Kevin terkejut mendengar suara perempuan itu. Dea mendekati suaminya yang nampak sibuk di meja rias miliknya. Tatapan penuh curiga ditujukan pada suaminya. Kevin nampak gusar dan langsung menaruh benda yang sebelumnya ia pegang.
“Lagi cari apa Mas?” tanyanya penasaran.
“Lagi nyari minyak kayu putih, Mas tiba-tiba masuk angin,” kelit Kevin. Lelaki itu langsung membalikkan tubuhnya menghadap Dea. Mata lelaki itu bergerak ke kiri dan ke kanan dengan cepat. Itu adalah salah satu tanda orang sedang berbohong, Dea mengetahui hal itu. Dipindainya leher Kevin, bercak itu sudah hilang. Bukan hilang melainkan ditutup oleh bedak, terlihat sangat berantakan.
‘Sepertinya dia buru-buru sampai bedak itu tidak rata,’ pikir Dea.
“Minyak kayu putihnya habis Mas, pakai balsem aja ya,” tawar Dea.
“I-iya,” jawab Kevin gelagapan. Lelaki itu beberapa kali terlihat menggaruk telinganya guna menutupi bercak yang ada di lehernya. Dea sangat mengetahui tingkah suaminya.
Perempuan itu langsung berjalan ke meja rias dan menarik laci tempat balsem itu berada.
“Ini Mas.” Dea menyodorkan cup balsem pada suaminya. Kevin langsung menerima benda itu dan mengoleskannya di leher dan perut.
“Terimakasih Sayang,” ucapnya sembari mengecup kening Dea. Perempuan itu terdiam, tetapi Kevin langsung menyeretnya untuk segera merebahkan tubuh di atas ranjang.
“Kerjaanmu sudah selesai?” tanya lelaki itu.
“Sudah,” jawab Dea dingin.
“Kalau begitu ayo tidur Dik, ini sudah jam duabelas malam,” ajak Kevin.
Dia langsung memeluk tubuh perempuan di depannya. Dea hanya diam menerima pelukan itu. Sikap suaminya yang sangat manis ini membuat perempuan itu muak. Tanpa dia sadari, selama ini Kevin melakukan hal romantis hanya untuk menutupi kebejatannya. Pantas saja akhir-akhir ini sikapnya suka berubah drastis, dari dingin tiba-tiba menjadi hangat.
Ia sudah lelah merasakan rumah tangga yang semakin kehilangan arah. Dea sudah berpikir untuk menggugat cerai suaminya setelah semua bukti terkumpul. Ia bahkan sudah memikirkan berbagai kemungkinan tragis yang akan terjadi pada dirinya.
Pembalasan dendam atas pengkhianatan ini segera terbayarkan. Dea akan merampas semua kekayaan Kevin dengan menyerahkan bukti ke pengadilan agama. Bahkan foto di atas ranjang.
‘Aku harus kuat! Lihat, pahami, lalu bergerak,’ batin Dea yang masih berada di dekapan suaminya. Ia berusaha menguatkan diri menghadapi polemik rumah tangganya. Bahkan perempuan ini sudah siap menyandang gelar janda yang akan tersemat dalam dirinya beberapa bulan ke depan.
Gelar ini terkesan memalukan mengingat dia adalah seorang guru PNS di salah satu Sekolah Menengah Negeri Surabaya. Namun, Dea tak ingin berada di lingkar neraka lebih lama. Ia ingin segera menuntaskan semua penderitaan dalam pernikahan ini dengan cepat. Lelah bergulat dengan pikirannya, kesadaran Dea mulai menghilang dan tergantikan oleh alam mimpi.
***
Keesokan paginya, Dea melihat Kevin sedang sibuk di dapur.
“Lagi apa Mas?” tanyanya penasaran. Pria itu sangat jarang menjamah dapur rumahnya. Ini terlihat sangat ganjil.
“Lagi bikin sarapan,” jawab Kevin dengan menenteng teplon berisikan dua telur mata sapi.
“Mas bisa masak?” tanyanya dengan sedikit terkekeh. Melihat celemek yang bertengger di tubuh lelaki itu terasa sangat menggemaskan.
“Coba incipi masakan Mas dulu.” Kevin memberikan sepiring nasi goreng lengkap dengan toping spesial pada istrinya.
‘Sikapmu benar-benar manis Mas, tapi siapa sangka kamu sembunyikan racun di bawah madu yang manis.’ batin Dea sembari menatap makanan di depannya.
‘Jika kamu menyediakan madu dan racun secara bersamaan, maka aku akan memberikan lebah dan ular untukmu. Tunggu saja!’
"Perutku sakit banget, Sayang. Seperti kontraksi," jawab Dea dengan suara gemetar.Andre segera memeriksa jam tangannya. "Tapi ini belum waktunya, kan? Masih beberapa minggu lagi!" Namun, melihat ekspresi Dea yang pucat, ia tak berani menunda. "Kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu sebentar, aku ambil kunci mobil."Dea mengangguk, meski tubuhnya terus menggeliat karena rasa sakit. Andre kembali dengan mantel dan payung, membantunya bangun dengan hati-hati.Di perjalanan menuju rumah sakit, Dea terus mencengkeram lengan suaminya. Pria itu pun dibuat kalap dengan satu tangan memegang kemudi. "Aduh, Mas sakit banget. Aku nggak kuat," keluhnya.Andre berusaha tetap tenang, meskipun dadanya terasa sesak melihat istrinya kesakitan. "Sayang, bertahan ya. Kita sebentar lagi sampai," katanya sambil mempercepat laju mobil.Setibanya di rumah sakit, para perawat langsung membawa Dea ke ruang bersalin. Andre mendampingi dengan wajah penuh kecemasan. Dokter masuk dan memeriksa kondisi Dea dengan ce
“Waalaikumsalam,” jawab Icha cepat-cepat sambil membuka pintu. Berdiri di sana, Kevin dengan setelan kerjanya yang rapi, wajahnya tampak lelah, tetapi ada senyum tipis yang terukir.“Kamu baru pulang?” tanya Icha langsung, nada suaranya sedikit tajam meski ia mencoba menahannya. Evan yang masih dalam gendongannya mulai merengek lagi, membuatnya semakin frustasi.Kevin mengangguk sambil melepas sepatu. “Iya, maaf lama. Ada kerjaan tambahan tadi. Stok baju menumpuk dan harus di display. Ditambah, aku juga menambah manekin sesuai idemu. Aku sudah memasang banyak setelan yang kamu atur.” Ia mendekati mereka, mengusap kepala Evan yang langsung melenguh kecil, tetapi tetap rewel.“Aku hampir gila sendiri di rumah, tahu nggak?” keluh Icha sambil membawa Evan ke ruang tamu. Namun, ada kebahagiaan sendiri karena ide yang sempat ia katakan pada Kevin, sekarang telah teralisasikan. Dia yang dulunya suka shopping dan selalu memakai outfit kece, ternyata bisa merembak ke bisnis toko baju yang mere
Beberapa hari setelah kabar kehamilan itu, Andre dan Dea memutuskan untuk mengundang kedua keluarga mereka untuk makan malam di rumah. Andre telah mengatur semuanya, dari makanan hingga dekorasi sederhana yang akan digunakan untuk menyampaikan kabar gembira tersebut.Dea berdiri di depan cermin, mengenakan gaun longgar yang sengaja dipilih karena ia mulai merasa tak nyaman dengan pakaian yang ketat di perut. Ia menyentuh perutnya yang masih datar dengan perasaan takjub, seolah tak percaya bahwa kehidupan baru tengah tumbuh di dalamnya.“Kamu cantik,” komentar Andre yang muncul dari balik pintu kamar. Ia mendekat, melingkarkan lengannya di pinggang Dea.“Kamu yakin mereka akan senang?” tanya Dea sambil menatap Andre lewat pantulan cermin.Andre tertawa kecil, mencium kening Dea dengan lembut. “Ayah dan Mama pasti akan sangat senang. Apalagi Oma. Dia sudah lama menunggu kabar seperti ini.”Dea mengangguk, meski hatinya tetap berdebar. Ia masih merasa gugup untuk menyampaikan kabar terse
Setelah hampir dua minggu menikmati bulan madu yang penuh kenangan di Maldives, Dea dan Andre akhirnya kembali ke rumah mereka yang megah. Malam itu, mereka tiba di bandara dengan suasana hati yang lelah tetapi bahagia.“Welcome home, Pak Andre, Bu Dea,” sapa seorang pelayan ketika mereka melangkah masuk ke dalam rumah. Bagi Dea rumah itu terasa lebih besar dari tempat yang selama ini ia tinggali, tetapi kehangatan dari staf yang menyambut mereka membuat Dea merasa nyaman.“Terima kasih,” jawab Andre singkat. Ia menoleh ke arah Dea, yang terlihat sedikit pucat. “Kamu capek? Mau langsung istirahat?”Dea mengangguk sambil tersenyum kecil. “Sepertinya begitu. Perjalanan panjang tadi bikin aku sedikit mual.”Andre mengernyit, menunjukkan kekhawatirannya. “Kamu yakin cuma capek? Jangan-jangan kamu sakit.”Wanita itu hanya tertawa kecil. “Nggak kok, mungkin hanya masuk angin. Besok juga pasti sembuh.”Andre menghela napas, tapi akhirnya mengangguk. “Kalau gitu, ayo naik. Aku bawakan kopermu
Tanpa menunggu lagi, sepasang pengantin yang baru saja melakukan malam pertama segera terbang ke luar negeri."Mas, kita mau ke mana?" tanya Dea. Ia sedari tadi hanya mengekori suaminya. Semua keperluan sudah diatur Andre dan staffnya. Jadi, wanita itu tidak tau mereka akan terbang ke mana. Suaminya pun hanya membalasnya dengan senyuman kecil. "Nanti juga tau," ujar lelaki itu sembari menoel hidung Dea.Namun, jawaban atas rasa penasaran wanita itu langsung terjawab ketika jet yang ia tumpangi landing di salah satu bandara yang ada di Maldives. Dea tak menyangka dan tak terpikirkan akan berada di negara ini. Pagi pertama mereka di Maldives dimulai dengan sinar matahari lembut yang menerobos tirai kamar villa di atas laut. Dea membuka mata perlahan, menghirup aroma udara laut yang menyegarkan. Ia merasakan kain lembut selimut yang menyelimuti tubuhnya dan ketenang di sekitarnya.Ketika ia menoleh, Andre sudah duduk di teras luar, hanya memakai kemeja santai berwarna putih dan celana p
Kevin kehilangan kata-kata. Zahra hanya berdiri di tempatnya, matanya kembali berkaca-kaca, tetapi tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun.Icha mengusap air matanya dengan kasar, sambil tetap memeluk Evan. Suaranya gemetar saat ia melanjutkan, “Aku meninggalkan keluargaku demi kamu, Kevin. Aku melawan dan menghadapi dunia sendirian, bahkan saat aku melahirkan anak ini. Apa balasanmu? Kamu bawa perempuan lain masuk ke rumah kita!”“Icha, aku tahu aku salah,” Kevin berkata dengan nada putus asa. “Tapi aku ingin memperbaikinya. Demi Evan. Tolong beri aku kesempatan-”Kata-kata itu seperti palu godam yang menghantam Icha. Tubuhnya terasa lemas, dan ia hanya terpaku. Suaminya hanya memikirkan putra mereka, bukan dirinya. Zahra yang tak sanggup melihat perseteruan mereka, berbalik dan melangkah pergi tanpa berkata apa-apa.Icha menunduk, menatap bayi kecil di pelukannya yang akhirnya berhenti menangis. Ia mengusap lembut kepala Evan sambil berbisik, “Kita pergi dari sini, Nak. Kita tid