แชร์

Interview

ผู้เขียน: Beeblaze
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-21 18:24:21

Pagi datang dengan perlahan. Sinar matahari menelusup lembut ke dalam kamar, menyinari wajahku yang masih setengah tenggelam di bantal. Suara alarm berbunyi.

📩 Ping! Sebuah notifikasi email masuk.

Tanganku meraba-raba mencari laptop di samping ranjang. Dengan mata setengah tertutup dan rambut berantakan seperti singa habis tabrakan, aku membuka laptop. Layarnya menyala, dan...

“Subject: Interview Invitation – Ashwood & Reins Corp”

“Dear Ms. Celine Nathalia,

We are pleased to inform you that your application has moved forward to the interview stage...”

“AAAAAAAAAAAAA!!”

Teriakanku memecah keheningan apartemen.

“Aku dipanggil wawancara!!”

Aku langsung bangkit dari ranjang. Detik itu juga aku langsung bersiap, Ini adalah hari potensi karier, masa depan.

Aku membuka lemari dan langsung mengangkat dress yang sudah lama kusimpan untuk "situasi darurat fashion". Sebuah dress hitam simple dari Dior, dengan potongan leher sedikit rendah, pas badan dan berujung tepat di bawah lutut. Lalu kutarik laci bawah, mengambil topi bundar besar warna beige yang cantik—model Audrey Hepburn di film Breakfast at Tiffany's versi murah, tentu saja.

Kutata rambutku dengan roll rambut panas, pakai makeup tipis tapi fresh . sempurna.

Aku berdiri di depan kaca, memeriksa penampilan. “Oke, Celine. Kau elegan. Kau dewasa. Kau siap untuk jadi bagian dari majalah top itu.”

Dengan semangat membara, aku berlari ke pintu, mengambil clutch, lalu—karena ini New York dan aku bukan Serena van der Woodsen—aku naik bus. Ya, bus kota, penuh orang kantoran, turis bingung, dan satu-dua pengamen gitar.

Aku tiba di halte dengan topi besar dan attitude bak aktris Hollywood. Orang-orang melirik, sebagian mungkin berpikir aku terlalu overdressed untuk jam delapan pagi di hari kerja. Tapi aku tak peduli.

Bus datang dengan derit ban dan suara rem yang nyaris membuat jantung meloncat. Pintu terbuka, dan aku masuk dengan gaya anggun—ya, agak kepeleset sedikit, tapi berhasil tetap anggun.

Kumasuki lorong sempit antar kursi, lalu kulihat satu tempat kosong di sebelah seorang kakek tua berjanggut putih, yang duduk dengan wajah damai dan jaket tweed khas dosen sejarah pensiunan.

Aku duduk perlahan—tapi topiku... ya Tuhan, topiku!

Dengan gerakan penuh gaya, aku membalik tubuh dan "plak!"

Topiku menampar wajah si kakek.

Kakek itu tersentak. “Wah! Astaga, nona—”

“Oh my God!” seruku panik. “Maaf, maaf! Ini topi baru. Kadang suka... liar.” Aku menarik topi itu perlahan dan menaruhnya lebih rapi.

“Tak masalah,” katanya sambil tersenyum kaku. “Topi yang... sangat indah.”

Aku tersenyum malu, menatap ke depan. Bus terus melaju. Saat halte tujuanku hampir tiba, aku berdiri—kali ini dengan topi dalam pelukan.

Langkahku ringan turun dari bus. Kakiku mengetuk trotoar menuju gedung Ashwood & Reins Corp yang menjulang gagah di depan.

~~~

Langkahku berhenti di depan gedung tinggi menjulang yang kaca-kacanya memantulkan bayangan langit New York yang cerah. Ashwood & Reins Corp. Tulisan huruf timbul warna hitam elegan itu seakan bersinar—atau mungkin aku terlalu tegang sampai melihat ilusi optik.

Aku menengadah menatap gedung itu besar, misterius, dan sedikit menakutkan. Jantungku berdetak begitu kencang.

Aku menarik napas dalam, membetulkan clutch di tangan, lalu mendorong pintu masuk.

Bagian lobi dalamnya seperti galeri seni modern: putih bersih, langit-langit tinggi, dengan sentuhan minimalis dan pahatan patung dari baja di tengah ruangan. Di meja depan, seorang resepsionis wanita muda dengan jas krem dan ekspresi datar menyapaku.

"Good morning, welcome to Ashwood & Reins."

"H-hi. Saya Celine Nathalia. Punya jadwal interview pukul 10.00, untuk posisi editorial assistant."

Dia mengetik beberapa detik, lalu mengangguk. "Silakan naik ke lantai dua belas. Ruangan 12-B. Gunakan lift kiri."

“Terima kasih,” kataku dengan senyum gugup yang terlalu lebar.

Saat aku berjalan ke lift, tumit sepatu hakku tersangkut dicela ubin lantai.

Aku nyaris jatuh, tapi berhasil menyeimbangkan diri...

Beberapa staf yang sedang lewat memalingkan wajah agar tidak terlihat menertawakan. Aku hanya tersenyum kaku. “Just checking if the floor is... stable.”

Pintu lift terbuka dan aku masuk sambil menelan malu. Di dalam, aku menatap angka-angka tombol dan memencet lantai dua belas. Lift naik perlahan, tapi detak jantungku naik drastis.

Pintu lift terbuka.

Aku melangkah keluar menuju koridor panjang dengan karpet tebal. Di ujung, kulihat pintu bertuliskan 12-B. Seorang wanita tua berambut putih duduk di sofa menunggu, mengenakan kemeja biru muda dan celana bahan rapi.

Aku berdiri di dekat pintu, duduk sebentar, lalu berdiri lagi karena gugup.

Aku mengecek napas. Bau mint—aman.

Beberapa menit kemudian, pintu terbuka.

"Miss Celine Nathalia?" Seorang wanita dengan blazer marun dan clipboard memanggilku.

“Yes, that’s me!” kataku agak nyaring dan terlalu cepat.

Wanita itu tersenyum formal. “Silakan masuk.”

Ruangan 12-B ternyata tidak sebesar yang kubayangkan. Tapi meja kayu besar di tengah dan rak majalah di dinding menampilkan banyak edisi berjudul SportsMind, Reins Quarterly, dan Ashwood Weekly.

Dua orang duduk di meja—satu pria, satu wanita. Yang tengah adalah wanita dengan rambut pendek platinum blonde, tampak dominan. Dan disampinnya...

oh tuhan. Itu dia.

pria berjas biru tua dari aplikasi kemarin.

Mataku membulat. Mulutku nyaris menganga. Tapi aku menahannya.

“Silakan duduk, Miss Celine,” kata wanita platinum blonde.

Aku menarik kursi dan... ya, kursinya terlalu berat. Saat kutarik dengan tenaga berlebihan, kaki kursi membentur kakiku sendiri dan aku hampir terduduk tanpa kendali.

DUK!

“A-ahahaha! Maaf, saya agak bersemangat,” kataku tergelak, mencoba mengaburkan rasa malu.

Ketiganya menatapku datar.

“Baik,” kata si platinum blonde. “Kami tertarik dengan portofolio Anda. Gaya penulisan Anda ringan, segar, dan... cukup impulsif, saya bisa katakan.”

Aku tersenyum ragu. “Terima kasih?"

“Coba jelaskan, kenapa Anda tertarik bekerja di majalah kami?” tanya pria berjas itu

Aku menarik napas, lalu memulai dengan nada serius.

“Well, saya selalu ingin berada di lingkungan yang... dinamis. Saya suka dunia media, dan Ashwood & Reins punya reputasi sebagai perusahaan yang memberi ruang kreatif. Plus, saya rasa... saya bisa menjadi warna baru di tim editorial Anda.”

Interview berlanjut. Mereka menanyai tentang pengalaman kerja di toko baju.

“Dan Anda tahu kami majalah olahraga, kan?” tanya si wanita platinum blonde lagi.

Aku mengangguk. “Tentu. Saya mungkin tidak tahu semua, tapi saya tahu bagaimana menyusun kalimat yang membuat siapa pun mau membaca siapa pun.”

Setelah sekitar 20 menit, mereka mengangguk pelan.

“Well, we’ll contact you soon,” kata wanita itu.

Aku berdiri, kali ini tanpa insiden jatuh. “Terima kasih atas waktunya. Saya sangat menghargai kesempatan ini.”

aku melangkah keluar membuka pintu lift dengan hati yang sedikit lega karena telah menyelesaikan interview.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • DATE ME PLEASE!   Tawaran

    Hari ini setelah menyelesaikan semua pekerjaanku dan duduk berjam-jam hingga punggung dan bokongku keram, akhirnya aku bisa pulang. Kantorku sudah mulai sepi, lampu-lampu pun sudah banyak yang dimatikan, hanya tersisa beberapa karyawan yang lembur, hari ini aku tidak lembur. Aku meraih tas dan jaketku, dan berjalan perlahan kearah lift untuk turun kelantai satu. Sesampainya di lobi langkahku terhenti. Dibalik pintu kaca besar yang menghadap jalan utama, aku melihat sosok Josh yang berdiri tegap, membelakangi kantor, menatap langit malam yang mendung. Dia hanya berdiri diam disana seperti sedang menunggu seseorang. awalnya aku ragu tapi akhirnya ku beranikan diri untuk menghampirinya, "Malam pak." sapaku pelan Dia menoleh dan tersenyum kecil, "sudah selesai kerja?" tanyanya santai aku mengangguk, "iya, tapi bukankah.....hari sudah sangat malam, kenapa bapak belum pulang?" Josh tersenyum lebih lebar, "aku sedang menunggumu." aku terdiam beberapa detik. menungguku? "oh ti

  • DATE ME PLEASE!   Ajakan

    Dipagi hari ini cuaca terasa dingin. Awan mendung terlihat dibalik jendela apartemenku, aku menghela napas pelan lalu berjalan untuk mengambil syalku lalu kulilitkan dileher. Setelah pesta semalam aku langsung pulang, aku bahkan tidak mendengar apa yang dipidatokan oleh Josh. Dia sempat menyebut namaku dan menyuruhku naik keatas panggung untuk berdiri disampingnya, banyak orang bertepuk tangan dan mengucapkan selamat padaku. Ku ucapkan beberapa kata terimakasih atas pujian yang kudapatkan. Aku tak tau pasti, seperti kejadian semalam terlalu cepat berlalu. Aku minum terlalu banyak semalam hingga kepalaku pusing pagi ini. Perutku terasa mual, membuatku harus kekamar mandi dua kali. aku bahkan belum sarapan, jadi kuputuskan untuk memakan roti panggang dengan isian keju dan telur goreng. Setelah mengetahui bahwa max telah mempunyai seorang istri aku merasa kesempatanku untuk mendekatinya telah pupus. Tetapi aku tidak bersalah, kan? Aku bahkan tidak tau bahwa dia telah beristri, lagipu

  • DATE ME PLEASE!   Keberhasilan dan pesta

    Aku tak tau apa yang terjadi selanjutnya. Yang aku tau adalah ketika aku terbangun, sudah banyak orang yang mengelilingiku. Aku terbaring dikursi panjang, mataku menangkap beberapa wajah yang menatapku dengan pandangan khawatir, terutama Maddie yang berlutut menatapku. "apa dia tidak apa-apa?" tanya seseorang yang aku yakin salah satu karyawan disini "mungkin, aku rasa dia hanya kelelahan.“ "malang sekali.” dan banyak lagi suara-suara yang cukup kukenali ketika pandanganku mulai jelas, aku bangkit dan duduk dikursi panjang itu, menatap Maddie meminta penjelasan. Namun Maddie hanya menggelengkan kepalanya, “aku tidak tau pasti, kau tiba-tiba saja pingsan dan ya, disinilah kau sekarang.” jelasnya Aku menatap sekeliling, rupanya banyak sekali yang khawatir padaku atau mereka hanya terlalu kepo dengan apa yang terjadi. "tidak apa. aku sudah membaik, terimakasih karena sudah khawatir padaku, aku benar-benar tidak apa-apa.” ucapku sambil menatap mereka satu persatu seolah m

  • DATE ME PLEASE!   keberhasilan

    Pagi itu aku berjalan lesu menuju kantor, aku yang biasanya akan tampil memukau kini hanya mengenakan kemeja putih polos dan rok hitam diatas lutut tanpa hiasan apapun. Langkahku sedikit berat, perasaan malu masih bersarang didadaku. bagaimana bisa aku salah mengirim file? itulah kenapa ibuku selalu bilang "jika lelah maka tidurlah, jangan memaksakan diri." setibanya aku dikantor, aku dapat melihat beberapa karyawan yang sudah mulai berdatangan. Kulihat resepsionis yang biasanya menyapaku ramah kini mulai sedikit tersenyum padaku walau masih belum menyapaku lagi. Aku menaiki lift untuk kelantai 5 tempat ku bekerja. Saat lift terbuka aku langsung masuk kedalam namun saat pintu lift hendak tertutup sebuah tangan menahannya, dia max. Aku langsung menghentikan tombol lift agar dia bisa masuk max menahan pintu lift lalu tersenyum padaku yang ku balas dengan senyuman juga tentunya. "terimakasih." ucapnya yang ku balas dengan anggukan kecil hari ini max terlihat lebih ceria, dia

  • DATE ME PLEASE!   Teguran Dan Amarah

    Hari ini menurutku cuacanya sangat baik, tidak panas dan juga tidak dingin. udara cukup netral akhir-akhir ini sehingga membuatku bisa beraktivitas dengan lancar tanpa hambatan. namun anehnya ketika aku memasuki pintu kaca lobi, resepsionis yang biasanya menyapaku dengan ramah kini hanya terdiam tanpa melirikku sama sekali apakah dia sedang sakit? lalu kuputuskan untuk menyapanya duluan, "hai, pagi." sapaku seramah mungkin, namun dia hanya mengangguk kecil dan kembali dengan pekerjaannya tanpa tersenyum kepadaku Dan saat aku sampai dilantai tempat kerjaku, beberapa karyawan juga menatapku dengan tatapan yang menurutku aneh, ada yang berbisik, sementara beberapa pura-pura sibuk menatap layar komputer saat tak sengaja bertatapan denganku. langkah kakiku melambat, sepatu hak pendek terdengar nyaring ketika menyentuh lantai marmer putih. Setiba dimeja kerjaku, aku melihat Maddie yang sudah duduk di mejanya sambil meminum kopi dari Tumbler stainless miliknya. aku menaruh tas dikursi

  • DATE ME PLEASE!   Mr.morris & kecerobohan

    Langit sudah mulai bewarna oren saat aku baru saja keluar dari kantor, rambutku kini sudah sangat berantakan, sudah tidak bisa terhitung beberapa kali aku menyingkirkan anak rambut yang menghalangi mata dan membuat mataku perih, hari ini sungguh sangat melelahkan. Aku berjalan menuju halte bus tempat biasa aku duduk untuk menunggu bus lewat. Harum dari kue yang dipanggang tercium hingga kehidungku, rasanya perutku meronta ingin diisi. memang saat dikantor aku hanya makan sedikit karena tugasku yang menumpuk. Aku memilih duduk dihalte dari pada berdiri seperti kebanyakan orang yang menunggu bus datang. disebelahku, duduk pria kantoran berkemeja putih yang tengah membaca sebuah Koran yang sudah kuning dibagian ujungnya, aku rasa itu bekas tumpahan teh atau kopinya, dan disebelah kananku berdiri seorang perempuan yang mengenakan pakaian serba hitam seperti anak rock, kutatap anak itu dari atas sampai bawah hingga dia ikut menatapku balik lalu melotot kearahku, dengan cepat kualihkan pa

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status