Jasmin.
Wanita masa lalu yang sangat aku cintai. Tepatnya, kita berdua saling mencintai. Namun dia tiba-tiba menghilang dan dinyatakan sudah meninggal.”Jangan bicara sembarangan!" Mama mulai menaikkan nada bicaranya.”Aku serius, Ma. Aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri. Hanya saja...""Hanya saja apa?"Hatiku terlalu sakit ketika sebuah perpisahan yang tidak diharapkan itu terjadi secara tiba-tiba. Bagaimana bisa, malamnya aku dan Jasmin masih bersama untuk mempersiapkan pernikahan esok.Tapi esoknya tepat di hari pernikahan terjadi, mempelai wanita mendadak berubah menjadi kakaknya yaitu Kiara.Ingin aku membatalkan, tapi Mama memaksaku untuk bertahan hingga acara pernikahan selesai."Apa kamu masih mencintainya?" Mama menatapku tajam dari atas."Cinta itu bukan sebuah permainan, Ma. Tapi entah kenapa aku sulit untuk menjaga hati dan perasaanku.""Tapi apa kamu yakin kalau wanita itu adalah Jasmin?" tanya Mama lagi."Aku sangat ya–"PrangSuara pecahan beling yang cukup keras membuatku mengentikan perkataan dan bergegas ke keluar kamar."Kiara!!"Aku dan Mama terkaget mendapati Kiara duduk bersimpuh dengan pecahan mangkuk dan piring.Astagfirullah. Apa dia mendengar kita sedang membicarakan Jasmin?"Ya ampun, Ara. Kamu kenapa?" Aku langsung menghentikan tangannya yang hendak meraih pecahan beling.Namun Kiara malah menepis tanganku."Stop, Kiara. Jangan bersikap kekanak-kanakan.""Bicaralah, sayang. Mama akan selalu mendengarmu," bisik Mama di telinga Kiara dan memeluknya erat.Kuakui Kiara memang lebih dekat dengan Mama. Dia pun mulai terisak dalam pelukan."Mama!!!""Iya, Mama di sini sayang."Beberapa kali Kiara memanggil Mama dengan nada yang menyedihkan. Seolah Mama adalah Mama kandungnya. Padahal orangtua Kiara masih lengkap."Raksa, bawa Kiara ke kamarnya!""Kita ke kamar ya, Ra," tawarku, sekaligus memaksa.Diam. Hening.Tidak ada satu kata pun yang ia ucapkan. Kini di antara kita hanya ada kebisuan."Jangan diamkan Mas, Ra. Mas mohon," pintaku sambil menggenggam kedua tangannya dan menciuminya.Air mata kembali merembes di pipinya."Sayang.""Apa kau masih mencintai Jasmin, Mas?""Untuk apa bertanya begitu?"Aku berada dalam dilema jika dihadapkan dengan pertanyaan soal cinta. Karena meskipun cinta pada Jasmin masih ada, tapi dia juga yang sudah mencoreng nama baik keluargaku.Berbeda dengan Kiara.Meskipun cintaku padanya tidak sebesar pada Jasmin, tapi dialah penyelamatku ketika Jasmin memilih pergi dari pernikahan. Dialah yang menjadi penerang dalam gelap malamku."Jawab saja, Mas.""Mas sangat mencintaimu."Jawabanku singkat, tapi mampu membuat Kiara tenang dan memelukku erat."Aku mau Mas berjanji akan selalu berada di sisiku bagaimanapun keadaannya.""Mas janji akan selalu ada untukmu, Ra."**"Ada hasil?" Sultan tiba-tiba muncul. Mungkin dia baru selesai memarkirkan mobilnya. Sama sepertiku."Banyak.""Seperti?""Jasmin masih hidup. Tapi dengan wajah yang berbeda.""Apa kau yakin itu Jasmin?""Orang-orang memanggilnya begitu.""Lantas Kiara?""Dia belum mau mengatakan alasan permasalahannya. Hanya saja dia sudah mulai mau bicara."Belum sempat aku mempertemukan Kiara dengan istri Sultan, alhamdulilah dia sudah mau buka suara."Apa kau masih mencintai Jasmin?" tanya Sultan.Kenapa semua orang memberikan pertanyaan yang sama.Tentu saja tidak.Mana mungkin aku mau mencintai wanita yang sudah meninggalkanku, dimana harga diri sebagai seorang lelaki?"Tidak.""Jangan sampai. Ingat, dia adalah wanita yang ingin merusak hidupmu. Cintailah Kiara, dialah yang selama ini sudah menyelamatkan hidupmu," pesannya yang kuacungi dua jempol.***Melihat Kiara yang sudah tenang dalam beberapa hari ini membuatku sangat lega. Meskipun menguras hampir seratus juta dalam jangka waktu dua minggu ini.Bahkan susu pun selalu hilang."Ra, boleh Mas tanya sesuatu?""Boleh, Mas. Tapi aku tidak janji akan menjawabnya.""Tentu saja. Kamu bebas untuk menjawab dan tidak."Meskipun aku tipikal laki-laki yang baik, tetap saja sikap dingin tidak bisa aku jauhkan.Meksipun perkataanku mengundang kebahagiaan, tidak ada bedanya dengan raut wajah sedih dan menyakitkan."Sebenarnya untuk siapa uang yang selama ini Mas kasih?"Pertanyaanku berhasil membuat Kiara terdiam. Tapi matanya mulai berkaca-kaca.Ada kesedihan yang dalam di jiwanya. Tapi aku sendiri tidak tahu apa itu.Lama-lama air matanya mengalir deras dan aku sama sekali belum mendapatkan jawaban."Menangislah sepuasmu dan ceritakan jika ingin bercerita."Aku membawanya dalam pelukanku. Namun tidak lama, dia mendongakkan kepalanya lembut."Apa Mas akan percaya kalau Jasmin yang meminta uang-uang itu?" lirihnya.Bukan hanya kaget, tapi juga ada keraguan untuk mempercayainya.Bagaimana mungkin Jasmin yang karirnya bagus memeras uang Kiara?"Mas? Kau tidak percaya padaku?" Kiara bangkit dan mulai menjauh dari tubuhku."Perasaanku mengatakan kalau Mas masih mencintainya," ucapnya kecewa.Ingin aku mengejarnya, tapi kaki ini seperti tertahan.Sampai kedua kakiku terpaksa beranjak ketika mendengar dering ponsel Kiara berbunyi dan mengambilnya.Ternyata sebuah pesan di aplikasi hijau.[Ibu butuh uang untuk ke salon. Jangan lupa siapkan lima juta][Ibu butuh uang untuk ke salon. Jangan lupa siapkan lima juta.]Pesan itu kubaca berulang, tidak yakin dengan apa pesan yang baru saja Kiara terima. Berhubung Kiara sedang kecewa padaku, kuputuskan untuk membalas pesannya.[Untuk apa aku harus selalu menyiapkan uang untuk ibu?]Dengan hati yang tidak tenang karena takut Kiara lebih dulu datang, kutunggu balasannya dengan gelisah.Beberapa menit telah berlalu, namun balasannya belum juga aku terima."Bentar, Ma, aku ajak Mas Raksa dulu untuk ikut makan," ucap Kiara yang kudengar tidak berada jauh dari pintu.Mati aku kalau sampai dia tahu.Berhubung suara Kiara makin dekat, aku lebih dulu menghapus pesan chat dari ibunya dan juga balasanku.Lalu menyimpan ponselnya di tempat yang tidak dapat dia ketahui. Kecuali kalau Kiara mengobrak-abrik kamar ini."Mas, Mama ajak kita makan," ucapnya dengan muka ditekuk."Senyum, dong!" "Kenapa? Aku kan juga pegel kalau harus senyum terus."”Kalau nyuruh makan dengan senyum, Mas jadi semangat. Tapi
Sultan menatapku lekat, bahkan aku pun sampai dibuat risih. "Kenapa?""Apa Kiara adalah adik kandung Jasmin?""Tentu saja.""Tapi kok kamu enggak benci sama Kiara, padahal kan bisa saja dia bersekutu sama Jasmin?""Itu tidak mungkin. Aku tahu Kiara, sifatnya sangat istimewa jika dibandingkan dengan Jasmin ataupun keluarganya yang lain," jawabku mantap."Bingo. Itu maksudku. Aku tidak yakin kalau Kiara adalah bagian dari keluarga Jasmin," ucapnya membuatku berpikir sejenak.Masa iya?Selama yang kutahu mereka bersaudara, bahkan sering kemana-mana hanya berdua.Mbak Sinta sangat terkejut dengan jawaban Kiara, begitu juga aku dan Sultan. Ketika aku berpacaran dengan Jasmin dulu, Ibu Tika sangat lembut dan perhatian pada semua orang. Termasuk pada Kiara.Bahkan keluarga Pak Hari dan Bu Tika ini terkenal dengan sebutan keluarga harmonis."Meminta dibayar? Maksudnya gimana?" Mbak Sinta mencoba untuk tetap tenang. Tangis Kiara semakin pecah. Puluhan lembar tisu pun sudah tergeletak tidak ber
Semenjak aku membalas pesan yang mengatakan kalau aku tidak akan pernah menceraikan Kiara, Ibu seringkali mengirimkan pesan yang berisi ancaman yang ditujukan untuk Kiara.Anehnya, sejak itu pula Kiara sama sekali tidak pernah menegang ponselnya kembali dan kini ia terlihat lebih tenang,Berbagai kata-kata kasar, aku terima dengan begitu mudah. Sumpah serapah. Bahkan mendoakan yang buruk untuk Kiara. Tapi ketika kuajak bertemu, nyalinya langsung ciut. Bahkan tidak pernah ada balasan lagi.Sementara nomor yang kusimpan dengan nama 'orang tidak tahu malu' dalam beberapa hari hanya mengirimkan beberapa pesan saja. Meskipun demikian, isinya langsung meminta uang secara terang-terangan dan dengan jumlah yang lumayan.Anehnya, orang ini lebih berani ketika aku mengajaknya bertemu. Malah jika dilihat dari pesannya, dia bahkan sangat antusias untuk bertemu denganku.Seperti saat ini, dia kembali mengirimkan pesan singkat.[Ayo kita bertemu. Aku yakin kau akan jatuh dalam pelukanku dan langsun
Meskipun aku sangat bingung dengan perkataan Pak Hari, tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Karena beliau langsung berjalan cepat, menjauhiku.Kulihat beliau mengobrol dengan seorang wanita. Tapi kakiku langsung berlari mengejar wanita itu ketika sudah melihat wajahnya. Tidak salah lagi, dia adalah Bu Tika. Istri Pak Hari.Ketika mengejar, mereka tampak beradu mulut lumayan lama dan selang beberapa detik, mereka tiba-tiba lenyap di depan mata. Hilang entah kemana.Ah, sial!Aku kehilangan jejak mereka.Kembali aku chat pesan ke kotak yang bernama Ibu itu dengan ponsel Kiara.[Aku sudah menunggu di restoran Amirisa, meja nomor delapan.][Kiara]Secepat kilat aku langsung mendapatkan balasannya.[Jangan bohong kamu! Aku sekarang tahu siapa kamu. Lihat saja, aku akan membuat istri dan anakmu menderita]Balasnya mengancam dan ditambah beberapa emoticon ketawa.Dasar wanita jahat.Aku benar-benar takut kalau wanita ini akan melakukan sesuatu yang buruk pada istri dan anakku jika merek
Dibalik perubahan istrikuBeberapa hari ini aku lewati dengan susah payah. Walaupun sekuat tenaga aku mencoba untuk tidak bicara dengan Kiara, bahkan terkesan menjaga jarak, tetap saja tidak bisa.Lidahku terasa kelu jika tidak bicara, meskipun hanya sekedar iya dan tidak."Sepertinya istrimu memang tidak biasa," Reyhan pun menilai Kiara hanya polos diluar ketika aku mengatakan tentang percakapan Kiara dan Jasmin.Aku pun menilainya demikian. Namun, entahlah. Karena sangat bingung. Antara percaya dan tidak percaya.Tapi itu dikatakan langsung dari mulut Kiara."Aku rasa sebaiknya kalian bercerai," lanjutnya.Deg ... bercerai?Apa aku harus menjauh dari Kiara dan Della? "Kalau tidak mau menjauh, janganlah percaya apa yang kau lihat dan dengar beberapa waktu lalu itu!" Sultan menepuk pundak kiri."Dan kau, jangan ikut campur dalam masalah rumah tangga orang lain. Kisah percintaanmu yang kandas jangan disamakan dengan kisah orang lain," ucapnya lagi pada Reyhan yang hanya menunduk usai
Diam membisu. Begitulah Kiara saat ini. Padahal rekaman ini membuktikan kalau Kiara berada dalam ancaman, tapi dia sama sekali tidak marah."Kenapa kau tidak marah, sayang?" tanya Mama. "Bukankah seharusnya kau marah dan meminta suamimu untuk menebus kesalahannya karena telah berpikiran negatif padamu?"Tapi Kiara malam semakin diam. Sifatnya itu membuatku dan Mama terasa ngilu dan rasa bersalahku teramat dalam."Bicaralah, Sayang," bisik Mama di telinganya.Kiara mengembuskan napas panjang, "Aku lelah, Ma. Lelah tiap waktu dicurigai, setiap aku menjelaskan, Mas Raksa tidak pernah percaya padaku. Tetap saja harus mencari bukti," jelas Kiara. Setiap katanya yang keluar membuat ulu hatiku semakin sakit.Bukannya aku tidak percaya, tapi aku hanya ingin mengungkap kebenarannya kalau Ara-ku tidak terlibat sama sekali.Memang benar Kiara yang sudah menabrak Jasmin, tapi itu tidak sengaja. Mobil yang Kiara pakai mengalami rem blong dan tepat di depan Jasmin sedang membelakangi mobil yang Kia
Disaat aku telah selesai membanting beberapa barang lalu kembali duduk, laki-laki itu menatapku tajam."Sudah tidak diharapkan, emosian lagi. Kayaknya Kiara rugi banget punya suami sepertimu," ucapnya lagi.Sudah tahu aku masih emosi, bisa-bisanya dia memprovokasi. Seketika aku sudah berdiri di sampingnya, kutarik kerah bajunya, dan kulayangkan tangan untuk meninjunya.Tapi nihil, laki-laki itu berhasil menghindar dengan santainya."Jangan banyak omong kosong!""Lah, kau tidak terima? Dasar egois. Pantas saja Kiara tidak tahan hidup bersama dengan lelaki sepertimu," ucapnya lagi.Kutinju dia beberapa kali. Tapi sayang, bukan dia yang kutinju, melainkan hanya udara. Karena dia dengan cepat bisa menghindar. Bahkan terkesan santai."Dokter Dafa! Ada seorang wanita yang sedang mencarimu," seorang pengawal Sultan yang bertugas di luar tiba-tiba berjalan cepat menghampiri kami.”Kakak urus semuanya di sini, aku akan memperjuangkan apa yang harus aku perjuangkan," bisiknya pada Sultan.Merek
"Jangan!!!"Belum sempat aku menjawab pertanyaan Mama, terdengar teriakan Kiara dari atas."Kiara!" Mama dan aku berlari menaiki tangga secepat mungkin.Aku mohon kau harus baik-baik saja, Kiara.Kubuka pintu kamar, tidak ada apapun. Mama langsung mendekat ke arah Kiara di tempat tidur dan memeluknya erat. Kini kondisinya sangat memperihatinkan.Mungkin tadi dia hanya bermimpi. Benar kata Mama, aku harus percaya sepenuhnya pada Kiara seperti dulu dan memberikan ibu beserta anaknya itu pelajaran yang setimpal."Mama!" panggilnya terisak.Lagi-lagi Kiara memanggil Mama dengan suara yang sangat membuatku tersayat."Kau harus memberantas keluarga benalu itu! Bisa-bisanya mereka memanfaatkan anak Mama," ucap Mama marah.Jari-jari lentiknya mengelus rambut Kiara lembut dan juga wajahnya yang berlinang air mata."Pasti, Ma. Aku akan membuat mereka merasakan posisi berada di tempat Kiara, bahkan lebih."Kududuk di sebelah kiri Kiara dan menyentuh pundaknya pelan. "Mulai saat ini dan seterusny