Share

Bab 6

Jasmin.

Wanita masa lalu yang sangat aku cintai. Tepatnya, kita berdua saling mencintai. Namun dia tiba-tiba menghilang dan dinyatakan sudah meninggal.

”Jangan bicara sembarangan!" Mama mulai menaikkan nada bicaranya.

”Aku serius, Ma. Aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri. Hanya saja..."

"Hanya saja apa?"

Hatiku terlalu sakit ketika sebuah perpisahan yang tidak diharapkan itu terjadi secara tiba-tiba. Bagaimana bisa, malamnya aku dan Jasmin masih bersama untuk mempersiapkan pernikahan esok.

Tapi esoknya tepat di hari pernikahan terjadi, mempelai wanita mendadak berubah menjadi kakaknya yaitu Kiara.

Ingin aku membatalkan, tapi Mama memaksaku untuk bertahan hingga acara pernikahan selesai.

"Apa kamu masih mencintainya?" Mama menatapku tajam dari atas.

"Cinta itu bukan sebuah permainan, Ma. Tapi entah kenapa aku sulit untuk menjaga hati dan perasaanku."

"Tapi apa kamu yakin kalau wanita itu adalah Jasmin?" tanya Mama lagi.

"Aku sangat ya–"

Prang

Suara pecahan beling yang cukup keras membuatku mengentikan perkataan dan bergegas ke keluar kamar.

"Kiara!!"

Aku dan Mama terkaget mendapati Kiara duduk bersimpuh dengan pecahan mangkuk dan piring.

Astagfirullah. Apa dia mendengar kita sedang membicarakan Jasmin?

"Ya ampun, Ara. Kamu kenapa?" Aku langsung menghentikan tangannya yang hendak meraih pecahan beling.

Namun Kiara malah menepis tanganku.

"Stop, Kiara. Jangan bersikap kekanak-kanakan."

"Bicaralah, sayang. Mama akan selalu mendengarmu," bisik Mama di telinga Kiara dan memeluknya erat.

Kuakui Kiara memang lebih dekat dengan Mama. Dia pun mulai terisak dalam pelukan.

"Mama!!!"

"Iya, Mama di sini sayang."

Beberapa kali Kiara memanggil Mama dengan nada yang menyedihkan. Seolah Mama adalah Mama kandungnya. Padahal orangtua Kiara masih lengkap.

"Raksa, bawa Kiara ke kamarnya!"

"Kita ke kamar ya, Ra," tawarku, sekaligus memaksa.

Diam. Hening.

Tidak ada satu kata pun yang ia ucapkan. Kini di antara kita hanya ada kebisuan.

"Jangan diamkan Mas, Ra. Mas mohon," pintaku sambil menggenggam kedua tangannya dan menciuminya.

Air mata kembali merembes di pipinya.

"Sayang."

"Apa kau masih mencintai Jasmin, Mas?"

"Untuk apa bertanya begitu?"

Aku berada dalam dilema jika dihadapkan dengan pertanyaan soal cinta. Karena meskipun cinta pada Jasmin masih ada, tapi dia juga yang sudah mencoreng nama baik keluargaku.

Berbeda dengan Kiara.

Meskipun cintaku padanya tidak sebesar pada Jasmin, tapi dialah penyelamatku ketika Jasmin memilih pergi dari pernikahan. Dialah yang menjadi penerang dalam gelap malamku.

"Jawab saja, Mas."

"Mas sangat mencintaimu."

Jawabanku singkat, tapi mampu membuat Kiara tenang dan memelukku erat.

"Aku mau Mas berjanji akan selalu berada di sisiku bagaimanapun keadaannya."

"Mas janji akan selalu ada untukmu, Ra."

**

"Ada hasil?" Sultan tiba-tiba muncul. Mungkin dia baru selesai memarkirkan mobilnya. Sama sepertiku.

"Banyak."

"Seperti?"

"Jasmin masih hidup. Tapi dengan wajah yang berbeda."

"Apa kau yakin itu Jasmin?"

"Orang-orang memanggilnya begitu."

"Lantas Kiara?"

"Dia belum mau mengatakan alasan permasalahannya. Hanya saja dia sudah mulai mau bicara."

Belum sempat aku mempertemukan Kiara dengan istri Sultan, alhamdulilah dia sudah mau buka suara.

"Apa kau masih mencintai Jasmin?" tanya Sultan.

Kenapa semua orang memberikan pertanyaan yang sama.

Tentu saja tidak.

Mana mungkin aku mau mencintai wanita yang sudah meninggalkanku, dimana harga diri sebagai seorang lelaki?

"Tidak."

"Jangan sampai. Ingat, dia adalah wanita yang ingin merusak hidupmu. Cintailah Kiara, dialah yang selama ini sudah menyelamatkan hidupmu," pesannya yang kuacungi dua jempol.

***

Melihat Kiara yang sudah tenang dalam beberapa hari ini membuatku sangat lega. Meskipun menguras hampir seratus juta dalam jangka waktu dua minggu ini.

Bahkan susu pun selalu hilang.

"Ra, boleh Mas tanya sesuatu?"

"Boleh, Mas. Tapi aku tidak janji akan menjawabnya."

"Tentu saja. Kamu bebas untuk menjawab dan tidak."

Meskipun aku tipikal laki-laki yang baik, tetap saja sikap dingin tidak bisa aku jauhkan.

Meksipun perkataanku mengundang kebahagiaan, tidak ada bedanya dengan raut wajah sedih dan menyakitkan.

"Sebenarnya untuk siapa uang yang selama ini Mas kasih?"

Pertanyaanku berhasil membuat Kiara terdiam. Tapi matanya mulai berkaca-kaca.

Ada kesedihan yang dalam di jiwanya. Tapi aku sendiri tidak tahu apa itu.

Lama-lama air matanya mengalir deras dan aku sama sekali belum mendapatkan jawaban.

"Menangislah sepuasmu dan ceritakan jika ingin bercerita."

Aku membawanya dalam pelukanku. Namun tidak lama, dia mendongakkan kepalanya lembut.

"Apa Mas akan percaya kalau Jasmin yang meminta uang-uang itu?" lirihnya.

Bukan hanya kaget, tapi juga ada keraguan untuk mempercayainya.

Bagaimana mungkin Jasmin yang karirnya bagus memeras uang Kiara?

"Mas? Kau tidak percaya padaku?" Kiara bangkit dan mulai menjauh dari tubuhku.

"Perasaanku mengatakan kalau Mas masih mencintainya," ucapnya kecewa.

Ingin aku mengejarnya, tapi kaki ini seperti tertahan.

Sampai kedua kakiku terpaksa beranjak ketika mendengar dering ponsel Kiara berbunyi dan mengambilnya.

Ternyata sebuah pesan di aplikasi hijau.

[Ibu butuh uang untuk ke salon. Jangan lupa siapkan lima juta]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status