Alvin yang melihat sikap aneh temennya pun merasa bingung. Karena sendari tadi dia melihat temannya melihat ke arah Fia terus-menerus.
"Lu kenapa?" tanya Alvin pada intinya.
Yuan yang mendengar pertanyaan dari temennya pun hanya bisa mengerutkan dahinnya bingung.
"Lu kenapa ngeliatin tuh cewek sampek kek gitu?" kata Alvin lagi.
"Gak" jawab Yuan dengan datar dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Lu suka sama cewek model kayak gitu?" tanya Alvin penuh selidik.
Yuan yang mendengar pertanyaan dari Alvin pun hanya menganggap angin lalu.
"Ck" decak kesal dari Alvin karena di abaikan oleh Yuan.
"Kalau penasaran cari tau, kalau suka pepet jangan kasih kendor" kata Alvin kepada Yuan.
Yuan yang mendengar perkataan Alvin hanya menatapnya dengan datar.
"Woy! Buruan waktu gue terlalu berharga!" kata Fia lumayan keras saat melihat kedua cowok itu asik ngombrol sendiri.
"Sabar elah" balas Alvin sambil memutar bola matanya dengan malas.
"Ayok" kata Alvin dan berjalan mengikuti langkah para gadis.
Mereka berjalan dalam diam, di setiap langkahnya di ikuti banyaknya bisik-bisik dari para siswa.
'Siapa tuh?'
'Itu anak barunya?'
'Gila ganteng banget'
'Yang di belakang wajahnya datar banget'
'Udah, liat yang cewek depan tatepannya sadis banget'
'Tuh cewek depan yang terkenal itu kan?'
'Siapa?'
'Ck, adek kelas anak akuntansi'
'Oh, yang omongannya pedes itu ya?'
'Iya yang itu'
Begitulah bisik-bisik saat mereka berjalan di koridor sekolah.
Fia yang mendengar dirinya di bicarakan yang tidak-tidak pun menatap orang tadi dengan sinis.
"Haha, santai Fi entar mereka tambah berpikir aneh-aneh" kata Disa sambil mengelus punggung Fia.
"Huh!" kesal Fia dan melanjutkan jalannya.
Beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di depan pintu ruang guru.
"Lu berdua tunggu sini" kata Fia kepada Yara dan Disa.
"Gak ikut masuk aja Fi?" tanya Yara dengan senyum manisnya.
"Gak" jawab Fia dan masuk ke dalam di ikuti oleh Alvin dan Yuan.
"Permisi pak" kata Fia setelah mengetuk pintu.
"Kenapa?" tanya pak Ridwan sambil menatap Fia heran.
"Mereka siswa baru di kelas yang bapak bimbing" kata Fia dengan santai.
"Oh, silahkan duduk dan kamu Fia bisa pergi sekarang" ucap Ridwan sambil melambaikan tangannya pelan.
"Hm, permisi" kata Fia dan berjalan keluar dari sana dengan wajah datarnya.
Yuan melihat ke arah punggung Fia dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Duduk oy jangan liatin anak orang mulu" kata Alvin cukup keras.
Pak Ridwan yang mendengar perkataan Alvin tadi langsung menatap ke arah Yuan dengan datar.
"Duduk" kata pak Ridwan dengan datar.
Yuan dan Alvin mulai duduk dan menatap ke arah pak Ridwan dengan serius.
"Kalian tunggu di sini sebentar, nanti masuk ke kelas bersama saya" kata pak Ridwan sambil menatap berkas di atas mejanya.
"Baik" balas Alvin dengan sopan.
Di sisi lain.
Fia keluar dari ruangan pak Ridwan dengan wajah seperti biasa yaitu datar.
"Sendirian Fi?" tanya Yara sambil melihat ke belakang Fia mencari seseorang.
"Hm" balas Fia santai dan berlalu melewati mereka begitu saja.
"Fi tungguin aku" kata Disa dan berlari menyusul langkah Fia.
"Woy! Tungguin gue!" teriak Yara saat sadar dirinya di tinggal sendirian di depan ruangan pak Ridwan. Sedangkan yang ada di dalam ruangan merasa terkejut dengan suara Yara.
Yara berlari dengan kencangnya dan teman-temannya tak perduli dengan teriakan Yara tadi bahkan Disa memegang tangan Fia erat meminta perlindungan dari Fia.
"Kok lu pada ninggalin gue sendiri!" Kata Yara kesal.
"Lu lelet" kata Fia dengan santai.
"Heh! Gue gak lelet cuma sedikit lola oke" kata Yara membela diri.
"Terus" kata Fia dengan acuh.
"Dahlah capek gue" kata Yara dan melajukan jalannya dengan kesal meninggalkan mereka berdua.
Fia yang melihat tingkah Yara hanya merespon dengan malas dan Disa tersenyum lega.
Beberapa menit setelah mereka sampai di dalam kelas bel masuk berbunyi.
Tak berselang lama pak Ridwan datang bersama dua orang tadi, di belakangnya.
'Wah! Ada cogan di kelas kita'
'Jadi mereka masuk ke kelas kita?'
'Gila mimpi apa gue semalem'
Kurang lebih begitulah bisik-bisik di antara mereka.
"Selamat pagi semua!" sapa pak Ridwan cukup keras.
"Pagi pak!" balas semua murid perempuan dengan semangat.
"Hari ini kita kedatangan penghuni baru di kelas ini. Kalian perkenalkan diri" kata pak Ridwan dengan datar.
"Selamat pagi semua! Perkenalkan nama gue Alvin adiwijaya biasa di panggil alvin" kata Alvin memperkenalkan diri dan di respon dengan teriakan beberapa siswi dengan heboh. Pak Ridwan yang melihat itu hanya menatap malas ke arah Alvin.
"Yuan" kata Yuan drngan raut wajah tak berminat tapi masih di sahutin dengan teriakan yang cukup keras.
"Kalian berdua cari tempat duduk dan kita mulai pelajarannya" kata pak Ridwan dengan datar.
"Baik pak" kata Alvin dengan senyum manisnya dan berhasil membuat beberapa siswi berteriak histeris.
Sedangkan Yuan sudah berjalan menuju bangku Fia dan duduk begitu saja tanpa meminta izin. Fia yang melihat kehadiran Yuan hanya menatap datar.
Alvin yang melihat itu hanya menatap dengan kesal dan mulai berjalan mencari bangku kosong untuknya duduk.
Sudah satu minggu setelah kejadian itu, dan Fia sudah tak sesedih kemarin dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Yara.Dia juga sesekali mampir ke rumah Yara untuk menjenguk mama Yara atau di ajak adik Yara untuk mampir ke rumah. Dengan senang hati Fia menerima ajakan adik Yara.Satu yang membuatnya heran, kenapa orang tua Sasa tak pernah sekali pun mencari keberadaan sang anak yang hilang bagaikan tertelan bumi? Dan ternyata Fia mendapat satu fakta yang tak terduga, Sasa adalah anak dari papanya dengan selingkuhannya, sebab itu mereka tak peduli dengan sosok Sasa, bahkan saat ini orang tua Sasa sedang menyiapkan sidang penceraian mereka.Fia yang mendengar cerita itu hanya memasang raut wajah sedih dan prihatin.Tapi, walau orang tua tak mencarinya, masih ada Alvin yang menanyai keadaan Sasa dan menanyakan kondisi Sasa kepada Fia. Seperti menanyakan ‘Sasa di mana ya? Bagaimana kondisinya? Kenapa dia menghilang tanpa memberi kabar?’ dan di jawab Fia dan Yuan dengan mengangkat b
Yuan yang melihat tingkah lucu Fia hanya memasang raut wajah gemas dan senyum geli.“Ayo” ucap Yuan sambil menatap Fia dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya.“Iya” balas Fia dengan lesu dan dengan malas Fia membuka pintu mobil. Fia keluar dan di sambut oleh Yuan dengan senyum kecil.Yuan memegang tangan Fia dengan lembut dan membawanya ke arah pintu rumah. Mereka memasuki rumah Fia dengan kerutan di dahinya.Bagaimana tidak, di depan mereka sudah berkumpul keluarga Fia. Fia yang melihat keluarganya yang sedang canda tawa hanya memasang raut wajah datar dan sorot mata ke tidak sukaan.Yuan yang tahu akan pikiran Fia hanya bisa menguatkan pegangannya di tangan Fia dan memberi usapan kecil di punggung tangannya.“Fia, sini sayang” ucap salah satu bibinya dengan senyum mengembang indah.Fia yang mendengar panggilan dari sang bibi hanya diam membisu dan masih di tempatnya dengan raut wajah datar.“Fia?” kata sang bibinya lagi dengan kerutan di dahinya.“Ada apa ini?” tanya Fia deng
Pemakaman Yara berjalan dengan sangat hikmat, banyak orang yang meneteskan air mata saat melihat peti Yara memasuki lian lahat.Fia mengikuti acara pemakaman dengan raut wajah datar dan sorot mata kesedihan. Dia berada di samping mama Yara. Mama Yara yang memintanya untuk di sampingnya dan Fia hanya menurut tak bisa membantah. Dengan langkah pelan keluarga Yara mulai menjauh dari mekan Yara. Mama Yara sudah mengajak Fia untuk pulang tapi Fia menolaknya, dia ingin menetap di sini untuk beberapa saat.Fia menatap ke arah gundukan tanah di depannya dengan sorot mata kepedihan. Dia masih merasa bersalah dengan Yara, tak jauh dari tempatnya berdiri ada sosok Disa yang menatap ke arah gundukan di depannya dengan air mata yang masih mengalir.Fia menatap ke arah Disa dengan senyum kecil dan berjalan ke arah Disa dengan perlahan.“Ayo” ajak Fia sambil memegang pundak Disa dengan senyum kecil di bibirnya.Disa menatap ke arah Fia sebentar dan kembali menatap ke gundukan tanah tadi setelahnya
Hari pemakaman Yara, Fia datang dengan Yuan di sampingnya. Dia sudah membulatkan tekatnya, entah di terima atau tidak kehadirannya di sana. Niatnya untuk mengantarkan Yara ke peristirahatan terakhirnya, sebagai bentuk terima kasih dan penyesalan.Fia berjalan memasuki ambang pintu rumah Yara, saat dia masuk matanya sudah melihat banyak orang di sana dan tak lupa peti jenazah Yara yang di kelilingi oleh keluarganya. Sanak saudara berhilir mudik dan bergantian melihat wajah Yara untuk terakhir kalinya. Sosok Yara terlihat sangan memukau di hari terakhirnya sebelum di kebumikan.Fia mulai berjalan memasuki rumah Yara dengan Yuan di belakangnya. Mereka berdua memakai baju berwarna hitam polos tanpa ada corak seperti yang lainnya.Saat Fia memasuki rumah Yara, ada beberapa pasang mata yang menatap ke arahnya tapi tak dia anggap.Dengan langkah pelan, Fia mendekat ke arah peti Yara, saat langkah kakinya semakin dekat dengan peti Yara berada tiba-tiba langkahnya terhenti saat sosok mama Yara
“Semua ini di sebabkan oleh saya” ucap Fia setelah menguatkan dirinya untuk jujur.Saat mendengar perkataan Fia barusan, membuat pandangan mama Yara langsung tertuju ke arah Fia.“Apa maksudmu?” tanya Mama Yara dengan sorot mata tak bersahabat.“Yara meninggal karena saya, dia mengorbankan nyawanya untuk saya,” ucap Fia terhenti sejenak untuk mengambil nafasnya karena dadanya terasa sesak.“Dia melindungi saya dari tusukan yang seharusnya saya terima, seharusnya saya yang berada di posisi Yara” ucap Fia dengan tertunduk dalam.Mama Yara yang mendengar perkataan Fia hatinya merasa marah, bahkan tangannya terkepal sangat erat. Dengan langkah cepat dia berjalan ke arah Fia dan menamparkan begitu keras untuk melampiaskan kemarahannya.Plak!Sang suami yang melihat tingkah sang istri merasa sedikit terkejut dan mencerna semua kejadian tadi, ucapan Fia tadi kembali mengulang di otaknya.“Pembawa sial!” ucap Mama Yara di depan wajah Fia.“Mah!” ucap sang suami saat sadar akan keterkejutannya
Lama Fia dan Yuan berpelukan hingga Fia melepaskan pelukan itu, dengan raut wajah sembab Fia menatap Yuan.“Makasih” gumam Fia dengan senyum tulus.“Hm” balas Yuan sambil mengelus rambut Fia dengan senyum simpul.“Ayo” ajak Yuan sambil menggenggam tangan Fia dan menuntunnya masuk ke dalam ruangan tadi.Di dalam ruangan ada sosok Disa yang menangis sesegukan sambil menatap sosok Yara yang terbaring kaku di depannya.Fia berjalan mendekat ke arah Yara dan menggenggam tangannya pelan.“Maaf” ucap Yara dengan lirih dan sorot mata sedih.‘Maaf, semua ini gara-gara gue Yar. Andai dulu lu gak deket sama gue, andai lu gak ngelindungi gue pasti lu masih ada di sini’ batin Fia dengan senyum getir.“Gue bener-bener minta maaf” ucap Fia penuh sesal.Suara hening mulai mengisi ruangan tadi, Disa yang menangis dalam diam sedangkan Yuan dan Fia menatap ke sosok Yara dengan raut wajah sedih.Tak lama, suara langkah kaki terdengar di dalam ruangan tadi. Dengan refleks mereka melihat ke sumber suara, d
Mereka masih di posisinya, dengan pemikiran masing-masing. Sedangkan Ridwan sedikit menjauh untuk memberi kabar orang tua Yara akan kondisi anaknya. Setelah memberi kabar orang tua Yara , Ridwan mulai memberi kabar keluarganya tentang keberhasilan Fia. Kabar yang di beri tahukan Ridwan membawa kebahagiaan di keluarganya.Beberapa menit kemudian pintu UGD mulai terbuka, terlihat sosok berjas putih keluar dari ruangan dengan raut wajah penuh penyesalan.“Bagaimana keadaan teman saya dok?” tanya Disa sambil berjalan mendekat ke arah sang dokter. Dalam diam Fia berjalan mengikuti langkah Disa.“Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan mempunyai jalan yang lebih baik. Maaf, Tuhan berkehendak lain, teman adik dinyatakan meninggal karena telat akan penanganan yang seharusnya dia terima. Teman adik terlalu banyak kehilangan darah” ucap sang dokter dengan raut wajah lesu, karena pasiennya gagal untuk dia selamatkan.“Gak, dokter pasti salah” ucap Disa dengan raut wajah tak percaya dan memu
Fia mulai membuka matanya dan menatap ke arah Disa dengan raut wajah serius.“Dis” panggil Fia tanpa emosi.“Iya?” balas Disa dengan raut wajah heran.“Pegang batu ini dan baca mantra yang tertulis di sini” ucap Fia sambil menatap ke arah Disa dengan raut wajah masih sama.“Kenapa?” tanya Disa dengan raut wajah heran.“Ini kunci keluar dari sini” balas Fia apa adanya.“Oke” balas Disa dan mulai berjalan mendekat ke arah Fia. Tanpa membutuhkan waktu lama Disa mulai membaca mantra yang ada di batu tadi. Mantra tadi tertulis dengan aksara Jawa, dan entah kenapa Disa dengan lancar mengucapkannya, setiap kata terdengar sangat jelas.Tak lama cahaya di batu tadi semakin terang, cahaya yang tadinya putih berubah menjadi abu-abu. Tak lupa ada juga beberapa kunang-kunang yang hadir mengelilingi mereka.Fia yang melihat pemandangan di depannya sedikit menatap dengan sorot mata memuja. Tak lama, cahaya tadi mulai redup dan mereka sudah berada di luar gerbang sekolah.“Kondisinya semakin memburuk
Fia yang mendengar jeritan Sasa hanya menatapnya dengan raut wajah tanpa emosi.“Fia tolongin gue” ucap Sasa dengan raut wajah memohon ke arah Fia.“Gue gak bisa” balas Fia dengan acuh tak acuh.“Gue minta maaf, gue ngaku gue salah. Gue mohon bantu gue, lepasin gue dari rantai ini” ucap Sasa dengan air mata yang menetes melewati pipinya.“Gue gak bisa, itu bukan kemampuan gue” balas Fia apa adanya.Tak lama dari itu Fia mulai mendengar jeritan tak jauh darinya.“Yara!” ucap Disa saat baru saja bangun dari pingsannya, dan saat dia membuka mata pandangan pertamanya adalah sosok Yara dengan darah di tubuhnya. Dengan raut wajah panik Disa menatap ke arah Yara.“Yar, aku minta maaf jangan kayak gini” ucap Disa sambil menepuk pipi Yara beberapa kali.“Dia akan mati kalau gak ambil tindakan dengan cepat” ucap Fia dengan raut wajah tanpa emosi.“Yuan, boleh minta tolong? Tolong gendong Yara, karena gak mungkin kalau gue atau Disa yang gendong” ucap Fia sambil menatap ke arah Yuan dan di anggu