Share

Part 5

Aku mendekat ke arah wanita itu, tapi dia lebih dulu tersadar dan berjalan menjauhiku. Sekilas tadi aku melihat wajahnya. Tidak kenal, tapi terasa tidak asing.

Segera aku berlari ke arah mobil dan mengejar wanita itu sampai ke jalan yang ramai. Dalam beberapa menit, dia berlari ke arah gang yang sempit yang membuat mobil tidak bisa mengikutinya.

Dengan kecewa, aku kembali memutar arah dan pulang ke rumah.

"Aku butuh uang, Mbak Diyah. Untuk saat ini hanya sama Mbak aku berani pinjam."

Terdengar suara panik Kiara dari dalam yang berhasil membuatku ikut panik juga. Untuk apa dia selalu meminjam uang?

"Iya, Mbak. Aku mohon, Mbak. Aku yakin uang segitu bagi Mbak Diyah kecil. Tapi bagi saya sangat besar," ucapnya lagi.

Sementara aku masih setia menjadi pendengar yang baik walaupun hatiku sudah panas dan ingin merebut ponsel itu untuk menghentikan aksi gila Kiara.

"Hanya lima juta saja, Mbak," lirih Kiara.

Aku benar-benar tidak habis pikir. Baru saja malam kemarin aku memberinya lima juta. Tapi sekarang, Kiara bahkan akan kembali meminjam uang lima juta pada Diyah.

Usai menutup telpon, Kiara bernafas lega. Mungkin Diyah akan memberikannya pinjaman. Tidak lama, dia pun bersiap dengan Della di gendongannya. Melihatnya akan segera pergi, aku langsung keluar dengan langkah lebar dan tanpa bersuara.

Kuparkirkan mobil ke arah yang berlawanan. Karena aku yakin kalau Kiara akan segera pergi.

Anehnya, dia pergi membawa mobil. Karena sebelum-sebelumnya tidak pernah.

"Eh, Bu Kiara mau keluar?" tanya salah satu warga, tapi aku tidak tahu siapa itu. Kalau nengok keluar, sudah pasti Kiara akan tahu kalau aku berada di belakangnya.

"Iya, Bu."

"Mau kerja?"

"Enggak. Cuman mau ke ATM depan saja."

"Kirain mau kerja. Eh, Bu Kiara, saya ada saran bagus buat ibu." para wanita itu sudah mulai berani.

"Hah?"

"Iya, Bu. Saya dan ibu-ibu sini yang khawatir dengan tubuh Ibu menyarankan agar Bu Kiara sebaiknya tinggal jauh dari mertua."

Belum sempat ibu itu menyelesaikan ucapannya, Kiara sempat berkata lirih, tapi aku tidak mendengar itu apa.

”Jadi jangan perihatin dengan keadaan saya lagi. Terutama jika melihat fisik saya. Faham!" kali ini aku mendengar sangat jelas kalau Kiara memarahi ibu-ibu yang sok tahu itu.

Rasain.

Apa mereka tidak sadar ya, kalau biasanya para wanita itu sensitif jika ditanya mengenai berat badan ataupun bentuk tubuh?

.

Sadar mobil Kiara semakin menjauh, kembali aku langsung mengikutinya sampai ke ATM. Kupikir Kiara akan mengambil uang yang dipinjamnya dan akan diberikan langsung kepada tersangka.

Tapi ternyata tidak. Dalam jangka waktu kurang dari satu menit, Kiara sudah keluar.

Yah, aku kecewa. Tapi tidak akan bertahan. Walau bagaimanapun sikap istri, tugas suami adalah mencaritahu sebabnya dan membawanya dalam perubahan.

***

Aku memutuskan untuk langsung ke kantor setelah mengikuti Kiara ke ATM. Di jalan, nampak seorang wanita yang beberapa hari ini perasaan sering kulihat.

Rasa penasaranku meningkat tajam ketika wanita itu mulai mengendarai sebuah motor dengan kecepatan tinggi dan aku mengikutinya tanpa sadar.

Perasaan terdalamku mengatakan kalau wanita ini sangat tidak asing bagiku meskipun belum mengenalnya.

Kuikuti motor itu sampai berhenti di salah satu tempat dan dihampiri oleh beberapa orang lelaki.

"Uangnya sudah kita terima!"

Seorang laki-laki menepuk pundak wanita itu. ”Terimakasih, Jasmin. Kita harap kerjasama ini akan selalu lancar."

Jasmin?

Lama aku terdiam merenung. Sampai ketika sadar, ternyata wanita itu sudah menghilang.

Ah, kini aku tidak perlu memanggilnya wanita lagi, karena tentu saja nama ini aku mengenalnya. Hanya saja dengan wajah yang berbeda.

**

"Apa yang telah kau dapatkan?" Reyhan duduk di depan meja kerjaku.

"Aku belum mau cerita."

"Jangan memendamnya sendiri. Ceritalah padaku, setidaknya akan mengurangi bebanmu," ucapnya setengah memaksa. Tapi aku memilih untuk diam.

Belum siap rasanya jika mengatakan tentang ini sekarang. Aku butuh waktu.

Disaat yang tepat, Sultan datang. Seolah dia tahu kalau aku sedang berada dalam masalah.

"Jangan ganggu dia, Rey. Jika siap, Raksa akan langsung menceritakannya."

Reyhan langsung terdiam. Aku pun demikian. Kita hanya bekerja dalam diam, meksipun hatiku tidak bisa tenang.

Ketika waktu pulang kerja datang, aku langsung pergi ke parkiran dan pulang. Orang yang saat ini ingin kutemui hanya Mama. Wanita yang paling mengerti dengan perjalanan hidupku selama ini.

"Ma! Mama!!"

Melihat Mama yang sedang duduk di kamarnya membuatku tenang.

Aku langsung menghempaskan tubuhku di sofa kamarnya.

"Kenapa?"

"Apa Mama percaya kalau Jasmin masih hidup?"

"Tidak!" jawab Mama cepat.

"Kenapa, Ma? Aku juga awalnya sama seperti Mama. Tapi hari ini aku melihat dan mendengarnya sendiri kalau Jasmin masih hidup," jelasku dan Mama bahkan lebih kaget dariku dan menjatuhkan tempat make up-nya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status