"Lapor, Gusti. Tiga orang menerobos masuk ke istana. Mereka sedang mengacau di alun-alun. Kekuatan mereka tidak bisa dianggap enteng, hanya Gusti yang bisa menaklukkan mereka!""Hmmm .... Tenanglah, kau pergi saja, aku akan menyambut mereka!"Patih Janggala langsung berdiri dengan wajah angkuh. Dia mengambil senjata andalannya berupa tongkat bermata dua.Bagian atas bentuknya mata tombak dan bagian bawah berupa pedang pendek. Panjang keseluruhan senjata ini seukuran tinggi tubuhnya.Kemudian Patih Janggala melangkah menuju halaman depan. Dari dalam sudah terdengar suara pertarungan yang tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, tapi juga disertai tenaga dalam.Sampai di teras pendopo, barulah terlihat dua orang berjibaku menerobos barisan pertahan penjaga istana kecil ini, sedangkan satu orang lagi tampak berdiri agak jauh di belakang sana."Sumawirat, dia masih hidup rupanya. Tidak apa, aku ingin menjajal kesaktian baruku untuk melawannya!"Setelah bergumam Patih Janggala langsung ber
Nini Manjeti lebih dulu bergerak maju sambil memutar Tongkat Memedi yang diakhiri gerakan menggebuk ketika berjarak dua tombak lagi dengan musuhnya.Wuukk!Serangkum angin padat dan tajam menyertai tongkat pusaka tersebut. Angin ini melesat mencari sasaran. Tidak tanggung-tanggung wanita ini kerahkan tenaga dalam besar.Eyang Wanabaya juga bertindak tiga langkah ke depan lalu dia kebutkan Selempang Kebajikan seperti melempar kail. Kain putih ini menjulur menghalau serangan angin dari lawan.Syutt! Desss!Selempang Kebajikan bisa memanjang dari ukuran sebelumnya. Ujungnya bagaikan pisau tajam membelah angin padat tersebut lalu terus meluncur sampai mengenai tengkorak merah di ujung tongkat Nini Manjeti.Braat! Tuarr!Letupan terjadi setelah kedua senjata tersebut bersentuhan. Letupan ini menghasilkan daya dorong yang menyurutkan kedua petarung beberapa langkah ke belakang.Nini Manjeti mendengkus keras sambil membanting ujung bawah tongkatnya ke tanah hingga menimbulkan getaran kecil.
Kembali ke pertarungan hidup mati tiga saudara putra raja.Tubuh ketiganya kini sudah terangkat setinggi setengah tombak dari permukaan tanah, tapi tangan mereka masih saling berpegangan agar tidak terpisah dan tetap kuat.Sementara Amoksa terus tertawa mengejek sambil mempermainkan lawannya. Ilmu Naga Sangkala miliknya benar-benar tidak ada yang menandingi."Sepertinya kalian ingin mati bersama, baiklah aku tidak akan memisahkan kalian. Walaupun ditambah bantuan sepuluh orang lagi macam kalian, tetap saja tidak bisa mengungguli ilmuku. Hahaha ...."Keringat bercampur darah sudah tampak mengucur di beberapa bagian tubuh tiga saudara ini. Terutama di bagian dahi dan tangan."Aku harap kabar kematian kalian akan cepat sampai ke istana sehingga aku bisa membunuh ayah kalian dan akhirnya akulah penguasa negeri ini. Sunda, Galuh dan Kalingga akan tunduk di bawah kakiku. Huahaha ...."Sekarang Amoksa menggerak-gerakkan jarinya seperti sedang mempermainkan sekuntum bunga.Lalu yang terjadi k
Yang terlihat sekejap saat itu adalah, dua bayangan hitam melesat menjauhi Amoksa ke dua arah berbeda. Kemudian menukik kembali seperti hendak bertabrakan, tapi yang ditabrak adalah Amoksa.Yang terlihat oleh keempat orang ini, dua sinar hitam dari sisi kanan dan kiri menghantam tubuh Amoksa sampai hancur menjadi debu.Lenyap sudah kekuatan jahat terhebat saat ini. Semuanya menarik napas lega, tapi dua sosok hitam itu sudah melesat jauh meninggalkan tempat ini.Siapakah dua orang berpakaian serba hitam yang telah mengalahkan Amoksa Naga Sangkala itu? Berikut penjelasannya.Kita kembali ke cerita beberapa hari sebelumnya.Danurwenda terkejut setelah mengetahui bahwa ketika orang tuanya berhasil mengalahkan Naga Sangkala yaitu menggunakan jurus berpasangan.Di dalam kitab warisan orang tuanya itu terdapat serangkaian jurus berpasangan. Di mana jurus ini harus diperagakan bersama pasangan.Gambarnya memang sedikit, tapi teorinya sangat jelas. Masing-masing harus saling mengisi, baik gera
Apakah Danurwenda dan Setyawati akan menerima perjodohan itu, seperti dulu ayahnya juga dijodohkan dengan murid wanita Eyang Resi Sokandriya?Dari segi penampilan mereka cukup menarik. Danurwenda gagah, akibat tempaan dalam hidupnya, bentuk badannya jadi semakin bagus.Setyawati juga cantik walau kulitnya agak gelap dan tubuhnya tidak seindah Prabarini yang menjadi patokan bagi Danurwenda karena wanita itu yang pertama kali dia kenal dan dia rasakan kehangatan tubuhnya.Danurwenda mungkin tidak akan langsung memiliki perasaan terhadap Setyawati juga seperti ayahnya dulu. Sedangkan Setyawati tampaknya sudah ada benih-benih asmara kepada Danurwenda.Kita akan lewati dulu tentang perjodohan ini. Kita lanjut pada petualangan Danurwenda yang kali ini mendapat tugas dari gurunya.Pada tugas kali ini Danurwenda tidak dibolehkan menunjukkan seluruh kekuatan yang dia miliki. Dia harus berlaga seperti pendekar biasa seperti ketika awal-awal dia berkelana.Danurwenda juga tidak diperkenankan men
KEDAI MINUMAN itu penuh dengan para pengunjung yang ingin menikmati bandrek, pisang rebus dan kacang goreng.Sehabis hujan memang sedap sekali duduk menikmati bandrek hangat sambil mengobrol.Tetamu yang ada dalam kedai itu rata-rata bertampang sangar dan kebanyakan membekal golok. Pertanda bahwa mereka adalah orang-orang kasar.Seorang pemuda muncul di pintu kedai. Pakaiannya basah kuyup. Dia memakai ikat kepala batik dan rambutnya yang gondrong basah acak-acakan."Saya mencari Selo Ceking. Apakah orangnya ada di sini?" pemuda itu bertanya.Orang-orang yang ada di dalam kedai itu berpaling ke pintu . Sesaat mereka memandang si pemuda lalu meneruskan obrolan mereka atau meneguk bandrek . Tak ada yang menjawab. Semua seperti tak acuh . Seolah-olah pemuda itu tak ada disana.Orang yang bertanya garuk-garuk kepalanya, terdengar suaranya perlahan, tetapi cukup je!as terdengar oleh semua pengunjung kedai ketika dia berkata, "Aku yakin tidak semua orang yang ada di sini bisu, tapi m
"Kau mengarang cerita!" Seseorang berkata setengah berteriak.Lalu beberapa orang membuat gerakan sama. Mencabut golok di pinggang masing-masing. Termasuk si pemilik kedai."Hemm, kalau begitu kalian semua ternyata kawanan rampok!" ujar si pemuda. "Rupanya sudah cukup lama kalian berkomplot di daerah ini tanpa pernah mendapat hajaran! Hari ini biar tuan besarmu memberikan, sedikit pelajaran! Majulah ramai-ramai!""Pemuda Sombong!""Minta mampus!"Enam orang merangsak maju dengan senjata di tangan. Si pemuda sama sekali tidak takut. Sikapnya berdiri acuh tak acuh.Ketika dua dari enam pengeroyok menyerbu maju, pemuda berambut menyeringai miring. Tubuhnya berkelebat ke atas. Tangan dan kakinya menghantam kian ke mari.Maka terdengarlah jerit pekik di tempat itu. Tiga orang langsung terhampar di tanah, merintih kesakitan sambil pelangi dada, kepala atau perut.Dua lainnya tersandar di dinding kedai. Yang satu yang paling parah menyangsang di antara semak belukar di seberang jalan.Meli
"Bukan hanya padamu Selo! Tapi juga terhadap kawanmu! Dengar baik- baik. Di dalam rumah dua orang anak buahku siap menggorok leher istri dan tiga anakmu!""Ya Tuhan!" pekik Selo Ceking, "Jangan kau celakai anak istriku!""Jika kau ingin mereka selamat ikuti kata dan perintahku!" kata Konda Wuri."Apa yang kau inginkan Konda?" Suara Selo Ceking bergetar sementara Danurwenda tegak tak bergerak memperhatikan keadaan di sekitarnya."Pertama kawanmu itu harus menyerahkan seluruh uang yang dimilikinya."Ini ambillah!" ujar Selo Ceking seraya melemparkan kantong uang yang tadi diterimanya dari Danurwenda.Konda Wuri cepat menangkap kantong uang itu. "Kedua, semua kuda yang ada di tempat ini mulai detik ini menjadi milikku!""Mati aku! Konda! Kau tahu mata pencaharianku adalah berjual beli kuda. Keuntungannya tidak seberapa. Kalau kau merampas semua kudaku bagaimana aku menghidupi anak istriku?" teriak Selo Ceking dengan suara setengah meratap."Kalau begitu kau tak ingi