Share

Bab 3. Istri vs Adik Ipar

Author: Bintu Hasan
last update Last Updated: 2023-12-04 18:11:53

"Astaga, Mbak Ana. Kamu tahu gak berapa uang yang harus aku keluarkan buat perawatan tangan?" jerit Nila, wajahnya merah padam dengan kedua mata melotot tajam. Gadis itu kemudian mencuci tangannya pakai sabun sambil terus menghentakkan kakinya. Aku sendiri tertawa ketus.

"Aku tahu. Aku juga tahu kalau uang yang kamu pakai itu dari Mas Dimas, kan? Dasar gak tahu diri, udah menumpang hidup, ongkang kaki malah morotin duit Mas Dimas juga. Kamu gak ingat masmu udah punya istri? Umur segitu harusnya udah bisa nyari duit sendiri. Dibantu dikit mah gak masalah, lah ini kamu keenakan!" cibirku semakin kesal, tetapi mengakhiri kalimat dengan tawa menggelegar.

Nila mungkin mengira aku ini sudah kehilangan akal sehat atau justru dianggap cemburu. Ya, aku memang iri karena seharusnya Mas Dimas memberiku jatah bulanan khusus untuk treatment. Namun, semua hanya sebatas angan, ketika Mas Dimas hendak mengeluarkan uang, ibunya pasti datang sebagai setan, melakukan segala cara demi mematahkan harapanku.

Terlalu banyak alasan yang dia beri pada Mas Dimas. Misalkan saja menabung untuk umroh, beli mobil baru atau mungkin persiapan pernikahan Nila kelak yang akan dilangsungkan dengan sangat meriah dan mewah. Padahal, pacar Nila pun belum juga melamar, hanya berani membawa gadis itu keluar rumah dan pulang larut hampir tiap malam. Ketika aku menegur, ibu kembali mengadu yang tidak-tidak pada Mas Dimas.

"Yang perlu sadar diri itu kamu, Mbak. Selama ini kamu juga nikmatin hasil keringat Mas Dimas, kan? Kalau kamu bisa, kenapa aku nggak? Aku ini adik kandungnya, tanggungjawabnya, kami sedarah, berasal dari rahim yang sama. Lah, Mbak Ana sendiri cuma orang asing, anak panti yang dipungut sama Mas Dimas karena kebaikan hatinya. Sekarang hidupmu terbilang layak karena beruntung doang, tapi aku nggak bakal biarin Mas Dimas diperalat sama anak panti jelek kayak Mbak Ana!"

Jujur, aku tidak bisa berkutik sekarang. Ada perasaan ragu jika terus membalas perbuatan Nila dan juga ibu mertua. Bukan bagaimana, aku takut diceraikan, lalu diusir dari rumah ini. Selain Mas Dimas, aku tidak punya siapa-siapa lagi. Lelaki itulah yang selama ini menjadi tempatku bersandar walau dalam beberapa bulan terakhir dia semakin berubah, alasannya adalah sibuk bekerja.

Andai saja aku punya pekerjaan tetap, sudah sejak lama aku angkat kaki dari rumah ini. Sayang sekali karena dompet tidak punya isi. Biasanya si Miskin akan selalu kalah. Ingin balas dendam pun tidak berani karena berdiri sendiri. Mampukah aku melakukan semuanya nanti, Tuhan?

"Kuperingatkan padamu untuk tidak pernah mengusik hidup aku lagi!" ancam Nila seolah usianya lebih tua dariku.

"Hei, siapa yang mengusik siapa? Kalau tahu malu, kamu pasti pergi dari si–"

Belum selesai aku bicara, Nila dengan berani memukul pundakku, berulang kali. Kedua matanya semakin merah. Sial, aku sampai berteriak, meronta agar dilepas. Akan tetapi, semakin meronta, Nila justru mencengkram leherku.

"Aku adik Mas Dimas. Rumah Mas Dimas, berarti rumah aku juga. Paham?!"

"Suami mendirikan rumah itu untuk istrinya tinggali, bukan adik atau ibunya. Andai Mas Dimas tak menikah, rumah ini bisa kamu klaim milikmu. Enyah dari sini sebelum kuhancurkan kepalamu, Nila!"

Gadis itu tidak mau beranjak, jadi kuputuskan untuk melangkah ke luar lebih dulu. Sial, sekarang Nila dengan berani menarik bajuku, lalu mendorong sampai kepala menabrak dinding. Aku meringis menahan sakit, tetapi adik ipar sialan itu tidak peduli. Aku ditendang, diserang habis-habisan dalam keadaan lemah.

Baru saja aku ingin membalas dengan melayangkan tamparan pada wajahnya, ibu mertua datang, menangkis tangan kiriku dengan gerakan cepat. Kami saling beradu pandang untuk beberapa saat saja karena setelah itu aku memejamkan mata setelah dijitak tiga kali. Penderitaanku terus berlanjut, bahkan lebih parah dari hari sebelumnya.

"Makanya jangan sok berani kalau tidak punya kuasa. Sekarang itu kamu kaya, kamu aman. Bercermin dulu dong sebelum menyerang aku sama ibu. Kamu pikir aku gak dengar tadi kamu berusaha melawan ibuku?" Nila kembali menendang perutku sekuat tenaga.

"Udahlah, Nil. Jangan terlalu disiksa, tuh mukanya ada lebam. Kalau Dimas marah gimana?" Ibu mertua melebarkan senyuman. "Eh, tapi ibu bercanda. Lanjutkan saja, Nil. Ibu yang bakal jelasin ke Dimas biar kamu gak kena marah. Tuh perempuan emang wajib dikasih pelajaran!"

Nila memekakkan tawa. Aku berusaha berdiri dengan sisa tenaga yang ada. Tiba-tiba teringat masa kecil dulu. Ya, aku adalah gadis manja, di mana keinginannya selalu dikabulkan oleh mama dan papa. Apa pun bahkan jika mereka semua menganggap itu sesuatu mustahil, papa dan mama akan berusaha mengabulkan. Sekarang tidak lagi, karena sebuah kesalahan aku harus hidup sendiri dan sekarang aku menyesali keputusan itu.

"Aku akan membuat hidupmu seperti dalam ner–"

"Diam!" Aku membentak, memejamkan mata seraya menarik napas panjang. "Salah. Aku yang kelak akan membuat hidupmu dalam neraka!"

Ibu mertua yang baru saja melangkah pergi mendadak menoleh. Dia menganga ketika melihat putrinya kuhajar habis-habisan. Rambut kutarik lebih kasar dari perlakuannya padaku, kemudian menendang perut itu dan terakhir memberi pukulan di pelipis kanannya sampai mengeluarkan darah segar. Dia meraung kesakitan, meminta tolong tanpa suara.

Secepat kilat ibu mertua memeluk anak gadis kesayangannya. Mengusap kepala dengan lembut untuk menenangkan hati Nila. Aku tertawa geli, meski sebenarnya merasa sedih juga karena rindu pada mama.

"Kamu jangan keterlaluan, Ana. Ibu bisa laporin kamu ke polisi!" teriak ibu mertua, tetapi aku tidak takut sama sekali.

"Kalian boleh mengirim aku ke penjara, tetapi sebelum itu aku harus mengirim kalian ke neraka. Hari ini, akan menjadi hari terakhir kalian menatap dunia!"

Ibu mertua gelagapan, dia mendorong Nila menuju kamar, lalu berpesan padanya untuk meminta Mas Dimas segera pulang. Apakah mereka ketakutan? Aku senang dengan hal itu dan akan membuat mereka gemetaran. Siapa yang memulai seharusnya mengakhiri. Namun, cerita kami berbeda. Akan kubuat kedua perempuan hina itu bertekuk lutut meminta maaf atau justru meregang nyawa dengan sadis.

"Jangan mendekat. Ana, ingat siapa dirimu!"

"Memangnya aku siapa, Bu?"

"Ana, kamu itu menantu ibu. Kenapa kamu menatap ibu seolah musuh yang hendak kamu bunuh? Jangan bergerak dan tetap di tempatmu, Dimas akan pulang." Lihat saja, bibir ibu mertua gemetaran, aku mengembangkan senyum melihatnya.

Menantu? Jadi, sekarang tua bangka itu menganggap aku seorang menantu? Bukankah ibu bilang aku adalah babu di rumah ini? Lucu sekali, semua bisa berubah dalam waktu singkat setelah melihat amarah yang aku tampakkan. Tentu saja Mas Dimas harus segera pulang jika ingin melihat ibu dan adiknya meregang nyawa.

"Tidak, jangan mendekat, Ana. Ibu minta maaf, ibu tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi!" Sekarang ibu mertua bertekuk lutut. Air mata itu mengalir deras, tetapi aku sama sekali tidak tersentuh. Sekarang dia berteriak ketika aku mendorong tubuhnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Siti Khotipah
bodoh banget
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DIAM DISANGKA BABU, BERGERAK JADI RATU   (S2) Bab 65. Cinta Datang Terlambat

    “Mencintai itu insan. Rasa luka itu insan. Namun, masih mencintai di kala terluka adalah malaikat.”—Maulana Jalaluddin Rumi____________________________Cinta sejati tidak selalu lahir dari pertemuan indah yang melahirkan kenangan paling romantis. Cinta sejati bisa juga bermula dari kisah kelam, saling menghunus pedang, saling membunuh dengan harapan menang.Itu pernah terjadi di masa lalu dan dialami oleh banyak pasang manusia. Bukan hanya cinta jadi benci, tetapi benci jadi cinta pun ada. Itu kenyataan, bukan sebatas dongeng yang sering diceritakan oleh para manusia pecinta buku.Seperti Rosaline. Perempuan bergelar janda kembang itu senantiasa mengunjungi mantan suaminya bahkan kerap kali membantu Zanna untuk mengurus Alvino. Sejak dua hari yang lalu, keajaiban turun atas kemurahan hati Sang Pencipta. Lelaki itu membuka mata, keadaannya pun kian membaik. Sekarang tengah berada di ruang perawatan.Saat waktunya makan siang dan Zanna masih mengurus pekerjaan, Rosaline langsung mengam

  • DIAM DISANGKA BABU, BERGERAK JADI RATU   (S2) Bab 64. Prahara dan Cinta

    "Minggir!" teriak Alvino sekeras mungkin di antara derasnya hujan.Enam manusia itu langsung menoleh bersamaan. Salah satu dari mereka tertawa kencang ketika yang lain mengunci pergerakan perempuan itu. Jika Alvino taksir, mungkin sekitar tiga puluh tahun.Seorang lelaki memakai ikat kepala merah di tengah. Sial. Mereka kembali bertemu. Namun, saat ini mungkin tidak ada gadis pembawa traffic cone karena sedang menuju rumah bersama kakaknya.Situasi yang sama untuk tujuan yang berbeda. Apakah ada yang memahami perasaan Alvino saat ini? Tentu saja dia ingin menyelamatkan perempuan itu. Dia paling tidak bisa melihat kekacauan apalagi mengingat bahwa dulu sang bunda pernah menderita.Tolong-menolonglah dalam kebaikan. Begitu nasihat yang selalu ayahnya tekankan."Kamu mau jadi pahlawan?!" bentak lelaki itu. Tubuhnya lebih tinggi dan kekar daripada Alvino sendiri.Dalam derasnya hujan, rasa takut mendominasi. Amarah membara di dalam dada menepis rasa dingin yang seharusnya membuat mereka s

  • DIAM DISANGKA BABU, BERGERAK JADI RATU   (S2) Bab 63. Guten Abend (2)

    Pada tahun itu, dia tidak melakukan kesalahan. Hanya keadaan yang memaksanya pergi; mengikuti takdir yang berjalan.Melepaskan sosok yang dicintai adalah pengorbanan besar—terutama jika demi kebaikanmu—lalu berjuang untuk lepas dari rasa sakit.Membunuh perasaan sendiri?Oh, tidak. Wajahmu telah terlukis indah di hatinya, tidak akan terlupakan, kecuali hati itu telah mati .... Kamu percaya dengan apa yang aku katakan?Jangan! Terkadang aku mengatakan sesuatu yang tidak pantas dibenarkan.~ Rosaline_________________Janda muda yang masih berstatus gadis itu menyempatkan diri untuk mengunggah status di Insta-gram ketika menepikan mobil karena minta oleh Xavier. Lelaki yang hatinya tengah menangis pilu itu ingin mengademkan siri di alfa dengan membeli minuman kesukaan juga beberapa roti.Sudah bukan hal baru apabila mendapat masalah, maka Xavier akan mengademkan diri, berusaha untuk memendam sendiri serta meninggalkan makan sekalipun terasa lapar. Rosaline sendiri duduk merenung du dala

  • DIAM DISANGKA BABU, BERGERAK JADI RATU   (S2) Bab 62. Guten Abend

    “Keindahan yang kamu miliki telah terlukis dalam hati, Tuan. Aku tidak akan melupakannya kecuali hati ini telah mati.”—Rosaline.____________________________"Kamu yakin?" Rosaline mencekal pergelangan tangan sang kakak yang baru saja menyambar kunci mobil.Lelaki tampan, hidung bangir dan tubuh jangkung itu telah siap. Cukup memakai kemeja dan celana jeans serta tatanan rambut rapi tanpa lupa menyemprot parfum pada sisi kanan dan kiri tubuhnya. Sudah hampir pukul delapan malam dan dia harus segera ke sana karena Jenni bilang belum memberi tahu kakak dan papanya.Dia ingin pura-pura terkejut sehingga mereka tidak tahu bahwa malam itu ada rencana yang harus disusun. Lagi pula, semuanya sesuai saran dari Rena yang telah memahami betul bagaimana sifat Lucky dan papanya. Malam itu ... bisa menjadi jalan mereka bersama."Xavier!" panggil Rosaline lagi. Dia geram karena merasa diabaikan."Iya, yakin. Aku sudah bicara sama Jenni, kan? Tidak ada pilihan lain. Ini ibarat kesempatan terakhir da

  • DIAM DISANGKA BABU, BERGERAK JADI RATU   (S2) Bab 61. Guten tag für Verlierer

    “Cinta dan benci adalah dua hal yang tidak bisa bersatu seperti minyak dan air dalam satu wadah. Mustahil ada cinta kalau berselimutkan benci, mustahil membenci kalau ada cinta sekalipun pujaan hati melakukan sebuah kesalahan. Jika benih cinta mulai tumbuh, maka rasa benci seketika memudar. Begitupun sebaliknya, cinta akan terkikis apabila benci sudah mulai mendominasi.”—Bintu Hasan.____________________________Waktu bergerak begitu lambat bagi Xavier karena belum menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang masih bersarang di otak. Pikiran terusik. Keinginannya untuk mempersunting Jenni semakin bulat agar tidak ada lagi alasan untuk berpisah. Sayang sekali, setitik keraguan tentang restu justru makin menyebar.Serupa virus yang menjangkiti sesuatu untuk merusaknya. Begitu juga prasangka buruk, merusak pola pikir. Xavier menghela napas panjang. Dia menyempatkan diri curhat pada Rosaline tadi dan juga ibu angkatnya. Mereka setuju untuk membuat jalinan cinta itu menyatu dengan kua

  • DIAM DISANGKA BABU, BERGERAK JADI RATU   (S2) Bab 60. Selamatkan Aku

    “Oh, Tuhan ... selamatkan aku dari kerinduan yang terus tumbuh.”—Jenni._______________________________Aku lelah. Rasanya terlalu pusing menjalani kehidupan setelah kejadian beberapa hari ini. Aku pikir, pulang ke rumah hanya untuk mengenang tentang Mama Naf dan Mama Lisa, berdamai dengan Papa dan juga Kak Lucky.Entah bagaimana akhir kisah cinta yang terjalin cukup lama ketika mereka justru berbalik menentang. Tidakkah cukup ketulusan Xavier—terlukis di kedua matanya—menjadi jawaban?Ini berat. Sepanjang perjalanan tadi, Kak Rena hanya sibuk meracau. Aku tidak tahu bagaimana akan memberi respon, selain kami belum terlalu dekat semenjak aku tinggal di Makassar, dia juga belum tentu benar-benar berpihak.Bercerita tentang dendam dari masa lalu, semoga Tuhan mengampuni dosa kami. Aku sudah sering mendengar cerita dari mereka ketika berkumpul di rumah. Tentu saja yang dibahas adalah hal menarik, tetapi terkadang Kak Alvino meminta saran pada Kak Lucky dan Kak Rena.Aku penasaran, pura-p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status