Pagi datang dengan perlahan. Sinar matahari menelusup lembut ke dalam kamar, menyinari wajahku yang masih setengah tenggelam di bantal. Suara alarm berbunyi.
📩 Ping! Sebuah notifikasi email masuk. Tanganku meraba-raba mencari laptop di samping ranjang. Dengan mata setengah tertutup dan rambut berantakan seperti singa habis tabrakan, aku membuka laptop. Layarnya menyala, dan... “Subject: Interview Invitation – Ashwood & Reins Corp” “Dear Ms. Celine Nathalia, We are pleased to inform you that your application has moved forward to the interview stage...” “AAAAAAAAAAAAA!!” Teriakanku memecah keheningan apartemen. “Aku dipanggil wawancara!!” Aku langsung bangkit dari ranjang. Detik itu juga aku langsung bersiap, Ini adalah hari potensi karier, masa depan. Aku membuka lemari dan langsung mengangkat dress yang sudah lama kusimpan untuk "situasi darurat fashion". Sebuah dress hitam simple dari Dior, dengan potongan leher sedikit rendah, pas badan dan berujung tepat di bawah lutut. Lalu kutarik laci bawah, mengambil topi bundar besar warna beige yang cantik—model Audrey Hepburn di film Breakfast at Tiffany's versi murah, tentu saja. Kutata rambutku dengan roll rambut panas, pakai makeup tipis tapi fresh . sempurna. Aku berdiri di depan kaca, memeriksa penampilan. “Oke, Celine. Kau elegan. Kau dewasa. Kau siap untuk jadi bagian dari majalah top itu.” Dengan semangat membara, aku berlari ke pintu, mengambil clutch, lalu—karena ini New York dan aku bukan Serena van der Woodsen—aku naik bus. Ya, bus kota, penuh orang kantoran, turis bingung, dan satu-dua pengamen gitar. Aku tiba di halte dengan topi besar dan attitude bak aktris Hollywood. Orang-orang melirik, sebagian mungkin berpikir aku terlalu overdressed untuk jam delapan pagi di hari kerja. Tapi aku tak peduli. Bus datang dengan derit ban dan suara rem yang nyaris membuat jantung meloncat. Pintu terbuka, dan aku masuk dengan gaya anggun—ya, agak kepeleset sedikit, tapi berhasil tetap anggun. Kumasuki lorong sempit antar kursi, lalu kulihat satu tempat kosong di sebelah seorang kakek tua berjanggut putih, yang duduk dengan wajah damai dan jaket tweed khas dosen sejarah pensiunan. Aku duduk perlahan—tapi topiku... ya Tuhan, topiku! Dengan gerakan penuh gaya, aku membalik tubuh dan "plak!" Topiku menampar wajah si kakek. Kakek itu tersentak. “Wah! Astaga, nona—” “Oh my God!” seruku panik. “Maaf, maaf! Ini topi baru. Kadang suka... liar.” Aku menarik topi itu perlahan dan menaruhnya lebih rapi. “Tak masalah,” katanya sambil tersenyum kaku. “Topi yang... sangat indah.” Aku tersenyum malu, menatap ke depan. Bus terus melaju. Saat halte tujuanku hampir tiba, aku berdiri—kali ini dengan topi dalam pelukan. Langkahku ringan turun dari bus. Kakiku mengetuk trotoar menuju gedung Ashwood & Reins Corp yang menjulang gagah di depan. ~~~ Langkahku berhenti di depan gedung tinggi menjulang yang kaca-kacanya memantulkan bayangan langit New York yang cerah. Ashwood & Reins Corp. Tulisan huruf timbul warna hitam elegan itu seakan bersinar—atau mungkin aku terlalu tegang sampai melihat ilusi optik. Aku menengadah menatap gedung itu besar, misterius, dan sedikit menakutkan. Jantungku berdetak begitu kencang. Aku menarik napas dalam, membetulkan clutch di tangan, lalu mendorong pintu masuk. Bagian lobi dalamnya seperti galeri seni modern: putih bersih, langit-langit tinggi, dengan sentuhan minimalis dan pahatan patung dari baja di tengah ruangan. Di meja depan, seorang resepsionis wanita muda dengan jas krem dan ekspresi datar menyapaku. "Good morning, welcome to Ashwood & Reins." "H-hi. Saya Celine Nathalia. Punya jadwal interview pukul 10.00, untuk posisi editorial assistant." Dia mengetik beberapa detik, lalu mengangguk. "Silakan naik ke lantai dua belas. Ruangan 12-B. Gunakan lift kiri." “Terima kasih,” kataku dengan senyum gugup yang terlalu lebar. Saat aku berjalan ke lift, tumit sepatu hakku tersangkut dicela ubin lantai. Aku nyaris jatuh, tapi berhasil menyeimbangkan diri... Beberapa staf yang sedang lewat memalingkan wajah agar tidak terlihat menertawakan. Aku hanya tersenyum kaku. “Just checking if the floor is... stable.” Pintu lift terbuka dan aku masuk sambil menelan malu. Di dalam, aku menatap angka-angka tombol dan memencet lantai dua belas. Lift naik perlahan, tapi detak jantungku naik drastis. Pintu lift terbuka. Aku melangkah keluar menuju koridor panjang dengan karpet tebal. Di ujung, kulihat pintu bertuliskan 12-B. Seorang wanita tua berambut putih duduk di sofa menunggu, mengenakan kemeja biru muda dan celana bahan rapi. Aku berdiri di dekat pintu, duduk sebentar, lalu berdiri lagi karena gugup. Aku mengecek napas. Bau mint—aman. Beberapa menit kemudian, pintu terbuka. "Miss Celine Nathalia?" Seorang wanita dengan blazer marun dan clipboard memanggilku. “Yes, that’s me!” kataku agak nyaring dan terlalu cepat. Wanita itu tersenyum formal. “Silakan masuk.” Ruangan 12-B ternyata tidak sebesar yang kubayangkan. Tapi meja kayu besar di tengah dan rak majalah di dinding menampilkan banyak edisi berjudul SportsMind, Reins Quarterly, dan Ashwood Weekly. Dua orang duduk di meja—satu pria, satu wanita. Yang tengah adalah wanita dengan rambut pendek platinum blonde, tampak dominan. Dan disampinnya... oh tuhan. Itu dia. pria berjas biru tua dari aplikasi kemarin. Mataku membulat. Mulutku nyaris menganga. Tapi aku menahannya. “Silakan duduk, Miss Celine,” kata wanita platinum blonde. Aku menarik kursi dan... ya, kursinya terlalu berat. Saat kutarik dengan tenaga berlebihan, kaki kursi membentur kakiku sendiri dan aku hampir terduduk tanpa kendali. DUK! “A-ahahaha! Maaf, saya agak bersemangat,” kataku tergelak, mencoba mengaburkan rasa malu. Ketiganya menatapku datar. “Baik,” kata si platinum blonde. “Kami tertarik dengan portofolio Anda. Gaya penulisan Anda ringan, segar, dan... cukup impulsif, saya bisa katakan.” Aku tersenyum ragu. “Terima kasih?" “Coba jelaskan, kenapa Anda tertarik bekerja di majalah kami?” tanya pria berjas itu Aku menarik napas, lalu memulai dengan nada serius. “Well, saya selalu ingin berada di lingkungan yang... dinamis. Saya suka dunia media, dan Ashwood & Reins punya reputasi sebagai perusahaan yang memberi ruang kreatif. Plus, saya rasa... saya bisa menjadi warna baru di tim editorial Anda.” Interview berlanjut. Mereka menanyai tentang pengalaman kerja di toko baju. “Dan Anda tahu kami majalah olahraga, kan?” tanya si wanita platinum blonde lagi. Aku mengangguk. “Tentu. Saya mungkin tidak tahu semua, tapi saya tahu bagaimana menyusun kalimat yang membuat siapa pun mau membaca siapa pun.” Setelah sekitar 20 menit, mereka mengangguk pelan. “Well, we’ll contact you soon,” kata wanita itu. Aku berdiri, kali ini tanpa insiden jatuh. “Terima kasih atas waktunya. Saya sangat menghargai kesempatan ini.” aku melangkah keluar membuka pintu lift dengan hati yang sedikit lega karena telah menyelesaikan interview.Seminggu setelah hari yang melelahkan dan penuh tekanan bersama Jessica akhirnya aku terbebas, rutinitas ku mulai stabil sekarang. Aku mulai terbiasa dengan pola kerja yang cepat, tenggat waktu, dan kolaborasi antar tim yang penuh dengan tantangan. Hari ini, aku sedang duduk diruang rapat utama perusahaan, mengikuti rapat mingguan bersama para kepala tim, dan beberapa staff dari berbagai divisi. Ruangan dengan desain modern dengan dominasi warna putih Abu-abu itu dipenuhi cahaya oleh lampu langit-langit yang menyala terang. Dimeja panjang yang mengkilap, didepanku terdapat max bersama salah satu kepala tim divisi lain, disampingku ada Maddie yang tengah sibuk mencatat sesuatu, dan terdapat beberapa karyawan tim lain juga disana. Dan diujung ruangan, ada Josh yang berdiri didepan proyektor membahas strategi pemasaran untuk edisi majalah terbaru kami. Josh mengenakan jas bewarna hitam dengan kemeja putih yang disetrika rapi, dia tampak sangat profesional. kuakui dia tampan sangat tamp
Hari ini adalah hari ketiga aku bekerja di ashwood & reins corp, pagi ini cuacanya sedikit berangin, aku sampai harus memakai mantel panjang dalam perjalanan menuju kantor. Hari ini aku datang lebih awal dari biasanya, bahkan aku hanya memakai blouse coklat susu biasa, rambut yang di cepol seadanya, serta makeup tipis sekali. Saat datang aku telah disambut dengan sapaan riang dari Maddie yang tengah mengaduk kopinya, aku balik menyapanya juga tak lupa menyapa beberapa karyawan lain yang datang. saat aku baru saja duduk dikursi ku, tiba-tiba saja Maddie mendekat dengan secangkir kopi panas ditangannya, "bagaimana kemarin? apa dia menyulitkanmu?" tanyanya cepat aku mendelik geli menatapnya, "kau ini, ini bahkan masih sangat pagi dan kau mau mulai bergosip?" "aku hanya penasaran, kuharap kau tidak mati dalam seminggu bekerja disini hanya karena model yang menyebalkan itu." ucap Maddie membuatku terkekeh pelan kugelengkan kepala mendengarnya, "tenang saja, aku sudah terbiasa be
Hari kedua bekerja di ashwood & reins corp. Seharusnya menjadi hari yang lebih tenang dibanding kemarin. pagi itu aku datang lima belas menit lebih awal, mengenakan blouse putih berpita dan celana navy yang telah disetrika rapi. Rambutku kukuncir setengah ke belakang dan riasanku tampak segar. Aku berharap hari ini akan berjalan damai. tetapi begitu aku menaruh tas di meja, Maddie yang sibuk menatap kertas di mejanya menatapku sambil berkata dengan setengah tertawa, "selamat, kau mendapat kehormatan besar hari ini." "hah? kehormatan apa?" tanyaku bingung. Maddie menyerahkan sebuah catatan dari HR, yang sudah dilipat dua. aku membukanya cepat-cepat. dear Ms. Celine permintaan khusus karena asisten pribadi Jessica dalton sedang sakit, dimohon untuk Celine Nathalia membantu mendampingi Jessica selama sesi pemotretan hari ini dan memenuhi kebutuhannya. Mataku membola. "Jessica dalton? model itu? yang di sampul majalah edisi April?" "yup, si supermodel diva, Celine. good luck," uja
pagi itu tidak terasa seperti pagi yang biasanya. cahaya matahari menyelinap lewat tirai jendela dari apartemenku yang sedikit berdebu, tetapi aku tidak peduli, karena aku masih mengantuk tetapi saat sebuah suara notifikasi berbunyi, aku langsung terbangun. dan saat kubuka laptopku, aku melihat satu email masuk dari ashwood & reins corp. rasanya seperti dunia berhenti berputar selama lima detik. Subject : welcome to ashwood & reins corp Dear Celine Nathalia, kami dengan senang hati menyambut anda di ashwood & Reins corp sebagai junior editor staff. Silahkan datang pada pukul 09.00 dikantor dilantai 12, temui HR dan bersiaplah untuk bergabung bersama kami. -HR Dept Aku memekik seperti anak lima tahun yang baru dapat es krim. setelah berguling-guling sebentar dikasur, aku melompat bangkit dan bersiap. pagi ini aku tidak butuh drama, tidak ada topi bundar yang tersangkut, dan tidak ada tersandung kaki sendiri, aku harus tampil on point. Kupilih blouse lembut warna rose-beige,
Suasana sore di apartemenku seakan berhenti. hanya suara jarum jam berdetak lambat dan pendingin udara yang menggeram ringan di sudut ruangan aku masih bersila di atas kasur dengan laptop menyala di pangkuanku mataku terpaku pada email yang baru saja masuk judulnya 'tugas ujian final anda' dari ashwood & reins corp. Jantungku berdetak kencang, dan untuk sesaat aku merasa seperti karakter di film-film Netflix—bedanya, aku masih pakai piyama dengan gambar alpukat dan rambut kusut berantakan. Kubuka email itu dengan jari gemetar. Dear Celine Nathalia, Setelah mempertimbangkan hasil interview anda, kami memutuskan untuk memberikan anda kesempatan untuk masuk ke tahap akhir rekrutmen sebagai junior editor staff. Tugas anda adalah: 1. Membuat satu artikel pendek berteman olahraga ringan dengan pendekatan lifestyle. 2. Mengedit satu artikel yang kami lampirkan (harap perhatikan EYD, Tone bahasa, dan alur) Deadline: tiga hari sejak email ini dikirim Kami menantikan perspektif segar A
Pagi datang dengan perlahan. Sinar matahari menelusup lembut ke dalam kamar, menyinari wajahku yang masih setengah tenggelam di bantal. Suara alarm berbunyi. 📩 Ping! Sebuah notifikasi email masuk. Tanganku meraba-raba mencari laptop di samping ranjang. Dengan mata setengah tertutup dan rambut berantakan seperti singa habis tabrakan, aku membuka laptop. Layarnya menyala, dan... “Subject: Interview Invitation – Ashwood & Reins Corp” “Dear Ms. Celine Nathalia, We are pleased to inform you that your application has moved forward to the interview stage...” “AAAAAAAAAAAAA!!” Teriakanku memecah keheningan apartemen. “Aku dipanggil wawancara!!” Aku langsung bangkit dari ranjang. Detik itu juga aku langsung bersiap, Ini adalah hari potensi karier, masa depan. Aku membuka lemari dan langsung mengangkat dress yang sudah lama kusimpan untuk "situasi darurat fashion". Sebuah dress hitam simple dari Dior, dengan potongan leher sedikit rendah, pas badan dan berujung tepat di b