[Ibu butuh uang untuk ke salon. Jangan lupa siapkan lima juta.]
Pesan itu kubaca berulang, tidak yakin dengan apa pesan yang baru saja Kiara terima. Berhubung Kiara sedang kecewa padaku, kuputuskan untuk membalas pesannya.[Untuk apa aku harus selalu menyiapkan uang untuk ibu?]Dengan hati yang tidak tenang karena takut Kiara lebih dulu datang, kutunggu balasannya dengan gelisah.Beberapa menit telah berlalu, namun balasannya belum juga aku terima."Bentar, Ma, aku ajak Mas Raksa dulu untuk ikut makan," ucap Kiara yang kudengar tidak berada jauh dari pintu.Mati aku kalau sampai dia tahu.Berhubung suara Kiara makin dekat, aku lebih dulu menghapus pesan chat dari ibunya dan juga balasanku.Lalu menyimpan ponselnya di tempat yang tidak dapat dia ketahui. Kecuali kalau Kiara mengobrak-abrik kamar ini."Mas, Mama ajak kita makan," ucapnya dengan muka ditekuk."Senyum, dong!""Kenapa? Aku kan juga pegel kalau harus senyum terus."”Kalau nyuruh makan dengan senyum, Mas jadi semangat. Tapi kalau hanya gitu, ya, gimana mau semangat,” kilahku bercanda.Jujur saja aku memang tidak terbiasa dengan wajahnya yang datar. Karena seringkali dia tersenyum dalam setiap melakukan hal apapun. Apalagi jika aku ada di rumah.*"Uhuk! Mas mau ajak kamu ketemu istri teman, Mas. Mau tidak? Tapi kalau saran Mas, sebaiknya kamu mau.""Mas tuh maksudnya tanya aku atau maksa?" Kiara menunjukkan wajah keberatan."Hehehe, maaf. Intinya Mas ingin kamu punya teman."Mama menyunggingkan senyum, "Bagus itu, Kiara. Sebaiknya kamu ikut saran Raksa."Nah, aku tahu kalau Mama akan terus mendukung apapun keputusanku."Ya, sudah. Dimana aku harus menemuinya?"Yey ... akhirnya Kiara mau."Besok kamu ikut Mas ke kantor," jawabku girang.Padahal ingin rasanya aku melompat, tapi tidak berani. Takut dibilang gila.***Disepanjang jalan ke kantor, aku tidak berhenti bersiul. Ternyata bahagia itu sederhana, ya, Bun. Eh, aku tidak punya bunda, tapi Mama.Lah, sama saja, kan?!"Mas bisa gak kalau aku enggak jadi ketemu istrinya teman Mas itu?” tolak Kiara yang tiba-tiba berubah."Kenapa? Bukankah semalam sudah mau?""Em, itu, Mas. Aku mendadak kangen sama Della," kilahnya yang kutahu berbohong.Orang Della sudah dititipin ke Mama kok. Karena Mama bilang hari ini bakal full time di rumah."Mas tidak enak untuk membatalkannya, Ra. Soalnya istri teman Mas ini adalah orang yang hebat. Masak sudah janji tiba-tiba dibatalkan?"Bukan Raksa namanya kalau tidak pandai cari alasan. Sedingin apapun sikapku pada orang lain, aku tetap harus selalu menghangatkan istriku.Karena ketenangan sebuah rumah tangga itu ada jika istri sudah merasa bahagia."Ya udah, deh," jawabnya terpaksa.Yes.Kuparkirkan mobil di dekat dua mobil yang sesuai dengan mobilku. Siapa lagi kalau bukan punya Reyhan dan Sultan.Belum aku mencari keberadaannya, tapi Sultan sudah duduk tenang di ruanganku.Tapi dia langsung berdiri ketika melihat aku datang bersama Kiara."Perkenalkan saya Sultan," ucapnya sambil tersenyum pada Kiara.Perkenalan tanpa jabat tangan. Ck! Inilah Sultan."Saya sudah tahu," jawab Kiara ketus. Mungkin dia kesal dengan cara senyum Sultan. Padahal dia hanya tersenyum pada istrinya dan sekarang sama Kiara, menghargai dia istriku.Aku terkekeh melihat reaksi Sultan."Kiara, dia adalah atasan sekaligus rekan kerja, Mas. Sultan Muhammad Nakib," aku memperkenalkan."Tunggu, jadi Sultan yang dimaksud oleh Mas Raksa selama ini adalah dia. Laki-laki yang tidak mudah untuk ditemui itu?" Kiara mendadak canggung.Mungkin awalnya dia berpikir kalau Sultan yang ada di depannya ini hanya orang yang mengaku Sultan."Bukannya dia dingin?" bisik Kiara di telingaku. Padahal Sultan saja bisa mendengarnya karena ini sama saja bukan berbisik.Aku hanya mengangguk."Tapi kok tadi dia senyum ke aku?" bisiknya lagi."Karena kau Istriku."Kuakui semua wanita mengenal Sultan sebagai sosok laki-laki yang dingin dan sulit untuk ditemui. Itu semua dia lakukan karena dalam hatinya tidak ada sedikit pun keinginan untuk berbuat baik pada wanita lain."Saya Kiara," ucapnya mengangguk kecil."Saya juga sudah tahu," Sultan mengatakan perkataan yang sama seperti Kiara."Istri saya sudah menunggu di ruangan sana," ucapnya lagi dan meminta Kiara agar tidak membuat istrinya menunggu.Setelah dipastikan Kiara masuk ke ruangan itu, aku dan Sultan pun bergegas masuk ke ruangan sebelahnya. Dalam artian kita seperti sedang menyaksikan life bagaimana Kiara akan bercerita pada Mbak Sinta.Jangan buat Mas kecewa, Ara."Mbak Kiara?" Mbak Sinta membimbing Kiara untuk duduk dan mengobrolkan hal yang biasa.Sampai tiba pertanyaan itu harus dilontarkan juga."Apa Mbak Kiara pernah merasa tertekan?" tanya Mbak Sinta.Bukannya menjawab, tapi Kiara malah menangis."Apakah pernah, Mbak? Maaf jika pertanyaan saya membuat Mbak Kiara sangat bersedih.""Tidak apa-apa, Mbak. Hanya saja saya bingung harus mulai darimana."Melihat wajah Kiara begitu membuatku tidak tahan untuk memeluknya.Tapi tidak bisa.Kini aku harus bisa menahan, agar Kiara bisa mengungkapkan isi hatinya."Tidak apa kalau tidak mau cerita.""Saya mau, Mbak," ucap Kiara mantap.Aku dan Sultan semakin memasang wajah serius."Baiklah. Ceritakan kalau sudah nyaman dan tenang."Mbak Sinta memberikan satu gelas minum dan beberapa potong buah untuk mengurangi kegelisahan Kiara.Kiara mulai mengambil napas panjang dan menghembuskannya perlahan."Semuanya berawal dari Ibu yang selama ini aku hormati meminta dibayar, Mbak," jawabnya lirih.Aku dan Sultan saling melempar pandangan.Ibu minta dibayar?Apa ada seorang Ibu yang meminta anaknya membayar semua jasanya?Keterlaluan!Sultan menatapku lekat, bahkan aku pun sampai dibuat risih. "Kenapa?""Apa Kiara adalah adik kandung Jasmin?""Tentu saja.""Tapi kok kamu enggak benci sama Kiara, padahal kan bisa saja dia bersekutu sama Jasmin?""Itu tidak mungkin. Aku tahu Kiara, sifatnya sangat istimewa jika dibandingkan dengan Jasmin ataupun keluarganya yang lain," jawabku mantap."Bingo. Itu maksudku. Aku tidak yakin kalau Kiara adalah bagian dari keluarga Jasmin," ucapnya membuatku berpikir sejenak.Masa iya?Selama yang kutahu mereka bersaudara, bahkan sering kemana-mana hanya berdua.Mbak Sinta sangat terkejut dengan jawaban Kiara, begitu juga aku dan Sultan. Ketika aku berpacaran dengan Jasmin dulu, Ibu Tika sangat lembut dan perhatian pada semua orang. Termasuk pada Kiara.Bahkan keluarga Pak Hari dan Bu Tika ini terkenal dengan sebutan keluarga harmonis."Meminta dibayar? Maksudnya gimana?" Mbak Sinta mencoba untuk tetap tenang. Tangis Kiara semakin pecah. Puluhan lembar tisu pun sudah tergeletak tidak ber
Semenjak aku membalas pesan yang mengatakan kalau aku tidak akan pernah menceraikan Kiara, Ibu seringkali mengirimkan pesan yang berisi ancaman yang ditujukan untuk Kiara.Anehnya, sejak itu pula Kiara sama sekali tidak pernah menegang ponselnya kembali dan kini ia terlihat lebih tenang,Berbagai kata-kata kasar, aku terima dengan begitu mudah. Sumpah serapah. Bahkan mendoakan yang buruk untuk Kiara. Tapi ketika kuajak bertemu, nyalinya langsung ciut. Bahkan tidak pernah ada balasan lagi.Sementara nomor yang kusimpan dengan nama 'orang tidak tahu malu' dalam beberapa hari hanya mengirimkan beberapa pesan saja. Meskipun demikian, isinya langsung meminta uang secara terang-terangan dan dengan jumlah yang lumayan.Anehnya, orang ini lebih berani ketika aku mengajaknya bertemu. Malah jika dilihat dari pesannya, dia bahkan sangat antusias untuk bertemu denganku.Seperti saat ini, dia kembali mengirimkan pesan singkat.[Ayo kita bertemu. Aku yakin kau akan jatuh dalam pelukanku dan langsun
Meskipun aku sangat bingung dengan perkataan Pak Hari, tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Karena beliau langsung berjalan cepat, menjauhiku.Kulihat beliau mengobrol dengan seorang wanita. Tapi kakiku langsung berlari mengejar wanita itu ketika sudah melihat wajahnya. Tidak salah lagi, dia adalah Bu Tika. Istri Pak Hari.Ketika mengejar, mereka tampak beradu mulut lumayan lama dan selang beberapa detik, mereka tiba-tiba lenyap di depan mata. Hilang entah kemana.Ah, sial!Aku kehilangan jejak mereka.Kembali aku chat pesan ke kotak yang bernama Ibu itu dengan ponsel Kiara.[Aku sudah menunggu di restoran Amirisa, meja nomor delapan.][Kiara]Secepat kilat aku langsung mendapatkan balasannya.[Jangan bohong kamu! Aku sekarang tahu siapa kamu. Lihat saja, aku akan membuat istri dan anakmu menderita]Balasnya mengancam dan ditambah beberapa emoticon ketawa.Dasar wanita jahat.Aku benar-benar takut kalau wanita ini akan melakukan sesuatu yang buruk pada istri dan anakku jika merek
Dibalik perubahan istrikuBeberapa hari ini aku lewati dengan susah payah. Walaupun sekuat tenaga aku mencoba untuk tidak bicara dengan Kiara, bahkan terkesan menjaga jarak, tetap saja tidak bisa.Lidahku terasa kelu jika tidak bicara, meskipun hanya sekedar iya dan tidak."Sepertinya istrimu memang tidak biasa," Reyhan pun menilai Kiara hanya polos diluar ketika aku mengatakan tentang percakapan Kiara dan Jasmin.Aku pun menilainya demikian. Namun, entahlah. Karena sangat bingung. Antara percaya dan tidak percaya.Tapi itu dikatakan langsung dari mulut Kiara."Aku rasa sebaiknya kalian bercerai," lanjutnya.Deg ... bercerai?Apa aku harus menjauh dari Kiara dan Della? "Kalau tidak mau menjauh, janganlah percaya apa yang kau lihat dan dengar beberapa waktu lalu itu!" Sultan menepuk pundak kiri."Dan kau, jangan ikut campur dalam masalah rumah tangga orang lain. Kisah percintaanmu yang kandas jangan disamakan dengan kisah orang lain," ucapnya lagi pada Reyhan yang hanya menunduk usai
Diam membisu. Begitulah Kiara saat ini. Padahal rekaman ini membuktikan kalau Kiara berada dalam ancaman, tapi dia sama sekali tidak marah."Kenapa kau tidak marah, sayang?" tanya Mama. "Bukankah seharusnya kau marah dan meminta suamimu untuk menebus kesalahannya karena telah berpikiran negatif padamu?"Tapi Kiara malam semakin diam. Sifatnya itu membuatku dan Mama terasa ngilu dan rasa bersalahku teramat dalam."Bicaralah, Sayang," bisik Mama di telinganya.Kiara mengembuskan napas panjang, "Aku lelah, Ma. Lelah tiap waktu dicurigai, setiap aku menjelaskan, Mas Raksa tidak pernah percaya padaku. Tetap saja harus mencari bukti," jelas Kiara. Setiap katanya yang keluar membuat ulu hatiku semakin sakit.Bukannya aku tidak percaya, tapi aku hanya ingin mengungkap kebenarannya kalau Ara-ku tidak terlibat sama sekali.Memang benar Kiara yang sudah menabrak Jasmin, tapi itu tidak sengaja. Mobil yang Kiara pakai mengalami rem blong dan tepat di depan Jasmin sedang membelakangi mobil yang Kia
Disaat aku telah selesai membanting beberapa barang lalu kembali duduk, laki-laki itu menatapku tajam."Sudah tidak diharapkan, emosian lagi. Kayaknya Kiara rugi banget punya suami sepertimu," ucapnya lagi.Sudah tahu aku masih emosi, bisa-bisanya dia memprovokasi. Seketika aku sudah berdiri di sampingnya, kutarik kerah bajunya, dan kulayangkan tangan untuk meninjunya.Tapi nihil, laki-laki itu berhasil menghindar dengan santainya."Jangan banyak omong kosong!""Lah, kau tidak terima? Dasar egois. Pantas saja Kiara tidak tahan hidup bersama dengan lelaki sepertimu," ucapnya lagi.Kutinju dia beberapa kali. Tapi sayang, bukan dia yang kutinju, melainkan hanya udara. Karena dia dengan cepat bisa menghindar. Bahkan terkesan santai."Dokter Dafa! Ada seorang wanita yang sedang mencarimu," seorang pengawal Sultan yang bertugas di luar tiba-tiba berjalan cepat menghampiri kami.”Kakak urus semuanya di sini, aku akan memperjuangkan apa yang harus aku perjuangkan," bisiknya pada Sultan.Merek
"Jangan!!!"Belum sempat aku menjawab pertanyaan Mama, terdengar teriakan Kiara dari atas."Kiara!" Mama dan aku berlari menaiki tangga secepat mungkin.Aku mohon kau harus baik-baik saja, Kiara.Kubuka pintu kamar, tidak ada apapun. Mama langsung mendekat ke arah Kiara di tempat tidur dan memeluknya erat. Kini kondisinya sangat memperihatinkan.Mungkin tadi dia hanya bermimpi. Benar kata Mama, aku harus percaya sepenuhnya pada Kiara seperti dulu dan memberikan ibu beserta anaknya itu pelajaran yang setimpal."Mama!" panggilnya terisak.Lagi-lagi Kiara memanggil Mama dengan suara yang sangat membuatku tersayat."Kau harus memberantas keluarga benalu itu! Bisa-bisanya mereka memanfaatkan anak Mama," ucap Mama marah.Jari-jari lentiknya mengelus rambut Kiara lembut dan juga wajahnya yang berlinang air mata."Pasti, Ma. Aku akan membuat mereka merasakan posisi berada di tempat Kiara, bahkan lebih."Kududuk di sebelah kiri Kiara dan menyentuh pundaknya pelan. "Mulai saat ini dan seterusny
"Kenapa mundur?" tanyaku padanya. Sengaja dengan sedikit dikeraskan."Syut, jangan berisik," dia mencoba menutupi bibir dengan telunjuknya."Heh, ternyata datang sama suaminya toh. Gimana, enak gak punya suami tapi hatinya enggak denganmu?" tanya salah satu dari mereka."Ngapain takut, aku ada di sini untukmu. Bukan untuk wanita lain. Apalagi orang-orang yang tidak tahu malu!” ucapku lantang. Aku ingin tahu bagaimana reaksi Kiara."Lebayyy,” jawabnya menohok.Satu kata, tapi bagai ribuan jarum menusuk dada."Intinya kamu harus percaya diri, Sayang. Jangan minder, tunjukkan kalau kau pantas diperlakukan baik."Beberapa teman Jasmin menatapku tidak percaya. Karena selama ini yang mereka tahu, aku punya sikap yang dingin dan menjaga jarak terhadap wanita. Tidak seperti sekarang, lembut dan perhatian.Tapi itu hanya untuk Kiaraku. Bukan yang lainnya. Catat!!!"Apa benar dia itu Raksa?" salah satu teman Jasmin menyenggolnya.Beberapa detik terdiam, "Te-tentu saja." Jasmin tertawa canggung.