AKU
Sampai hari lamaran tiba. Candra menyewa sebuah gedung untuk acara itu. Hanya keluarga dan kerabat dekat yang datang di sana. Selain untuk keintiman acara, Candra juga tidak ingin kebohongan ini nantinya akan diungkit. Di ruangan yang terpisah, ia sedang bersiap diri. Rehan juga ada di sana memandangi sang sepupu yang berusaha menghapal beberapa kalimat yang perlu diucapkannya nanti.“Ada-ada saja WO ini. Apakah perlu acara ini memakai janji setia? Aku malas sekali!” keluhnya sambil mengenakan jas hitam.“Apa, sih? Ayolah, ini adalah momen yang sangat penting—tak kalah penting dengan hari pernikahan nanti. Kamu harus full senyum. Ada mertua mu di sana. Jangan sampai belum hari H, kamu sudah tak disukai. Ah, aku tak bisa membayangkannya!”“Jika saja bukan karena Inka, aku tidak mau melakukan semua ini.”“Kamu benar mencintainya? Atau hanya pura-pura? Entahlah, aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan hubungan kalian.” Rehan sedang menyelidiki.“Mau aneh atau tidak, sama sekali tidak ada
Inka memandangi wajah Sasha lebih dekat lagi. Ia mencari sebuah alasan untuk mengatakan semua rahasia kelam ini. Rasanya menyimpan fakta besar sendirian tidak enak. Ia butuh seseorang sebagai tempat berbagi.‘Sha … apa aku bisa mempercayaimu? Kamu tidak akan memberitahukan orang lain, ‘kan?’ “Hei, Inka. Kamu sedang memikirkan sesuatu? Mau kubantu melarikan diri sekarang?”Inka tertawa kecil. Apa yang dipikirkan Sahsa sama sekali berbeda dengan kenyataannya. Bukan tentang Candra, ini adalah perjanjian 2 milyar. Meski berhasil lari, dari mana akan mendapat uang 2 milyar sebagai pembayaran denda.Sudah terlambat juga untuk memikirkan itu. Bagaimana dengan keluarga yang sudah datang jauh dari Paris? Gadis itu mengangguk lalu berdiri menegarkan hatinya. Semakin banyak gerakan yang keluar dari tubuh Inka, semakin Sasha meyakini sesuatu.“Aku akan meminta Candra agar tak kasar padamu. Mungkin Rehan bisa membantu saat kalian sudah menikah nanti.”“Hahaha! Berhenti membuatku tertawa, Sha. Sun
Empat mata di sana saling beradu. Hanya sisa menunggu salah satu dari keduanya yang terlebih dulu menyerang maka akan berakhir dengan baku hantam. Untungnya, kedua pria itu sama-sama menahan diri untuk tidak terpancing.Sang tuan besar yang ada di sana pun ikut kesal dengan tingkah keluargnya. Candra anak lelakinya yang emosian ditambah keponakannya yang sangat lebar mulut. Kedamaian di rumah seakan hanya mimpi belakan. Pak tua itu juga sudah tahu jika mantan kekasih Candra pernah berselingkuh dengan Rehan. Itulah sebabnya ia bisa sedikit mengerti tentang percikan api yang terlihat di antara keduanya.Brak!Ia memukul meja.“Kalian sama sekali tidak menghargai aku di sini. Kalau mau berkelahi, lakukan di luar sana! Kenapa masih di dalam rumah dan membuat keributan? Hanya demi seorang gadis saja seperti ini,” katanya.Mendengar itu, Candra tertawa dalam hatinya. Itu sama saja mempermalukan diri sendiri. Ya, pak tua itu sedang mempermalukan dirinya. Ia tidak sadar jika dirinya juga terg
“Duh, pikirannya. Kenapa kamu memikirkan sampai ke sana, sih? Jangan-jangan kamu itu maunya kalau kita memang bersentuhan?”“Ish! Najis! Aku tidak pernah memikirkan itu! Aku sedang waspada padamu. Kamu itu licik dan bisa menggunakan segala cara untuk mendapatkan keinginanmu. Sudah ya, aku malas berbicara denganmu.”Seperti biasa, Inka yang akan terlebih dahulu menutup panggilan dari Candra. Informasi yang bagus ini disimpan Inka. Ia akan memberi kejutan pada Sasha saat ia kembali bekerja. Itu akan menjadi saat-saat yang paling menyenangkan.“Aish, kenapa aku jadi bersemangat seperti ini? Bagaimana keadaan kantor, bagaimana meja kerjaku? Jangan-jangan ada yang sudah mengisinya. Duh, menunggu beberapa hari lagi sudah membuatku gelisah! Aku tidak sabar!”Tanpa disadarinya, seseorang sedari tadi menguping di sana. Wanita berambut putih itu cekikikan saat melihat bagaimana Inka berekspresi. Dan saat itulah, Inka menjadi sedikit malu.“Nenek! Sejak kapan di sana?”“Sejak seseorang menelpon
“Rani, berhentiah untuk memaksaku pergi ke pernikahannya.” Giselle mulai serius dengan ucapannya. “Bahkan jika diusir pun dari keluarga itu, aku sudah siap. Ibuku juga tidak akan merasa rugi dengan kepergianku. Pokoknya, aku tidak akan datang ke pernikahan itu.”“Ayolah. Ini hanya perkara kecil. Aku akan menemanimu di sana jadi jangan khawatirkan apa pun, oke?” bujuknya sangat halus.“Aku sudah malas untuk melihat wajah-wajah mereka. Entahlah. Mungkin lebih baik jika aku memang tak pernah masuk ke dalam kehidupan Candra.” Jika waktu bisa diputar, Giselle akan memilih jalan ini.“Kalian adalah saudara sekarang. Perusahaan ayah kalian pasti akan diwariskan. Apa kamu tidak tertarik untuk merebutnya?” Ini topik lain yang menarik untuk dibahas Rani.Giselle menatap tajam Rani. Pikiran temannya itu sama persis dengan ibunya. Mengapa semua orang di dunia ini sangat menginginkan posisi nyaman dengan mudah? Perusahaan itu jelas akan menjadi milik Candra dan Giselle tahu diri soal itu. Satu kal
Rehan memilih untuk diam. Sekarang posisinya adalah karyawan. Candra betul-betul sudah menunjukkan kekuasaannya. Lagipula, sisi dewasa Rehan sedang ia tunjukkan. Tidak benar jika ia membawa masalah pribadi ke kantor. “Baik, Pak.” Jawaban pria itu menjadi manis. “Kalau boleh saya sarankan, sebaiknya Anda membersihkan diri dulu. Saya akan menyiapkan perlengkapan mandi dan pakaian ganti. Bagaimana?” Sikap profesional itu membuat amarah Candra mereda. Yang dikatakan Rehan ada benarnya. Sore nanti mereka ada rapat penting. Dibandingkan pulang ke rumah, lebih baik memanfaatkan kinerja Rehan. Untuk apa merektrut karyawan jika tidak bisa diandalkan. Tuk tuk tuk! “Masuk!” Diana masuk ke ruangan itu. Dipandanginyalah dua pria tampan di sana—dengan catatan, salah satu dari mereka emosian. “Bapak memanggil saya?” “Hm. Diana, aku senang dengan kinerjamu selama ini. Untuk itu, aku memintamu untuk menggantikan Giselle. Kamu juga tahu sendiri bagaimana Giselle membantuku mengurus perusahaan ini
Tuk tuk tuk!“Aku sudah kembali—”“Bagus sekali caramu, Rehan! Kamu meninggalkan kantor lebih dari perkiraan.”“Maaf.”Tidak memakai alasan dan mengambil kesempatan ini untuk meredakan amarah Candra. Pada akhirnya, itu adalah satu-satunya cara yang bisa menyelamatkannya. Membalas kata-kata pria di sana pun hanya akan membuatnya dimaki-maki nantinya.“Sudahlah, sini kemarikan yang aku perintahkan. Gerah sekali tubuhku.”Rehan menyerahkan perlengkapan mandi dan pakaian ganti. Ia lalu tersenyum nakal pada sepupunya itu.“Hm … apa perlu aku menggosok badanmu itu? Uhuy!” godanya.“Tai! Pergi sana! Jangan membuatku naik darah kembali setelah berusaha menahan emosiku!”“Padahal sudah emosi saat ini,” tanggap Rehan kecil lalu segera kembali ke meja kerja.Dicarinya kesempatan lain untuk memenangkan proyek. Selama belum ada penandatangan, Rehan masih sangat yakin bisa mendapatkan kesempatan bertemu dengan presdir perusahaan lain itu.“Dia ini terlalu banyak musuh sampai susah untuk dikendalika
Keduanya masuk ke dalam mobil. Ia bersedia untuk memasukan kunci dan memanaskan mesin sebentar. Tidak lengkap rasanya jika tidak mengobrol sepanjang perjalanan. Rehan tidak mau kehilangan kesempatan dan ia terus mengajak Inka untuk bercerita.“Mau tahu kenapa Candra menyuruhku mengantarmu padahal dia juga masih luang?”“Tadi dia sudah menjawab demi keselamatanku.”“Ow, ow, ow! Bukan. Dia pasti tidak mau berbagi makanan enak.”Inka menahan tawa kali ini. Tebakannya adalah Rehan sedang mengungkit soal kepiting saos tiram yang dibawanya ke kantor. Saat dilihat pria itu bagaimana wajah Inka yang menahan tawa, ia langsung mencubit pipi Inka.“Berhenti meledekku. Sumpah, ini bukan candaan! Aku bisa bertaruh kalau Candra memang mau memakannya sendiri. Pelan-pelan kamu akan tahu bagaimana sifat asli calon suamimu itu. Dia serakah pada makanan.”Semakin banyak yang diucapkan, semakin Inka tidak percaya. Sangat tidak mungkin jika seorang Candra tidak mampu membeli kepiting. Jika memang ia mau m