Karena hari ini adalah hari libur jadi aku menikmatinya dengan membuka aplikasi di hpku, satu rahasia yang harus kalian tau bahwa aku ini mempunyai pekerjaan sampingan lainnya yaitu mencari pria tampan diaplikasi.
Dan disinilah aku berbaring tengkurap diatas ranjangku, meswap kekiri jika kutemukan pria yang menurutku jelek....maksudku yang bukan seleraku. "ugh, stylenya tidak menarik." Aku meswap kekiri lalu layar hpku memperlihatkan lagi foto pria bermata sipit sepertinya berasal dari korea atau China? “tampan sih tapi bukan seleraku.” Beberapa kali aku meswap layar dan kebanyakan kekiri, “apakah didunia ini kehabisan pria tampan!" Umpatku Lalu setelah mengatakan itu sesuatu muncul dilayar, foto pria berjas biru tua dengan dalaman kemeja putih, dengan potongan rambut model Classic Quiff, jam tangan yang dia gunakan juga terlihat mahal terutama hal yang paling penting adalah wajahnya, mata biru yang cerah, pahatan hidung yang sangat mancung dan alis tebalnya itu membuatnya menawan. “omg! Dia berasal dari new york?!” aku meneliti lagi biodatanya dan benar saja dia tinggal di New York dan bekerja di perusahaan yang letaknya tidak jauh dari apartemenku “baiklah, ini yang disebut dengan keberuntungan hidup kan?” Aku dengan segera mengambil mantelku karena keadaan diluar sedang dingin, hujan tidak berhenti turun sejak tadi malam membuatku kesusahan untuk pergi keluar, namun karena ini misi penting aku harus berusaha. Dengan mengambil payung yang kutaruh disamping pintu keluar, aku membuka pintu dengan cepat dengan tidak sabaran ingin pergi ketempat pria itu bekerja untuk memastikan apakah dia benar-benar bekerja disana atau tidak. Terserah kalian mau menyebutku apa, kalian Bisa juga sebut aku sebagai stalker. aku langsung keluar dan tidak lupa mengunci pintu apartmentku. “Wait for me, my darling.” Tujuanku hanya satu, kantor pria tampan itu. Perusahaan tempat dia bekerja adalah sebuah gedung tinggi kaca dengan nama besar di bagian lobi "Ashwood & Reins Corp.". Aku tidak tahu pasti apa bidangnya, entah keuangan atau hukum, yang jelas tempat itu terlihat sangat profesional. Aku berdiri agak jauh di seberang jalan, berpura-pura mengintip etalase toko kue kecil, padahal mataku hanya tertuju pada pintu berputar gedung itu. Sudah sepuluh menit aku menunggu, sesekali pura-pura bermain ponsel ketika orang menatapku Hingga akhirnya... Dia keluar. Rasanya seperti dunia berhenti sejenak. Dari balik pintu kaca itu, pria yang tadi kulihat di aplikasi kencan melangkah keluar. Sama persis seperti di foto—jas biru tua, rambut rapi, dan postur tubuh yang menawan. Ia mengeluarkan ponsel dari sakunya, menatap layar sebentar, lalu memasukkannya kembali. Langkahnya tegap, penuh percaya diri. dia nyata. Oke, Celine. Saatnya kamu mendekat. Aku menyeberangi jalan sambil memegang payung yang agak miring terkena angin. Kakiku melangkah cepat, tapi di tengah trotoar aku tidak sadar bahwa ujung hak sepatuku mengenai bagian retakan trotoar yang licin. Dan dalam sekejap— “Aaaaa—!” Aku tersandung. Tanganku yang ingin menahan tubuhku malah dengan refleks menarik apa yang bisa kuraih… yang ternyata adalah bagian pinggang celana pria itu. Craaaak! Suara mengerikan dari kancing celananya yang tertarik keras menyatu dengan suara tubuhku yang jatuh terjerembap ke dalam becekan air hujan kotor di pinggir jalan. Seketika, semua hening. Rasanya seperti seluruh orang di sekitar kami berhenti bergerak. Celana bagian pinggang pria itu sedikit melorot sebelum ia menariknya cepat dan memandang ke bawah—menatapku yang duduk di kubangan air berlumpur dengan syal Burberry yang kini kotor dan basah, wajahku nyaris tak bisa kulukiskan: tercampur antara syok, malu, frustrasi, dan… ingin menghilang dari dunia. Dia menatapku tanpa ekspresi. Aku mengangkat kepala perlahan. “H-hi,” ucapku pelan, tubuhku terasa dingin dan mataku berkedip cepat menahan malu. Dia menatapku datar, seolah aku alien yang baru saja jatuh dari langit dan menarik celananya di depan umum. Dia akhirnya membuka mulut. “Kau… baik-baik saja?” Aku hendak mengangguk dan menjawab ketika tiba-tiba seorang pria lain muncul dari arah pintu gedung, mengenakan kemeja putih yang digulung hingga siku dan celana kain hitam, tampak seperti karyawan biasa. “Hey, max,” panggilnya kepada pria yang sedang kutatap dengan malu itu. Max—jadi namanya benar Max!—menoleh cepat. “Kau harus segera ikut rapat klien. Mereka sudah menunggu di lantai dua. Aku minta kau sekarang juga kesana, aku sedang ada urusan lain.” Max menatapku sekilas. Wajahnya ragu-ragu. Ia tampak hendak membantuku, tapi lalu mengangguk pada pria berkemeja itu dan menjawab cepat, “Baik, aku ke atas sekarang.” Tanpa menoleh lagi padaku, dia berbalik dan berjalan cepat masuk kembali ke dalam gedung—meninggalkan aku yang masih terduduk becek di pinggir jalan seperti boneka rusak. Aku menatap pria berkemeja yang baru saja menyuruh max pergi. Amarahku naik. “Hey!” seruku dengan suara setengah gemetar, berdiri sambil merapikan rok yang kini basah dan lengket di kulit. Pria itu menoleh. “Ya?” tanyanya. “Siapa kau yang berhak menyuruh-nyuruh bosmu sendiri? Aku hampir saja mendapat momen bersejarah hidupku, dan kau malah menghancurkannya! Kau terlalu lancang!” Pria itu berkedip, lalu menatapku dari atas sampai bawah—mungkin menilai tampilanku yang kacau dan tubuhku yang belepotan air hujan bercampur debu jalan. “...Bos?” tanyanya perlahan, lalu bibirnya membentuk senyum tipis heran. “Aku... bukan bawahannya. Max itu rekan kerjaku. Dan... gadis aneh sepertimu terlalu percaya diri menyimpulkan hal-hal yang salah.” Aku terdiam. Dia menyeringai kecil. Lalu pria itu berbalik dan masuk ke dalam gedung, menyisakan aku dengan pipi panas dan mata melotot tak percaya. Aku berbalik. Menatap punggung pria itu. “HEI! PRIA BERKEMEJA! KAU... KAU MENYEBALKAN! AKU DOAKAN KAU TERLINDAS KARET BAN MOBIL BESOK PAGI!” teriakku dari luar. Dia menoleh sebentar. Menatapku. “SEMOGA HARIMU JUGA MENYENANGKAN!” balasnya lalu dia menggeleng pelan. Dan hilang di balik pintu lobi kaca yang tertutup otomatis. Aku berdiri diam di sana. Angin bertiup, membawa udara dingin yang langsung menembus pakaianku yang sudah basah kuyup. Syal Burberry favoritku kini menjuntai kotor seperti kain pel, dan sepatu hak tinggiku terdengar nyaring setiap kali aku melangkah kembali ke trotoar. Aku menghela napas panjang. “Ini hari terburukku,” gumamku lirih. Langkah kakiku berat saat menyeberangi jalan kembali. Setiap orang yang lewat seolah memandangku. “besok aku akan datang lagi kesini, lihat saja.” gumamku mendelik kearah perusahaan megah itu Dan saat bus datang, aku naik tanpa banyak berpikir. Mataku menatap ke luar jendela yang basah oleh embun, dan pikiranku berulang kali memutar momen ketika aku menarik celana pria tampan impianku. Bagus, Celine. Sangat elegan. Sangat meyakinkan. Dan... jatuh di becekan. Menyebalkan.Seminggu setelah hari yang melelahkan dan penuh tekanan bersama Jessica akhirnya aku terbebas, rutinitas ku mulai stabil sekarang. Aku mulai terbiasa dengan pola kerja yang cepat, tenggat waktu, dan kolaborasi antar tim yang penuh dengan tantangan. Hari ini, aku sedang duduk diruang rapat utama perusahaan, mengikuti rapat mingguan bersama para kepala tim, dan beberapa staff dari berbagai divisi. Ruangan dengan desain modern dengan dominasi warna putih Abu-abu itu dipenuhi cahaya oleh lampu langit-langit yang menyala terang. Dimeja panjang yang mengkilap, didepanku terdapat max bersama salah satu kepala tim divisi lain, disampingku ada Maddie yang tengah sibuk mencatat sesuatu, dan terdapat beberapa karyawan tim lain juga disana. Dan diujung ruangan, ada Josh yang berdiri didepan proyektor membahas strategi pemasaran untuk edisi majalah terbaru kami. Josh mengenakan jas bewarna hitam dengan kemeja putih yang disetrika rapi, dia tampak sangat profesional. kuakui dia tampan sangat tamp
Hari ini adalah hari ketiga aku bekerja di ashwood & reins corp, pagi ini cuacanya sedikit berangin, aku sampai harus memakai mantel panjang dalam perjalanan menuju kantor. Hari ini aku datang lebih awal dari biasanya, bahkan aku hanya memakai blouse coklat susu biasa, rambut yang di cepol seadanya, serta makeup tipis sekali. Saat datang aku telah disambut dengan sapaan riang dari Maddie yang tengah mengaduk kopinya, aku balik menyapanya juga tak lupa menyapa beberapa karyawan lain yang datang. saat aku baru saja duduk dikursi ku, tiba-tiba saja Maddie mendekat dengan secangkir kopi panas ditangannya, "bagaimana kemarin? apa dia menyulitkanmu?" tanyanya cepat aku mendelik geli menatapnya, "kau ini, ini bahkan masih sangat pagi dan kau mau mulai bergosip?" "aku hanya penasaran, kuharap kau tidak mati dalam seminggu bekerja disini hanya karena model yang menyebalkan itu." ucap Maddie membuatku terkekeh pelan kugelengkan kepala mendengarnya, "tenang saja, aku sudah terbiasa be
Hari kedua bekerja di ashwood & reins corp. Seharusnya menjadi hari yang lebih tenang dibanding kemarin. pagi itu aku datang lima belas menit lebih awal, mengenakan blouse putih berpita dan celana navy yang telah disetrika rapi. Rambutku kukuncir setengah ke belakang dan riasanku tampak segar. Aku berharap hari ini akan berjalan damai. tetapi begitu aku menaruh tas di meja, Maddie yang sibuk menatap kertas di mejanya menatapku sambil berkata dengan setengah tertawa, "selamat, kau mendapat kehormatan besar hari ini." "hah? kehormatan apa?" tanyaku bingung. Maddie menyerahkan sebuah catatan dari HR, yang sudah dilipat dua. aku membukanya cepat-cepat. dear Ms. Celine permintaan khusus karena asisten pribadi Jessica dalton sedang sakit, dimohon untuk Celine Nathalia membantu mendampingi Jessica selama sesi pemotretan hari ini dan memenuhi kebutuhannya. Mataku membola. "Jessica dalton? model itu? yang di sampul majalah edisi April?" "yup, si supermodel diva, Celine. good luck," uja
pagi itu tidak terasa seperti pagi yang biasanya. cahaya matahari menyelinap lewat tirai jendela dari apartemenku yang sedikit berdebu, tetapi aku tidak peduli, karena aku masih mengantuk tetapi saat sebuah suara notifikasi berbunyi, aku langsung terbangun. dan saat kubuka laptopku, aku melihat satu email masuk dari ashwood & reins corp. rasanya seperti dunia berhenti berputar selama lima detik. Subject : welcome to ashwood & reins corp Dear Celine Nathalia, kami dengan senang hati menyambut anda di ashwood & Reins corp sebagai junior editor staff. Silahkan datang pada pukul 09.00 dikantor dilantai 12, temui HR dan bersiaplah untuk bergabung bersama kami. -HR Dept Aku memekik seperti anak lima tahun yang baru dapat es krim. setelah berguling-guling sebentar dikasur, aku melompat bangkit dan bersiap. pagi ini aku tidak butuh drama, tidak ada topi bundar yang tersangkut, dan tidak ada tersandung kaki sendiri, aku harus tampil on point. Kupilih blouse lembut warna rose-beige,
Suasana sore di apartemenku seakan berhenti. hanya suara jarum jam berdetak lambat dan pendingin udara yang menggeram ringan di sudut ruangan aku masih bersila di atas kasur dengan laptop menyala di pangkuanku mataku terpaku pada email yang baru saja masuk judulnya 'tugas ujian final anda' dari ashwood & reins corp. Jantungku berdetak kencang, dan untuk sesaat aku merasa seperti karakter di film-film Netflix—bedanya, aku masih pakai piyama dengan gambar alpukat dan rambut kusut berantakan. Kubuka email itu dengan jari gemetar. Dear Celine Nathalia, Setelah mempertimbangkan hasil interview anda, kami memutuskan untuk memberikan anda kesempatan untuk masuk ke tahap akhir rekrutmen sebagai junior editor staff. Tugas anda adalah: 1. Membuat satu artikel pendek berteman olahraga ringan dengan pendekatan lifestyle. 2. Mengedit satu artikel yang kami lampirkan (harap perhatikan EYD, Tone bahasa, dan alur) Deadline: tiga hari sejak email ini dikirim Kami menantikan perspektif segar A
Pagi datang dengan perlahan. Sinar matahari menelusup lembut ke dalam kamar, menyinari wajahku yang masih setengah tenggelam di bantal. Suara alarm berbunyi. 📩 Ping! Sebuah notifikasi email masuk. Tanganku meraba-raba mencari laptop di samping ranjang. Dengan mata setengah tertutup dan rambut berantakan seperti singa habis tabrakan, aku membuka laptop. Layarnya menyala, dan... “Subject: Interview Invitation – Ashwood & Reins Corp” “Dear Ms. Celine Nathalia, We are pleased to inform you that your application has moved forward to the interview stage...” “AAAAAAAAAAAAA!!” Teriakanku memecah keheningan apartemen. “Aku dipanggil wawancara!!” Aku langsung bangkit dari ranjang. Detik itu juga aku langsung bersiap, Ini adalah hari potensi karier, masa depan. Aku membuka lemari dan langsung mengangkat dress yang sudah lama kusimpan untuk "situasi darurat fashion". Sebuah dress hitam simple dari Dior, dengan potongan leher sedikit rendah, pas badan dan berujung tepat di b