Share

DI BALIK PERUBAHAN ISTRIKU
DI BALIK PERUBAHAN ISTRIKU
Author: Ucu Nurhami Putri

Part 1

"Pulanglah, Mas dan jangan lupa untuk membawakan aku dan Della makanan," ucapnya lirih.

Selama pernikahan, sifatnya baru-baru ini berubah. Padahal sebelum kehadiran Della, dia masih tetap normal. Meskipun kami baru menikah tiga tahun, ini adalah tahun terberat yang aku hadapi.

Yaitu ketika harus menghadapi seorang istri yang hanya bilang 'ya' atau 'tidak'.

Tapi setiap aku sedang bekerja, dering ponsel terus saja berbunyi. Siapa lagi kalau bukan Kiara. Bahkan rekan kerjaku mengatai kalau istriku punya sifat yang pencemburu.

Berbeda dengan Sultan, bos sekaligus temanku. Dia paling mengatakan kalau mungkin istriku sedang membutuhkan bantuan. Tapi aku hanya menanggapinya dengan seulas senyum.

"Aku masih mau meeting. Kamu beli makanan saja diluar atau memasak."

Meneleponku hanya untuk membawakan makanan? Tidak mungkin.

"Mas, aku mohon kamu pulang secepatnya, aku dan Della kelaparan," ucapnya yang terdengar sesenggukan.

Apa aku percaya? Tidak.

Aku memberikan uang yang banyak untuk ibu, tidak mungkin kalau hanya makanan saja tidak ada.

"Cukup Kiara! Jangan pernah menelponku hanya untuk menyuruhku melakukan hal yang tidak berguna itu."

Aku mengamuk dan memutuskan sambungan telpon. Nafasku memburu. Bisa-bisanya dia meneleponku hanya untuk itu.

"Siapa? Istrimu?" tanya Reyhan. Adik angkat Pak Sultan yang baru pulang dari luar negeri. Sekaligus rekan kerjaku yang paling dekat.

"Iya."

"Kali ini dia minta apa?" tanyanya dengan raut mengejek.

"Seperti biasa, dia memintaku untuk membawakan makanan."

Reyhan terkekeh. Mungkin dia juga sama sepertiku, menganggap hal itu sangat aneh.

Senyumku langsung menghilang ketika wajah Pak Sultan terlihat jelas di depan mata kami.

"Apa yang membuat kalian terlihat bahagia?"

Pak Sultan memasang wajah serius. Bunyi pertanyaannya memang seperti yang mengajak kami bicara, tapi matanya menatapku tajam.

"Ini Kak, istrinya Raksa meminta ia pulang cepat hanya untuk membawakan makanan," Reyhan terkekeh lagi. Dia benar-benar tidak melihat ekspresi Pak Sultan yang menatap tajam ke arahnya.

Aku tahu betul kalau pertanyaan itu untukku. Bukan untuknya.

"Siapa yang bertanya padamu?" ucapnya tegas dan berlalu. Tapi sebelum itu, matanya pun ikut menatapku tajam.

Fiuh, membuat orang hampir mati berdiri saja.

***

"Mana Mas makanannya?" Kiara berlari-lari kecil layaknya seorang bocah ketika aku membuka pintu rumah.

"Kamu apaan sih,"

"Serius, Mas. Aku dan Della laper,” ucapnya berbisik. Entah kenapa perkataannya sekarang tidak selantang tadi pas ditelpon.

"Enggak ada. Lagian kan aku udah kasih uang banyak untuk kamu, Kiara. Harusnya kamu bisa masak atau beli sendiri."

"Lagian aku juga lelah. Baru aja pulang kerja, bukannya disambut baik, malah nanyain makanan."

"Istri kamu itu rakus, Raksa. Dia itu kebangetan kalau makan. Bahkan Della saja sering dianggurin," Ibu menatap Kiara dengan kesal.

Ya, aku tahu kalau Kiara doyan makan. Tapi anehnya setelah kelahiran Della tubuhnya menjadi semakin kurus. Sampai tidak enak jika aku memeluknya, berbeda dengan dulu.

Tapi apa benar kalau Della sampai dianggurin?

Kutatap Kiara yang hanya menggeleng pelan. Apa maksudnya?

"Kalau kamu makan, harusnya bawa Della juga dong! Dia itu anakku satu-satunya. Kamu enggak bisa makan sendiri," ketusku sambil berlalu ke kamar dan membawa Della ke dalam gendongan.

"Iya tuh, denger nasehat dari suami. Jangan bersikap semaunya," Ibu mendengus kesal dari luar.

"Maaf, Mas susu Della habis," lirihnya lagi.

"Apa? Baru saja beberapa hari aku memberikanmu uang? Masa sudah habis lagi??"

Tidak kuat rasanya jika aku selalu diam dengan sikap Kiara yang sudah sangat kelewatan. Aku bukan laki-laki pelit yang memberikan istrinya uang yang kecil.

Paling kecil pun sepuluh juta.

"Dia istri yang boros!" suara Mama kembali terdengar jelas, padahal aku dan Kiara sudah berada di kamar.

"Maaf, Mas, tapi benar-benar sudah habis," lirihnya dan menangis.

Bunyi notifikasi ponsel Kiara terdengar nyaring, langsung dia meraihnya cepat. Melihatnya seperti itu seolah ada yang sedang disembunyikannya dariku.

"Ada apa?"

"Tidak, Mas. Ha-hanya dari Ibu."

Aku malah merasa semakin janggal ketika mendengar jawabannya dan caranya bicara. Dia seperti punya rahasia yang takut diketahui olehku.

Segera aku merampas ponsel yang disembunyikannya di belakang punggung. Rahangku mengeras ketika membaca isi pesannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status