Share

7.SESUATU YANG SEDANG TERJADI

Meyra mendesah jengah menjadi semakin gusar karena mendapati lelaki yang baru dikenalnya dua hari itu memaksakan pertanyaan demi pertanyaan untuk dijawabnya.

“Mas Nehan tak ingin aku terlalu lelah karena sebentar lagi aku harus melanjutkan spesialisasiku. Dia tak mau konsentrasiku. Aku harus menyelesaikan kuliahku tepat waktu agar kami bisa segera kembali ke Indonesia dan tinggal di negeri asal kami, terlebih sekarang Mas Nehan sudah memulai usahanya di sana.”

“Iya, dengan dibantu oleh daddyku. Kamu tahu jika daddy melakukannya karena atas permintaan Tante Cyntia, maminya Nehan. Dia sangat ingin putra kesayangannya itu kembali bersamanya.”

Meyra mengernyit resah. Ia masih saja tak bisa menemukan korelasi atas apa yang sedang Kenrich sampaikan saat ini.

“Sebenarnya apa yang akan kamu katakan padaku? Kamu terdengar sedang menyudutkan Mas Nehan. Memangnya salah jika Om Sony memberikan bantuan pada suamiku, dan memangnya salah juga kalau mami meminta Om Sony membantu Mas Nehan?” sergah Meyra menjadi sangat terganggu.

”Kamu benar-benar tak menyadari apapun Mey?” tanya Kenrich lagi.

Meyra mendesah panjang sembari menggelengkan kepalanya.

Di saat ia merasa semakin pening memikirkan kata-kata Kenrich mendadak gawainya berbunyi yang segera Meyra raih demi bisa menerima panggilan dari sahabatnya yang sudah lama tak bisa ia hubungi.

Tentu saja Meyra sangat bersemangat menerima panggilan itu. Bahkan kini ia memilih pergi meninggalkan Kenrich yang masih menatapnya penuh arti.

[”Sekar, tumben kamu nelpon?”] tanya Meyra dengan sangat antusias menyapa sahabatnya sejak kecil itu yang pernah mendampinginya melewati masa-masa sulit ketika Meyra masih tinggal bersama ibunya yang pemadat.

[”Mey, kamu sedang nggak sibuk kan?”] tanya Sekar dari seberang sana.

Bagi Meyra suara sahabatnya itu terdengar agak luruh seperti memendam sebuah kesedihan yang masih menjadi misteri baginya.

[”Nggak, aku masih di Zurrich menunggu penerbanganku ke New York nanti malam. Kebetulan aku sedang sangat bosan menunggu, jadi aku senang sekali mendapati kamu nelpon. Kar, kedengerannya kamu lagi banyak pikiran, ada masalah apa nih? Cerita dong sama aku, biasanya kamu selalu cerita semuanya.”]

Sejenak terdengar suara tarikan nafas berat begitu jelas di telinga Meyra, semakin menegaskan pada Meyra jika sahabatnya itu tidak sedang baik-baik saja.

[”Mey, kamu tahu kan selama ini jika aku selalu menganggapmu sahabat terbaikku. Aku selalu berusaha membantumu, dan mendukungmu apapun itu. Kali ini apakah saat aku membutuhkan dukungan kamu, kamu mau mendukungku Mey?”]

Meyra mengernyit gelisah menjadi semakin penasaran dengan permasalahan yang sedang dihadapi sahabatnya saat ini.

[”Kamu kenapa? Apa persoalan dengan pamanmu lagi? Apa dia minta uang sama kamu lagi?”]

[”Tidak bukan itu, bahkan sekarang aku tinggal di tempat yang jauh lebih baik sekarang, aku sudah tak memusingkan uang lagi dan pamanku juga sudah mendapatkan apa yang ia mau.”]

[”Lantas apa persoalannya?”] tanya Meyra semakin tak mengerti.

[”Aku hanya ingin kamu tahu saja kalau sekarang aku sedang merasa sangat bersalah, tapi sungguh saat ini aku benar-benar tak memiliki pilihan lain, sedangkan apa yang aku putuskan sekarang sebenarnya adalah demi membalas budi pada seseorang yang sudah menyelamatkan aku dan memberikan aku banyak bantuan.”]

Meyra mulai menyergah jengah. Ia sangat tak suka jika sahabatnya itu tak berterus terang dengan gamblang padanya.

[”Kar, kamu membuat aku malah jadi penasaran. Katakan padaku kenapa kamu sekarang merasa bersalah?”] tanya Meyra mencecar.

Untuk beberapa lama masih tak terdengar jawaban dari seberang sana. Meyra malah sayup-sayup mendengar suara isak tertahan dari sahabatnya itu. Meyra menjadi sangat resah.

[”Mey, sampai kapanpun aku akan tetap menganggapmu sebagai sahabat terbaikku dan kuharap kamu juga akan tetap menganggapku seperti itu.”]

[”Kar, tunggu kamu masih belum mengatakan apapun padaku. Jawab dulu pertanyaanku Kar, kenapa kamu merasa bersalah dan kamu merasa bersalah sama siapa sih? Kamu jangan buat aku penasaran Kar,”] tegas Meyra menjadi tak sabar, ingin rasanya saat ini juga Meyra mendatangi sahabatnya itu mendampingi serta memaksanya untuk mengatakan semuanya.

Tapi nyatanya sebelum Meyra mendapatkan jawaban apapun mendadak sahabatnya itu sudah menutup sambungan telepon mereka. Dan ketika Meyra berusaha untuk menghubungi Sekar lagi, sahabatnya dari kecil itu sudah mematikan gawainya. Pembicaraan mereka benar-benar terputus sekarang.

Sembari mengernyit gusar memendam rasa penasaran, Meyra hanya bisa memandangi layar gawainya menelisik foto sahabatnya yang dijadikan profil panggilan.

”Kar, aku harap kamu bisa mengatasi masalahmu ini,” gumam Meyra bermonolog.

Meyra yang sekarang berada di dalam kamar yang ditempatinya di lantai atas akhirnya memutuskan untuk mengabaikan semua yang beban pikirannya setelah mendapatkan panggilan telepon dari sahabatnya.

Setelahnya wanita cantik itu memutuskan untuk mulai mengemasi barang-barangnya yang tersisa. Tapi ketika akan menutup kopornya mendadak gelang pemberian suaminya tersangkut ketika akan mengangkat kopor yang sudah ditutupnya. Tarikan yang tanpa sengaja dilakukannya malah membuat gelang itu putus.

Seketika Meyra mengambil gelang itu dengan hati yang mendadak digayuti sebuah firasat yang segera membuatnya teringat pada sang suami.

”Mas Nehan, kenapa aku merasa sesuatu sudah terjadi pada dia? Aku harus menghubunginya segera aku yakin dia pasti sudah sampai di Jakarta,” gumam Meyra berbicara pada dirinya sendiri sembari melirik pada jam tangannya.

Meyra mulai menghubungi suaminya. Tapi sampai beberapa lama masih tak ada sahutan. Meyra mulai menjadi sebegitu gusar. Ia tak tahu harus menghubungi siapa lagi. Sementara ia juga menjadi ragu untuk menghubungi ibu mertuanya karena yang Meyra tahu ibu mertuanya itu sedang sakit keras sekarang.

Akhirnya yang bisa dilakukan Meyra sekarang hanyalah berusaha mengenyahkan berbagai firasat buruk yang berkelindan di dalam pikirannya saat ini.

Segera Meyra simpan gelangnya yang putus itu dan ia kembali melanjutkan kegiatannya mengemasi semua barang serta membawa semua kopor itu ke bawah.

Meyra segera mendapatkan bantuan dari Kenrich ketika lelaki itu melihat Meyra agak kerepotan mengeluarkan dua kopor besar itu dari lantai atas.

”Kenapa kamu tak meminta bantuanku?” ucap Kenrich saat sudah mengambil alih semua kopor itu yang kemudian ia geret ke arah depan.

Meyra tak langsung menanggapi ucapan lelaki bersurai pirang itu, ia masih terseret dalam pikirannya sendiri dengan berbagai macam praduga berkelindan yang sekarang membuatnya terlalu gusar.

”Apa kamu mendapatkan kabar buruk?” tanya Kenrich ketika melihat ekspresi Meyra yang berubah luruh.

Meyra segera melirik pada Kenrich yang sedang memperhatikannya tapi kemudian mengedikkan bahu tipis.

”Memangnya siapa tadi yang menelponmu?” tanya Kenrich yang kembali mencecar Meyra yang sedang tampak sangat rapuh sekarang.

”Bukan siapa-siapa,” jawab Meyra yang sekarang sangat enggan berterus terang.

Meski Kenrich adalah sepupu suaminya tapi Meyra masih saja menganggap dia sosok yang asing yang ia pikir tak perlu tahu dengan apa yang bergelayut di dalam benaknya saat ini.

Tapi Kenrich malah menelisik Meyra semakin dalam.

”Kurasa aku tahu apa yang sedang kamu pikirkan sekarang,” tukas Kenrich sangat percaya diri dengan tatapannya yang dalam penuh arti.

”Kamu hanya akan menebakku saja,” sergah Meyra tidak suka.

”Bagaimana jika aku katakan sekarang kamu sedang memikirkan kata-kata sahabatmu?”

Sontak Meyra menyergap Kenrich dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.

”Dari mana kamu tahu kalau tadi sahabatku yang menelpon?” tanya Meyra penuh selidik.

Kenrich bergeming masih dengan tatapannya yang lekat.

”Aku pikir aku sudah tahu semuanya yang sedang terjadi saat ini.”

Meyra mulai mengernyit bingung menjadi bertanya-tanya bagaimana Kenrich bisa mengetahui semuanya.

”Katakan padaku memangnya apa yang sedang terjadi saat ini?”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status