Aku mendekat ke arah wanita itu, tapi dia lebih dulu tersadar dan berjalan menjauhiku. Sekilas tadi aku melihat wajahnya. Tidak kenal, tapi terasa tidak asing.
Segera aku berlari ke arah mobil dan mengejar wanita itu sampai ke jalan yang ramai. Dalam beberapa menit, dia berlari ke arah gang yang sempit yang membuat mobil tidak bisa mengikutinya.Dengan kecewa, aku kembali memutar arah dan pulang ke rumah."Aku butuh uang, Mbak Diyah. Untuk saat ini hanya sama Mbak aku berani pinjam."Terdengar suara panik Kiara dari dalam yang berhasil membuatku ikut panik juga. Untuk apa dia selalu meminjam uang?"Iya, Mbak. Aku mohon, Mbak. Aku yakin uang segitu bagi Mbak Diyah kecil. Tapi bagi saya sangat besar," ucapnya lagi.Sementara aku masih setia menjadi pendengar yang baik walaupun hatiku sudah panas dan ingin merebut ponsel itu untuk menghentikan aksi gila Kiara."Hanya lima juta saja, Mbak," lirih Kiara.Aku benar-benar tidak habis pikir. Baru saja malam kemarin aku memberinya lima juta. Tapi sekarang, Kiara bahkan akan kembali meminjam uang lima juta pada Diyah.Usai menutup telpon, Kiara bernafas lega. Mungkin Diyah akan memberikannya pinjaman. Tidak lama, dia pun bersiap dengan Della di gendongannya. Melihatnya akan segera pergi, aku langsung keluar dengan langkah lebar dan tanpa bersuara.Kuparkirkan mobil ke arah yang berlawanan. Karena aku yakin kalau Kiara akan segera pergi.Anehnya, dia pergi membawa mobil. Karena sebelum-sebelumnya tidak pernah."Eh, Bu Kiara mau keluar?" tanya salah satu warga, tapi aku tidak tahu siapa itu. Kalau nengok keluar, sudah pasti Kiara akan tahu kalau aku berada di belakangnya."Iya, Bu.""Mau kerja?""Enggak. Cuman mau ke ATM depan saja.""Kirain mau kerja. Eh, Bu Kiara, saya ada saran bagus buat ibu." para wanita itu sudah mulai berani."Hah?""Iya, Bu. Saya dan ibu-ibu sini yang khawatir dengan tubuh Ibu menyarankan agar Bu Kiara sebaiknya tinggal jauh dari mertua."Belum sempat ibu itu menyelesaikan ucapannya, Kiara sempat berkata lirih, tapi aku tidak mendengar itu apa.”Jadi jangan perihatin dengan keadaan saya lagi. Terutama jika melihat fisik saya. Faham!" kali ini aku mendengar sangat jelas kalau Kiara memarahi ibu-ibu yang sok tahu itu.Rasain.Apa mereka tidak sadar ya, kalau biasanya para wanita itu sensitif jika ditanya mengenai berat badan ataupun bentuk tubuh?.Sadar mobil Kiara semakin menjauh, kembali aku langsung mengikutinya sampai ke ATM. Kupikir Kiara akan mengambil uang yang dipinjamnya dan akan diberikan langsung kepada tersangka.Tapi ternyata tidak. Dalam jangka waktu kurang dari satu menit, Kiara sudah keluar.Yah, aku kecewa. Tapi tidak akan bertahan. Walau bagaimanapun sikap istri, tugas suami adalah mencaritahu sebabnya dan membawanya dalam perubahan.***Aku memutuskan untuk langsung ke kantor setelah mengikuti Kiara ke ATM. Di jalan, nampak seorang wanita yang beberapa hari ini perasaan sering kulihat.Rasa penasaranku meningkat tajam ketika wanita itu mulai mengendarai sebuah motor dengan kecepatan tinggi dan aku mengikutinya tanpa sadar.Perasaan terdalamku mengatakan kalau wanita ini sangat tidak asing bagiku meskipun belum mengenalnya.Kuikuti motor itu sampai berhenti di salah satu tempat dan dihampiri oleh beberapa orang lelaki."Uangnya sudah kita terima!"Seorang laki-laki menepuk pundak wanita itu. ”Terimakasih, Jasmin. Kita harap kerjasama ini akan selalu lancar."Jasmin?Lama aku terdiam merenung. Sampai ketika sadar, ternyata wanita itu sudah menghilang.Ah, kini aku tidak perlu memanggilnya wanita lagi, karena tentu saja nama ini aku mengenalnya. Hanya saja dengan wajah yang berbeda.**"Apa yang telah kau dapatkan?" Reyhan duduk di depan meja kerjaku."Aku belum mau cerita.""Jangan memendamnya sendiri. Ceritalah padaku, setidaknya akan mengurangi bebanmu," ucapnya setengah memaksa. Tapi aku memilih untuk diam.Belum siap rasanya jika mengatakan tentang ini sekarang. Aku butuh waktu.Disaat yang tepat, Sultan datang. Seolah dia tahu kalau aku sedang berada dalam masalah."Jangan ganggu dia, Rey. Jika siap, Raksa akan langsung menceritakannya."Reyhan langsung terdiam. Aku pun demikian. Kita hanya bekerja dalam diam, meksipun hatiku tidak bisa tenang.Ketika waktu pulang kerja datang, aku langsung pergi ke parkiran dan pulang. Orang yang saat ini ingin kutemui hanya Mama. Wanita yang paling mengerti dengan perjalanan hidupku selama ini."Ma! Mama!!"Melihat Mama yang sedang duduk di kamarnya membuatku tenang.Aku langsung menghempaskan tubuhku di sofa kamarnya."Kenapa?""Apa Mama percaya kalau Jasmin masih hidup?""Tidak!" jawab Mama cepat."Kenapa, Ma? Aku juga awalnya sama seperti Mama. Tapi hari ini aku melihat dan mendengarnya sendiri kalau Jasmin masih hidup," jelasku dan Mama bahkan lebih kaget dariku dan menjatuhkan tempat make up-nya.Mama menatapku dengan tajam setelah beberapa hari kepergiannya. Kini kita duduk berhadapan, benar-benar membuat diri ini canggung. Sekaligus merasa bersalah, takut kalau Mama akan segera mengetahuinya."Jelaskan apa ini!" ucap Mama tegas, sama sekali tidak ada tanda-tanda marah. Namun, jantungku malah berdetak tidak menentu."Apa, Ma?" tanyaku pura-pura tidak mengerti.Mama mengerahkan ponselnya yang berisikan deretan pesan di aplikasi chatting berwarna hijau.'Asslamu'alaikum, Ma. Maaf kalau Kiara baru bisa menghubungi Mama. Kejadian baru-baru ini sangat membuat Kiara terpukul, Ma. Kiara minta maaf kalau selama ini tidak bisa menjadi menantu Mama yang baik dan terima kasih atas segala yang sudah Mama berikan untuk Kiara. Termasuk segenap kasih sayang dan cinta Mama.''Ma, ternyata Kiara tidak bisa menjaga cucu Mama dengan baik. Karena Della sudah meninggalkan kita semua tepat ketika Mama pergi dari rumah karena urusan pekerjaan, tapi Mama tidak perlu khawatir, ya. Karena Della di mak
"Assalamu'alaikum."Suara salam kembali terdengar setelah Kiara dan Jasmin pergi. Kali ini tubuhku langsung bercucuran keringat.Tentu saja karena aku tahu siapa yang baru saja mengucapkan salam itu.Mama.Bagaimana jika dia bertanya tentang Kiara Della? Apa yang harus aku katakan? Kupikir semuanya akan berjalan dengan mudah. Tapi ternyata tidak seperti jalan tol."Bukannya jawab salam, kamu malah nyelonong begitu saja. Enggak sopan!" kesalnya ketika aku malah berjalan semakin cepat ketika mendengar koper Mama memasuki rumah."Em, enggak, Mah.""Kamu kenapa, sakit?" tanyanya sambil mengeluarkan beberapa paper bag dari dalam koper."Ini semua hadiah untuk anak perempuan Mama tercinta dan yang besar ini untuk cucu Mama yang paling cantik!" serunya sambil bernyanyi-nyanyi kecil.Baru saja beberapa detik, Mama pun langsung berjalan ke arah tangga. Sudah kupastikan kalau Mama pasti bermaksud untuk bertemu dengan dua orang yang baru saja disebutnya.Bagaimana jika Mama tahu Kiara, gadis yan
Perkataan yang keluar dari mulut Kiara sudah sangat keterlaluan. Tubuhku mendadak gemetar, takut jika harus berpisah dengannya."Kamu tidak boleh begitu, Kiara. Della masih membutuhkan kasih sayang orang tua yang utuh," ucapku mencoba untuk menenangkannya.Melihat penampilannya yang berantakan, aku bisa mengambil kesimpulan kalau dia sedang tidak baik-baik saja."Membutuhkan kamu bilang, Mas? Terus selama ini dimana kamu dimana, Mas?" teriaknya."Kamu bahkan sudah tidak pulang berhari-hari. Jangankan hanya sekedar menanyakan kabar, melihat Della saja kamu tidak pernah!" lanjutnya memaki.Ya, itu benar. Aku memang salah. Tapi bukan ini yang kuinginkan."Maafkan Mas, Kiara, maaf," lirihku memohon. Aku hanya berharap dia akan memaafkan aku dan kita kembali menjalani kehidupan seperti dulu lagi.Meksipun sekarang sudah ada kehadiran Sukma, tapi kau tetap istriku Kiara."Kau nikahi wanita yang bernama Sukma itu saja, Mas. Aku tidak berhak ada di Antara kalian. Ya, aku memang tidak seharusn
Aku terdiam ketika membaca pesan dari Hana, seorang resepsionis yang baru saja menjadi temanku beberapa hari yang lalu. Dia mengatakan kalau Mas Raksa, suamiku sedang ditunggu wanita cantik.Sebetulnya dia juga tidak berani mengatakannya, tapi sudah terlanjur janji padaku akan memberitahuku semua gerak-gerik Mas Raksa, terutama tentang masalah wanita.Mata ini menyipit ketika melihat foto seorang wanita cantik yang dikirimkan Hana, katanya dia baru saja mencari, suamiku.Kupikir wanita itu hanya sekedar teman atau rekan bisnis. Tapi ternyata tidak sesederhana itu.Ketika aku menunjukan foto tersebut pada Jasmin, dia langsung membungkam mulutnya dengan tangan."Aku akan menyerah untuk mengejar Raksa jika wanita itu masih mencoba untuk mengejarnya," ucapnya waktu itu."Kenapa?""Karena di hati Raksa, wanita itu sangat istimewa.""Apa aku tidak?" "Ayolah, Kiara. Kita sedang mengatakan kenyataannya, bukan hal-hal yang tidak penting."Setelah itu, aku tidak berani berkata apapun. Kupikir
Badanku mendadak gemetar, lidah pun terasa kelu untuk bicara. Apa yang harus aku lakukan, padahal masalah Jasmin saja masih belum selesai. Bapak mertuaku juga masih menunggu kami jemput, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?Jasmin menyadari kedatanganku, dia menatapku dari bawah sampai atas. Semoga saja dia tidak sadar dengan perubahan pada diriku."Bukankah kalau pulang biasanya mengucap salam?" ucapnya tiba-tiba, kupikir dia tidak akan bicara.Mendengar suara Jasmin, Mama dan Kiara langsung membalikkan tubuhnya dan menghampiriku."Kok kamu enggak bilang-bilang kalau sudah pulang, Mas?" tanya Kiara sambil mencium takzim tanganku."Em, iya, banyak pekerjaan," jawabku singkat dengan seulas senyum. Agar mereka tidak curiga kalau aku menyimpan sesuatu."Apa di kantor ada masalah?" ucap Mama menimpali."Tidak ada kok, Ma. Semuanya baik-baik saja."Aku berharap Mama dan Kiara tidak tahu kalau aku baru saja bertemu dengannya. Bisa bahaya kalau mereka sampai tahu."Yakin kamu, Mas?" Ja
Tapi aku sama sekali tidak takut dengan wanita berumur. Sekali dorong saja, dia akan mengalami sakit yang amat.[Kata-kata itu, aku kembalikan padamu. Jangan lupa ingat umur!!!]Aku tersenyum sendiri setelah mengirimkan balasan, bisa kupastikan setelah ini dia akan semakin marah. Tapi aku tidak peduli.Mungkin dia baru sadar kalau tawanannya sudah berada di tanganku, eh, maksudnya ibu mertua.Wanita yang sudah berjuang antara hidup dan mati demi untuk membiarkan anaknya selamat dan melihat, betapa indahnya dunia ini.Tapi, sayangnya dia belum pernah melihat seperti apa rupa anak yang dilahirkannya. Apakah berjenis kelamin laki-laki atau perempuan dan bagaimana wajah dan tubuhnya. Bahkan sampai puluhan tahun lamanya.Sungguh keji orang-orang itu, dengan entengnya mereka melakukan hal seperti ini kepada manusia, yang bahkan hewan pun tidak layak diperlakukan seperti ini."Anakku!!" Ibu langsung berlari ke arahku, memelukku erat. Seolah kita sudah lama tidak bertemu dan saling melepas ri