatu terhenti.
Tatu masih dengan Gendhis hingga Lara dan orang tuanya kembali dari rumah sakit. Menyapa kedua orang tua Lara yang sudah seperti orang tuanya juga. Lara jangan di tanya, kalau sudah bertemu dengan Tatu akan lengket, Maka dari itu. Gary langsung memboyong Lara masuk, Lara masih harus bersiap untuk acara pengajian dan syukuran yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi.
Josh datang ke halaman depan tempat Tatu dan Gendhis bermain balon tiup. Gendhis memang sangat penurut dengan Tatu, maka dari itu Mbak Niken dengan santainya menitipkan Gendhis padanya, padahal Tatu sudah berencana nongkrong di dapur, supaya bisa mencicipi semua makanan catering. Ah, dasar Mbak Niken ini tidak pengertian dengan anak kost. Mendengar suara tegas dan berat Josh, jantung Tatu tiba-tiba seperti genderang peperangan.
“Bagaimana cara memainkan ini?” tanya Josh membawa satu kembang api yang berukuran segenggam tangan orang dewasa. Tatu menarik napas dan menghembuskan perlahan. Deheman Josh, membuat Tatu gelagapan, “Oh, dengan korek api. Ada di dalam kantong paling bawah,” jelas Tatu, otaknya tiba-tiba tidak dapat mencerna dengan baik. Kehadiran Josh membuatnya gugup setengah mati.
“Tolong, aku ingin mencobanya,” dengkus Josh melihat Tatu tidak berkonsntrasi, menjulurkan korek api ke tangah Tatu. Tatu tanpa sadar menuruti kemauan Josh, menyulut sumbu kembang api. Josh mengarahkan ke sembarang arah, letusan menggelegar menyadarkan Tatu juga membuat semua orang terkejut lalu berhambur ke sumber suara. Satu letusan tepat berada di atas Gendhis yang membuat gadis kecil itu tiba-tiba berteriak histeris dan menangis.
Mengedarkan pandangan, Tatu segera meraih dan menggendong Gendhis lalu membawa ke teras. Gary berhambur keluar di sertai beberapa orang.
"Josh! Tatu! Apa yang kalian lakukan!? Kalian membuat bayi-bayiku terkejut!" murka Gary, dengan wajah tertekuk.
"Tatu! kamu apain Gendhis!! Kenapa bisa nangis kejer kayak gini!!?" Mas Galih, ayah Gendhis datang dengan wajah merah penuh emosi.
"Pak Gary!! Ada keributan apa ini!??" suara lain menginterupsi.
"PAK RT???" seru Gary panik.
<<<>>>>
Bangun dengan kepala seperti menyunggi karung berton-ton, dan perut di putar mesin molen dengan kecepatan penuh. Tatu mencoba mengangkat tubuhnya, mengirim perintah pada saraf motoriknya untuk bisa menggerakkan badan. Dia butuh ke kamar mandi, dia harus memuntahkan sesuatu. Dan ternyata, Tuhan masih berbaik hati. Ia bisa menegakkan badan dan berdiri, berjalan walau sempoyongan dan memuntahkan semua isi perutnya. Rasa pahit menjalar dari ujung lidah hingga tenggorokan. Duduk di atas closet dengan lemas setelah menyiram hingga bersih, tenaganya seperti tercabut dan tak bersisa. Dengan sebelah tangannya di bantu tangan lainnya, mencoba melepaskan kaos yang menempel di tubuhnya. Bersuka ria dengan keberhasilan dua anggota tubuh melepaskan benda yang menjadi korban muntahannya. Melemparkan pada ujung ruangan sempit berukuran 1,5 x 1,5 meter persegi. Kembali mengayunkan tangan kurusnya demi menjangkau gagang shower, memutar kran pada posisi penuh. Ia butuh menghilangkan kenangan-kenangan
Deringan pada ponsel pintarnya menyadarkan Tatu dari lamunan, saat ini ia sedang istirahat di kantin. Menunggu Lara datang. Menghela napas berat, saat melihat nama yang membuatnya darah tinggi setiap menghubungi. Dengan enggan Tatu mengangkat panggilan tersebut. “Assalamu’alaikum ....“ jawab Tatu dengan malas. “Gimana kabarmu, nduk? Udah makan belum?” suara berat dari seberang sana menyapa Tatu, nadanya sumringah dan sangat ramah. “Baik, Pak. Ini baru mau makan. Bapak sudah makan belum?” basa-basi Tatu kepada bapaknya. “Lha ini bapak nelpon, mau ada perlu sama kamu. Bapak belum makan, duit bapak habis. Bisa to kamu kirimi bapak uang?” todong Sarjono, ayah kandung Tatu. Selalu dan selalu, membuat Tatu jengah dengan alasan yang suka mengada-ada. “Pak, ‘kan udah aku kirim awal bulan kemarin. Itu jatah Bapak sama Ibu malahan. Kalo sekarang ga ada, aku belum gajian … “ ucap Tatu dengan raut kesal, mendongak,menatap Lara yang baru saja datang. Lara duduk di hadapannya, membuka beberapa
Kehamilan adalah sebuah proses yang membuat wanita berpasrah kepada kekuatan Tuhan yang tidak terlihat di balik semua takdir kehidupan manusia. Kehamilan juga sangat menakjubkan, ia bisa mengubah mental seorang wanita menjadi lebih baik untuk dirinya sendiri. Begitu pula dengan yang dialami Tatu. Ia menjadi pribadi yang berbeda, rasa malasnya yang dulu sering melanda perlahan terkikis. Dia tidak ingin sifat dasar keluarganya akan menurun pada anaknya kelak. Yaitu malas. Jika ia malas karena rasa lelah setelah bekerja. Berbeda dengan kakak tirinya. Di umur hampir menginjak 30 tahun, pria itu masih saja selalu merecokinya. Tatu masih dongkol dengan bapaknya yang meminta uang, kakak tirinya pun setali tiga uang. Setelah kemarin dipusingkan dengan Mbak Ayu yang menuduhnya dengan fakta yang tak terpikirkan olehnya. Tatu berhasil berkelit lagi. Dan melepaskan diri dari wanita julid itu. Namun kesialannya belum berakhir. Setelah makan malam sederhananya, ya, tatu hanya makan malam dengan t
“Tatu hamil, Dok … “ ucap Tatu lirih menundukkan kepalanya dalam. Kerutan di alis Dokter Farida menandakan ada kecewa, heran dan bahagia yang bercampur menjadi satu. Dia tahu Tatu belum berkeluarga, dan riwayat penyakitnya. “Ayo berbaring, kita periksa dulu,” Dokter Farida berdiri dari kursi kebesarannya, mengulurkan tangan mengajak Tatu menuju ranjang periksa. Tatu menghela napas lega, ia ketakutan. Dokter Ida menuntun Tatu berbaring pada ranjang, perawat membantunya menyingkap seragam Tatu, perut yang semula rata sudah kelihatan menyembul. “Sekarang seperti orang cacingan ya dok? Apa orang ga pernah olahraga?” kelakar Tatu ngawur. Demi mengalihkan kegugupannya, Dokter Farida hanya terkekeh dengan guyonan receh Tatu. “Ini mah kayak orang makan ngabisin menu di warteg,” timpal Dokter cantik itu dengan senyum mengembang. Rasa dingin dari gel yang dioleskan pada perut bawah Tatu membuat wanita muda itu begidik. “Coba kita lihat ke layar,” instruksi Dokter Ida, membuat Tatu mendonga
“Ta, kamu ga apa-apa?” tanya Ayu mendekap Tatu yang gemetaran Sementara, kakak tirinya melarikan diri setelah sebagian penghuni kost berhamburan dan berteriak meminta tolong. “Minum dulu, Ta,” Dinda salah satu penghuni kost lain mengulurkan mug teh hangat untuk Tatu minum. Air mata masih menganak sungai dari kelopak mata bulat milik Tatu. Hanya beberapa tegukan, penghuni kost lain dan beberapa warga terdekat masih berkerumun di depan kost. Ya, mereka memang mengenal Tatu. Karena semenjak mulai bekerja di pabrik Fiskar lima tahun lalu. Tatu tidak pernah berpindah kost, dan ia tidak ragu untuk bersosialisasi terhadap warga sekitar. “Neng Tatu, atuh kenaon … “ Bu Iroh, penjual pecel depan kost berhambur masuk, logat khas sundanya menggema di kesunyian kamar Tatu. Dinda, Mbak Ayu dan bebera
Tatu hanya membatu, saat rindu menjadi temu yang ia sudah nyatakan tak akan mau. Namun Tuhan tahu, kepada siapa hatinya hanya merindu dan bibir ingin berucap ‘aku membutuhkanmu’. Saat iris mata bertemu tak ada yang bisa meragu, keduanya tak bisa berpaling dari rasa yang sama-sama menggebu. Dengan jantung yang bertalu, Tatu memberanikan diri menyapa. "Ng-ngapain kamu di sini Josh?" cicitnya gagu. Josh naik ke teras, menatap nyalang pria dengan baju batik di hadapan Tatu. "Siapa yang hampir di perkosa? Jawab saya Pak!" seru Josh, dengan tak sabaran. Pak RT berdiri wajahnya memucat, tubuhnya sedikit gemetar. Berhadapan dengan pria asing, membuat nyali Pak RT menciut. "Bukan, eh maaf bapak siapa?" tanya Pak RT gugup. "Saya? Pengacara. Ada apa? Kenapa anda datang ke kost Tatu pagi-pagi seperti ini? Bukan seharusnya bertamu itu sore atau malam hari?" Josh mencoba mengintimidasi, tapi malah membuat Tatu menahan kekehannya. 'Lha dia nyuruh orang bertamu jangan pagi-pagi, dia sendiri nga
Tatu terhenyak namun enggan membuka mata, semburan dingin dari arah depan juga aroma terapi yang sangat familiar menyamankan indra penciumannya, terdengar suara-suara berisik dan raungan knalpot yang mengganggu telinganya. Mencoba merenggangkan badan, tangan kanannya menangkap wajah seseorang. Jantungnya berdegup kencang. Bayangan Ganjar tidur di samping membuat Tatu segera memaksa matanya untuk terbuka. “Arrrgghhh, di mana ini … di mana ini …!!” teriak tatu panik, ia terbangun menoleh ke kanan dan ke kiri terkejut bukan main, karena di depan matanya adalah jalan toll dengan truk yang berjalan pelan. Bayangan ganjar menculiknya membuat Tatu ketakutan. Cengkraman di tangan kanannya, membuat Tatu menoleh dengan cepat. “Ania sayang, calm down. Baby,” ucap Josh dengan suara pelan, membawa jemari Tatu ke mulutnya dan mengecupinya. “Bagaimana bisa kamu membawaku, Josh!” seru Tatu tak terima, otaknya masih mencerna dan memikirkan. Bagaimana Josh bisa membawanya ke dalam mobil dan sekaran
“Josh! Aku mau pulang!” Tatu berdiri, meraih tas di sofa. Dia hendak berjalan ke arah pintu, saat tangan besar mencekal pergelangan tangannya. “Mulai hari ini, kamu akan tinggal di sini.” Josh menarik Tatu hingga tubuhnya membentur tubuh lelaki besar itu. Josh segera mengungkung wanita yang masih memakai seragam itu dalam dekapannya. Tatu mendesah lelah, mendongakkan kepala demi melihat wajah pria pemaksa yang sudah membawanya ke apartemen mewah itu. “Kamu tidak punya hak untuk memaksaku tinggal di tempat ini,” katanya, membawa dua tangannya ke dada Josh dan mendorong pelan. Namun sia-sia, tenaganya tak sebanding dengan tenaga pria kekar itu. Josh menunduk, menatap lekat iris sewarna jelaga yang menjadi favoritnya. “Humm, seperti itu?” ucap Josh dengan seringai licik. Lelaki itu mengeratkan pelukannya pada pinggang Tatu dengan sebelah tangan, sedang tangan lainnya bergerak ke atas hingga tengkuk. Dia sangat hapal, bagaimana menjinakkan gadis keras kepala yang sudah mengisi hari-ha