Semoga suka♡´・ᴗ・`♡
"Nenek pada Ryan karena memilih untuk menjadi pria yang baik." Titi menggeleng tak setuju. "Menurutku dia sangat bodoh," ungkap Titi. "Kalau kebodohannya untuk memperjuangkan cucu nenek yang sholehah ini, bagi nenek nggak apa-apa." Mereka tertawa, lalu Nenek berkata lagi. "Ryan bukan orang yang akan berjuang untuk hal yang tidak layak Sayang, artinya kamu memang seberharga itu buat dia." "Memang iya, Nek?" "Ya kalau dia memang bodoh, mana mungkin dia jadi pebisnis yang bisa membawa perusahaan keluarganya ke dalam prestasi yang jauh lebih besar?" "Kok nenek tahu?" "Melati yang cerita," jawab Nenek. Titi pun terkekeh mendengarnya, diam-diam Melati membantu Ryan untuk mendapatkan restu dari sang nenek. Pada akhirnya melatih dan dirinya adalah tim yang sangat solid. Hanya saja sempat terpisah oleh keadaan. Akan tetapi, sepertinya mereka akan meneruskan kebiasaan mereka lagi seperti dulu, saling mendukung. ••• Dua hari setelah sampai di Jakarta, Ryan memutuskan
Meski Ryan memikirkan apa yang dikatakan oleh Nenek Asih, ia masih bisa menjalankan rencananya dengan baik sampai tuntas. Tetangga Titi menghadirinya dengan antusias seperti biasa. Di Desa, meskipun mulut orang-orangnya julit tapi, dalam hal gotong royong mereka nomor satu. Jadi, ada plus minusnya. Titi menggunakan kebaya berwarna Baby Blue dengan bawahan batik hitam dengan motif yang memadukan warna Baby Blue juga. Lalu ada selendang yang senada dengan bawahannya. Ryan sendiri memakai celana kain hitam, baju batik panjang berwarna senada dengan bawahan Titi karena memang ia yang membeli, sepaket alias couple paket. Selama acara inti, Titi diikat dengan cincin yang mungkin tidak ada orang yang tahu kalau cincin itu harganya bisa untuk membeli mobil Fortuner, sekitar 500 sampai 700 juta. Asumsi mereka, karena acaranya sederhana seperti orang-orang biasa, mungkin cincin yang digunakan juga sekitaran 2 sampai 4 juta. Namun, mereka salah. Bahkan, Titi sendiri tidak tahu harga asl
"... tanpa saya ngomong kayak gini juga, saya sudah yakin kalau Nak Ryan memang sosok yang cocok untuk Titi. Apalagi kalian pernah bersama dan akan sangat mudah untuk mengerti satu sama lain." Ryan tersenyum lebar dan merasa malu. "Terima kasih, Pak," ujarnya. "Ya, ngomong-ngomong nanti kita akan berkunjung ke tempat Pak RT untuk izin tinggal. Karena kamu nggak mungkin kan cuma lamaran langsung pulang?" "Sepertinya saya akan langsung pulang Pak karena mengurus beberapa pekerjaan, tapi setelahnya saya akan kembali ke sini, sekaligus menikahi Titi." "Mungkin Titi yang akan tinggal di sini selama sebulan." "Oke... kita berkunjung ke tempat Pak RT untuk membicarakan soal rencana lamaran juga, rencananya yang sederhana kan?" tanya Adi. "Ya seperti pada umumnya, Pak. Tapi karena waktunya singkat mungkin saya bisa di sini seminggu saja. Apakah nggak papa, Pak?" "Kalau kamu bisanya cuma seminggu, ya coba bapak cari yang cepet." "Terima kasih, Pak." "Sama-sama," ujar Adi. "
"Itu artinya saya belum berusaha dengan baik demi keluarga kami," jawab Ryan tegas. Adi terkekeh mendengarnya, lalu menyeruput kopinya dan menatap hamparan sawah dengan tatapan kosong. "Tidak seperti pemuda sekarang yang terus menyalahkan istrinya atas kegagalan pernikahan mereka?" "Maksudnya?" "Dalam pernikahan kalau dalam Islam, suami adalah Qawwam yang berarti pemimpin, pembimbing, penyangga (tiang), dan pelindung. Ada makna lain tapi ini yang akan Bapak jelaskan ke kamu," ujar Adi. Ryan pun mengangguk dengan sorot mata antusias. Sebagai member baru dalam Islam, ia berusaha mencari sebanyak-banyaknya informasi tentang agama di dalamnya. Meski ia sudah lama mempelajarinya, ternyata ia tetap belum mencapai pengetahuan mendalam, otu wajar tapi ia jadi mengerti. Dulu sebagai pihak eksternal, ia mungkin melihatnya dari luar, sekarang ia sudah menjadi internalnya yang seolah bisa menyelam ke dalamnya. Ada terlalu banyak informasi yang belum ia serap, dan ia bersyukur kare
"Nanti Bapak sendiri ajalah yang tanya," ujar Adi akhirnya pergi. Titi, Marni, dan Melati merasa lega karena Adi sudah pergi. Keberadaannya sangat menegangkan, sosok yang lembut tapi, juga tegas secara bersamaan Sebenarnya, baik Titi ataupun Melati, keduanya sama-sama sudah mendapatkan role model suami perbaiki dari Ayahnya. Namun Melati ternyata salah langkah, dan ceroboh dalam membawa diri, sehingga harus mengalami semua itu. Sementara Titi, ia hampir berniat tidak akan menikah tapi, akhirnya takdir mempertemukannya dengan Ryan yang justru malah mengejarnya, ketika ia tidak menginginkan seorang pria ada di sisinya. Adi menemui Ryan yang sedang menggendong Sifa yang tertidur di belakang rumah. Belakang rumah itu langsung berhadapan dengan sawah, tapi bukan milik Adi, tapi milik orang lain. Sawah milik mereka tempatnya jauh dan yang pasti, mereka menggunakannya dengan baik. "Suudah tidur?" tanya Adi pada Ryan. Ryan yang tadi menepuk-nepuk punggung Sifa dengan halu
"Jadi anak ini, anak kandungmu?" tanya Adi dengan raut kaget. Sifa sendiri yang ditatap begitu langsung takut dan memeluk Titi. "Pak, jangan kayak gitu ah... Sifa jadi takut," ujar Titi. Adi pun langsung mengangguk, sementara itu Ryan mendekati Sifa dan mengajaknya keluar, agar keluarga itu bisa bicara dengan leluasa tanpa menakut-nakuti anak kecil tidak bersalah itu.Kl"Kenapa ini bisa terjadi?" tanya Adi.Hal itu membuat ruangan yang minimalis itu, menjadi sunyi.Bangunan rumah itu seperti bangunan di desa pada umumnya luas tetapi, ditinggali oleh orang yang tidak kaya.Artinya mereka mungkin punya tanah di mana-mana dan rumah yang luas tapi, bukan berarti mereka memiliki uang banyak, sehingga mereka hanya bertahan hidup dari hasil panen mereka sendiri.Meskipun mungkin orang-orang Desa ini lebih Seattle karena mereka ada di posisi di mana--jika mereka kehabisan beras mereka bisa memiliki hasil panen. Tidak seperti orang kota, mereka benar-benar harus membeli semua bahan makana