Chapter 1
1 Milyar Dolar Luna Valerianus terbangun di sebuah kamar hotel, tubuhnya terbungkus selimut hotel yang tebal dan merasakan sakit di sekujur tubuhnya terutama bagian pangkal pahanya. Juga rasa sakit di kepalanya yang berdenyut-denyut. Luna mencoba bangun, wanita dengan mata berwarna Hazel dan berambut panjang berwarna cokelat itu menyeka air matanya. Ayahnya tega menjualnya ke pria brengsek, penguasa tertinggi Sisilia untuk membayar utang yang sudah tidak dibayar selama satu tahun. Perusahaan ayahnya mengalami defisit keuangan sehingga ayahnya meminjam uang pada sang penguasa Sisilia untuk menyelamatkan perusahaan. Tetapi, kebangkrutan tetap tidak bisa dihindarkan sehingga ayahnya tidak bisa membayar utang pada penguasa Sisilia yang dikenakan sebagai mafia paling kejam di sana. Orang bilang, sang mafia memiliki postur tubuh tinggi besar dan wajahnya yang mengerikan, angker. Tetapi, tadi malam ayahnya menutupi matanya menggunakan kain hitam, tangannya juga diikat di ranjang sehingga Luna tidak bisa melihat dan measakan apa pun. Hanya bisa mengingat saat pria itu melucuti pakaiannya lalu sakit yang luar biasa saat pria itu mendesakkan kejantannya, merobek dinding keperawanannya. Saking sakitnya Luna bahkan hingga tak sadarkan diri. Luna turun dari ranjang, kakinya gemetaran menyentuh lantai. Ia mengamati pergelangan tangannya yang memerah bekas diikat tadi malam, untungnya si bajingan itu melepaskannya sehingga ia tidak harus terikat sampai pagi. Luna meraih tasnya di atas nakas dan mengambil ponsel yang lalu memeriksa jam di ponselnya. Hari ini adalah ulang tahunnya yang ke sembilan belas dan hadiah yang ia dapatkan adalah penghinaan. Ia tidak akan melupakan apa yang ayahnya lakukan seumur hidupnya. Sambil menyeka air mata Luna mengambil pakaiannya yang tercecer di lantai lalu mengenakannya, ia kemudian mengambil cek yang terletak di atas nakas. Ingin sekali Luna merobek cek itu, tetapi jika ia melakukan itu mungkin ayahnya akan membunuhnya. Luna pulang menggunakan taksi ke rumahnya dan alangkah terkejutnya saat mendapati Scott Prager, sahabat masa kecilnya, orang yang sangat ia cintai seumur hidupnya berada di sana. "Dari mana saja kau, Scott datang pagi-pagi untuk merayakan ulang tahunmu," ucap Audrey Valerianus, adik Luna dari ibu yang berbeda. Ibu Luna meninggal saat Luna berusia satu bulan karena sakit dan ayahnya langsung menikah lagi dengan ibu Audrey tujuh hari setelah kematian ibunya sehingga jarak umur Luna dan Audrey hanya sebelas bulan. "Scott, maaafkan kakakku. Tapi, dia malah keluyuran semalaman tidak pulang," kata Audrey, gadis yang usianya belum genap delapan belas tahun dan memiliki paras cantik dan tubuh yang molek, dan mata Hazel sama seperti Luna. Pergi semalaman entah ke mana apanya, batin Luna. Jelas-jelas ayahnya sendiri yang melemparkannya pada seorang pria di sebuah hotel. "Jangan-jangan tadi malam kau pergi berpesta merayakan ulang tahunmu dan...," kata Audrey seraya menatap jijik kepada Luna. Selama hidupnya Luna selalu mengalah pada adiknya, bahkan ketika adiknya mengatakan menyukai Scott, ia langsung menjaga jarak dengan Scott. Belum lagi ibu tirinya yang selalu bersikap jahat dan arogan padanya, tetapi bersikap manis di depan ayahnya. "Ke mana saja kau semalam?" hardik Beata, ibu tiri Luna yang tiba-tiba datang. Seluruh keluarganya tahu jika tadi malam ayahnya menjualnya kepada seorang mafia dan sekarang di depan Scott mereka bersandiwara seolah mereka tidak tahu. Tiba-tiba Beata mendekat dan menjambak rambut panjang Luna. "Dari mana? Apa kau bersenang-senang merayakan lang tahun tadi malam sementara keluarga kita sedang mengalami kebangkrutan?" Untuk pertama kalinya Luna merasakan keberanian, juga muak yang sudah tidak bisa lagi dibendung. Ia menarik rambutnya dari cengkeraman Beata. "Ya. Aku tidur dengan laki-laki tadi malam. Aku menjual diriku untuk menyelamatkan keluarga ini," kata Luna dengan nada dingin. Sebuah tamparan kencang melayang mengenai pipi Luna hingga Luna tersungkur di lantai. "Tidak tahu malu! Di mana harga dirimu!" bentak Beata. Luna memegangi pipinya, air mata membasahi wajahnya. Rasanya sangat sakit ketika harus menerima penghinaan bertubi-tubi. Scott hendak mendekati Luna, tetapi Audrey menariknya. "Kakakku sungguh menjijikkan," kata Audrey. "Kau benar-benar menghancurkan nama keluarga ini. Apa kata orang jika ada yang tahu jika kau menjual diri untuk melunasi utang keluarga kita? Apa kau pikir ayahmu tidak kompeten sehingga kau harus tidur dengan pria tua demi uang?" kata Beata dengan nada tinggi. Luna membuka tasnya dan mengeluarkan selembar cek lalu melemparkannya kepada Beata. Beata memungutnya, mata wanita itu terbelalak melihat angka yang tertera di cek itu, tetapi perasaannya sangat bahagia. "Kau benar-benar menjual diri? Anak sialan! Kau tidak ubahnya seorang pelacur!" ucap Beata masih dengan nada tinggi. Scott melepaskan lengannya yang dipegangi Audrey dan mendekati Luna, pria itu menekuk kakinya di depan Luna. "Luna, katakan semua ini tidak benar." Scott adalah pria berperawakan tinggi dengan mata berwarna cokelat terang, rambutnya berwarna cokelat gelap dan kulitnya kecokelatan. Mereka mengenal sejak masih duduk di bangku taman kanak-kanak, persahabatan mereka berlanjut hingga kini dan Luna menyimpan perasaan cinta untuk pria itu karena hanya bersama Scott, ia merasakan memiliki seseorang yang bersedia mendengarkan semua keluh kesahnya. Luna memegangi pipinya yang memerah bekas tamparan ibu tirinya dan mendongakkan wajahnya, matanya penuh air mata. "Ya. Aku telah menjual diriku," jawab Luna datar. Scott menundukkan kepalanya menatap lantai. "Aku bisa meminjamkanmu uang, kenapa kau harus menjual dirimu." "Aku tidak ingin berutang pada siapa pun," jawab Luna dingin. Tidak ada lagi harapan di matanya, tidak ada lagi cinta untuk Scott. Semua sudah hancur, pria mana yang bisa menerima wanita kotor sepertinya meskipun ayahnyalah yang menjualnya. "Tidak, Luna. Kita bisa membicarakan ini, Oke? Kembalikan cek itu biar aku yang membayar utang keluargamu," kata Scott. "Apa kau tahu berapa utang keluarga ini?" tanya Luna sambil menatap Scott. "1 Milyar Dolar, Scotts. Bahkan jika kau menjual rumah dan perusahaanmu, kau belum tentu bisa membayarnya." Scott terdiam, menunduk. "Maaf, Luna. Aku tidak berguna." Luna tersenyum masam. "Terima kasih, Scott." Kemudian Luna bangkit dari posisinya. Ia menuju kamarnya dan segera berlari ke kamar mandi, rasanya sangat jijik dan hina. Wanita dengan tinggi 165 cm itu menangis sejadi-jadinya di bawah guyuran air shower seraya menggosok seluruh tubunya yang terasa kotor. Dunia begitu kejam padanya. Sejak kecil ia ditinggalkan ibunya, lalu memiliki ibu tiri yang sangat jahat, dan kini satu-satunya orang yang seharusnya melindunginya justru menjualnya demi uang 1 Milyar Dolar. Memang uang itu sangat dibutuhkan keluarga Valerianus, tetapi di mana hati nurani ayahnya hingga sanggup menjual putrinya? Apa salahku? Batinnya begitu nelangsa hingga rasanya tidak ingin lagi melihat dunia. Bersambung.... Jangan lupa kasih vote bintang ya, dan tinggalkan komentar.Chapter 20Hasil Autopsi Setelah sarapan Luna pergi berlatih memanah, seperti hari-hari sebelumnya. Hanya yang membedakan kali ini tidak lagi berambisi mengenai targetnya dengan cepat, ia berusaha menekan emosinya seperti kata Luke dan hasilnya masih sama seperti kemarin, belum mengenai bagian merah papan tengah target. Luna menghela napasnya beberapa kali, mengakui jika mengelola emosi bukan hal yang mudah dan dapat dipelajrai dalam waktu sehari apalagi mengingat seluruh kepahitannya selama ini. Tetapi, dalam hidup ini manusia mana yang tidak memiliki kepahitan sendiri? Bukankah dalam hidup ini setiap insan memiliki kesulitan masing-masing?Luna berusaha menepis semua gejolak di hatinya, tetapi bukannya gejolak yang dirasakannya menjauh justru terasa seperti beban besar bergelung di dasar hatinya. Terasa sangat berat dan membuat jantungnya seperti membengkak.Jika seperti ini seribu tahun pun sepertinya latihannya hanya akan menjadi percuma, batin Luna masam.Luna merasakan kekesal
Chapter 19 Kagum Luna memandangi tubuh tua ringkih yang menjauh dari pandangannya dikawal oleh dua pengawalnya, tangannya memegangi kotak makanan sementara jantungnya terasa sangat sakit bagaikan tertusuk ribuan duri. Dulu saat kekek dan neneknya dari pihak ibunya masih hidup, Beata tidak berani bersikap keterlaluan padanya. Beata bersikap baik meskipun di belakang keluarga ibunya, Beata sama sekali tidak tulus dan setelah keluarga Cavarallo tiada dan hanya menyisakan dirinya, sifat asli Beata tidak pernah lagi ditutupi. Apa pun yang dilakukan Luna tidak pernah benar di mata Beata, kecerdasannya dianggap ancaman bagi Audrey, dan kehadirannya di rumah itu seolah hanya bayangan. Air mata Luna tergelincir mengingat seluruh kepahitannya dan duduk di kursi sembari memangku kotak makanan yang diberikan kakeknya. Kakeknya selalu menyayanginya, tetapi kakeknya dulu tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa melindungi Luna dengan caranya. Bahkan kedatangan kakeknya bukan untuk membujuknya
Chapter 18Nona Muda Keluarga Valerianus Audrey memperbaiki posisi gaunnya untuk menyempurnakannya, hidupnya sekarang sedang tidak baik-baik saja, kehilangan tempat tinggal yang seumur hidup ditempati benar-benar menjadi momok yang paling menakutkan. Ayahnya sudah beberapa kali berusaha menemui Luna, tetapi kakaknya itu tidak bersedia menemui ayahnya bahkan ayahnya sudah menunggu di gerbang mansion berjam-jam yang didapat hanya pengusiran tanpa hasil. Selama ini Audrey dikenal sebagai seorang Nona Muda keluarga kaya yang hidupnya nyaris sempurna, memiliki orang tua yang harmonis, berlatar pendidikan bagus, dan memiliki karier yang bergerak naik dengan pasti. Pengikut di media sosialnya bahkan menjadi yang terbanyak di Sisilia hingga Audrey dapat bergaul dengan orang-orang yang bekerja di dunia hiburan di Italia dengan sangat mudah karena memiliki pengaruh yang cukup kuat, tetapi kehadiran Luna sekarang membuatnya merasa tidak aman. Keluarganya memiliki tempat tinggal yang lain, t
Chapter 17 Bukan Nona Muda Selain menawarkan tubuhnya, memangnya apa yang bisa Luna tawarkan? Juga bukankah Luke yang membuat perjanjian akan membantunya dengan imbalan tidur dengannya? Luna mengangguk, sementara Luke tersenyum miring lalu mengukurkan busur panahnya kepada Luna. “Untuk yang satu ini aku memberikan syarat berbeda,” katanya lalu tangannya memberikan kode pada Luna agar mendekat. Dengan patuh Luna mendekat ke arah Luke, pria itu mengambil satu anak panah kemudian memegang bahu Luna. “Buka kedua kakimu,” titah Luke. Luna mengejawantahkan perintah Luke, dibukanya kakinya. Luke memasang anak panah di busur lalu membimbing Luna mengangkat busur panah. “Memanah baik untuk melatih fokus dan konsentrasi, juga meningkatkan koordinasi tangan dan mata,” kata Luke di dekap telinga Luna. Embusan napas Luke yang menyapu kulitnya terasa hangat, tetapi membuat bulu kuduk Luna justru berdiri. Aroma dari cologne yang digunakan pria itu segar, cocok dikenakan di pagi
Chapter 16Tiga TransaksiCarlo San Lorenzo mematikan panggilan telepon, sorot mata pria berambut putih itu tidak mampu menyembunyikan bara amarah. Memberi 300.000 Euro pada Luciano Genevece seperti memberikan 10% keuntungannya, tetapi jika tidak melakukan ia bisa kehilangan lebih banyak karena harus menyuap petugas kepolisian dan berisiko kapalnya tertangkap oleh polisi yang berpatroli di laut. Jika bukan karena putra pertamanya terlibat perkelahian di dermaga kemarin, hal ini tidak perlu terjadi. “Kau harus segera mengambil keputusan,” kata Diego San Lorenzo, putra keduanya. Menurunkan dua puluh orang penyelam andal untuk membawa barang-barangnya turun dari kapal tetap tidak menolongnya, penyelam hanya bisa membantu memindahkannya. Tidak bisa membawa ke daratan, sementara menyimpan barang-barang di dasar laut sangat tidak aman.Carlo menghela napas jengkel lalu bangkit dari tempat duduknya. “Siapkan koper.” Lalu Carlo melangkah menuju brangkas penyimpanan uang yang berukuran besa
Chapter 15Pernikahan Antar KlanAudrey keluar dari kamarnya, ia sudah menunggu saat di mana Luna datang lagi—mungkin bersama Luke. Wanita itu berpura-pura terburu-buru menuruni tangga hanya dengan mengenakan pakaian tidur tipis yang ia sembunyikan di balik jubahnya.Sayangnya ketika tiba di lantai bawah ia hanya mendapati beberapa orang pria dan tidak ada Luke di sana. Kekecewaan merayapinya. Pemandangan di rumahnya sungguh menakutkan, dua orang pria berperawakan tinggi memegangi bahu ibunya yang berlutut sementara seorang pria menampar ibunya berkali-kali setiap ibunya berusaha membuka suara. Audrey tidak ingin merasakan apa yang dirasakan ibunya, ia ngeri membayangkan pipinya yang mulus dan proporsional disentuh oleh pria tinggi itu. Luna yang datang kali ini benar-benar tidak seperti Luna kemarin malam. Kemarin malam kakaknya terlihat lemah seperti dulu, jika Luke tidak datang menyelamatkan sudah pasti kakaknya itu sudah dibuat babak belur oleh ibunya. Wajah ibunya bengkak, ram