Share

Bab 4. Hasutan Setan

Author: Bintu Hasan
last update Last Updated: 2023-12-05 11:37:17

Cukup lama kami bersitegang. Aku senang melihat raut wajah ibu dan Nila yang tampak pucat. Apa sungguh dia ketakutan melihat aku yang mulai berani setelah hampir tiga tahun menjadi babu di rumah suami sendiri? Cuih, sekalipun mereka menangis darah, aku tidak akan pernah memberi maaf.

Luka yang digores dalam hati kecil ini sudah terlalu menganga. Disebabkan perlakuan mereka, aku sudah melakukan percobaan bunuh diri hampir empat kali dalam dua tahun terakhir. Lucunya, Mas Dimas selalu berhasil mencegah, walau tetap saja berujung perdebatan panjang di mana aku dianggap salah karena tidak mampu bersabar.

Sabar seperti apa yang mereka inginkan? Pertanyaan itu selalu hadir dalam benak, setiap malam sebelum aku kembali memejamkan mata.

"Apa-apaan ini?!"

Kami bertiga menoleh ke sumber suara. Aku segera menyambut Mas Dimas yang berdiri di beranda pintu dengan kedua mata menatap penuh kebencian pada istri sendiri. Namun, semua itu bukan masalah lagi karena aku sudah sering menerima perlakuan buruk dari suami pula ketika mencoba membela diri.

"Ibu kamu, seperti biasa selalu maksa aku buat nyuci baju kotornya sekalian sama punya Nila. Ya, seperti babu yang melakukan semua pekerjaan rumah sendirian, padahal di rumah ini ada tiga perempuan dan ketiganya masih sehat. Jadi, aku beri pelajaran. Kamu seneng gak?" Aku sengaja bergelayut manja di lengan Mas Dimas agar dia merasa kesal.

"Kamu ini sudah gila, Ana?!" bentak Mas Dimas menarik kasar tangannya lantas menoyor kepalaku berulang kali. "Kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan?!"

Setelah Mas Dimas menghentikan toyoran itu, aku melirik santai ke arah kanan. Ibu mertua dan Nila duduk di lantai dalam keadaan terikat. Ah ya, aku sampai lupa kalau tadi mengikat mereka dengan tali jemuran. Sebenarnya rencana ini sudah lama ingin aku wujudkan, tetapi belum menemukan saat yang tepat.

"Istri kamu ini emang sudah gila, Dimas. Lihat ibu sama Nila, kita berdua disiksa. Ana selalu pandai mengarang cerita, mengaku dianggap babu lah, dipaksa nyuci pakaian kotor tiga rak sekaligus lah, padahal faktanya nggak begitu. Tadi ibu nyuci baju kotor kalian dan tidak dibolehkan pakai mesin cuci, katanya listrik itu mahal. Dibantu malah gak tahu terima kasih, malah asik-asikan bobo di kamar seharian. Sekalinya keluar, ya kami disiksa." Ibu mertua mengadu, tetapi aku membiarkannya.

"Betul, Mas. Tadi aja aku pengen makan disuruh beres-beres dulu. Lihat muka aku ini ada lebam karena dia pukul. Kalau gak dilawan, mungkin aku sudah mati di tangan Mbak Ana, Mas. Katanya, kita berdua tinggal di sini itu sebagai penumpang, jadi harus tahu diri," sambung Nila memaksa aku menaikkan sebelah alis karena tidak menduga dia berani mengarang bebas seperti yang dilakukan ibunya.

Mas Dimas segera melepas tali yang mengikat ibu dan adiknya, kemudian meminta mereka menepi. Setelah itu aku dipaksa duduk untuk diintrogasi. Aku sudah bisa menebak alur sendiri karena terbiasa diadukan sebagai tersangka oleh mertua sendiri. Betapa iri hati melihat perempuan yang bahagia dengan suami, juga dicintai mertua dan saudara iparnya. Ini hanya sebatas angan, bukan ingin.

"Sekarang mas mau tanya sama kamu, kenapa kamu tega melakukan itu semua? Sudah tidak menganggap ibu seperti ibu kandung kamu lagi? Atau mungkin karena Nila tidak punya pekerjaan?"

Aku memilih diam. Benarkah Mas Dimas tidak tahu alasannya atau hanya sedang berpura-pura demi terlihat baik di mata keluarga sendiri? Entah, aku sendiri belum bisa menebak apa yang ada dalam pikiran Mas Dimas, juga bingung dia ini bodoh atau polos?

"Dulu di awal kita bertemu, mas akui kamu itu gadis yang baik. Hampir setiap hari kamu menanyakan kabar ibu dan juga Nila. Kenapa setelah menikah, semuanya berubah padahal sekarang kamu adalah menantu di rumah ini." Mas Dimas kembali membuka suara, ekspresinya sudah tidak sesangar tadi.

"Aku menantu di rumah ini? Mas jangan bercanda, aku istri di rumah ini, Mas. Emang rumah ini milik ibu kamu?"

Mas Dimas menaikkan sebelas alisnya seperti orang yang sedang mencerna ucapan. Dia benar-benar bodoh, selalu berhasil ditipu oleh ibu dan adik sendiri. Lihatlah dua perempuan sialan itu, mereka kompak mendekati Mas Dimas dan terus mengadu yang tidak-tidak.

"Kalau kamu keberatan menafkahi aku gara-gara pengen membahagiakan ibu sama adik kamu, sebaiknya nikahi saja salah satu dari mereka. Bahagiakan mereka semau kamu, Mas dan lepaskan ikatan pernikahan kita!" pintaku tersulut emosi.

Mas Dimas melipat bibir, sedangkan ibu mertua melotot tajam. Kenapa dengan perempuan tua itu? Dia sangat hobi melotot dan aku berharap mata itu melompat saja keluar daripada aku congkel dengan paksa. Jahat? Tidak, mereka yang memaksaku berpikir demikian padahal sebelum menikah memang sudah menganggapnya sebagai keluarga, saling tolong-menolong jika mendapat kesulitan.

"Udah, ceraikan saja dia, Mas. Di luar sana masih banyak cewek yang cantik dan juga kaya, tentu selevel sama kita. Makanya tuh sejak awal aku nggak setuju kamu nikah sama anak panti, gini, kan, jadinya?"

Ibu mertua mengangguk setuju dengan hasutan Nila tepat di telinga kanan Mas Dimas, dia pun menambahkan, "Betul, tuh. Lihat istrimu, malu-maluin kalau mau dibawa kondangan atau party sama rekan kerja kamu. Udahlah dekil, miskin, burik, kurus, hidup lagi. Mending ceraikan dia. Toh, nggak ada yang bisa diharapkan dari Ana."

"Iya, Mas. Mbak Ana itu kan perempuan mandul!" timpal gadis sialan itu sekali lagi.

Mereka bertiga menatap aku dengan tatapan yang entah, sulit diartikan. Akan tetapi, perlu mereka tahu kalau di sudut hati terdalam ada luka baru. Dikatai mandul karena belum pernah hamil setelah menjalani pernikahan selama tiga tahun? Terlalu gegabah. Aku sudah sering mendesak agar kami melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan, tetapi Mas Dimas kerap menolak. Untung terakhir kali membujuk, dia mau meski langsung pergi tanpa melihat hasil.

Ini sulit dimaafkan. Aku pun tidak akan mau lagi menjadi menantu jika terus saja mendapat penghinaan. Mas Dimas termasuk satu dari sekian banyak suami lemah yang selalu bersembunyi di ketiak ibunya dengan alasan berbakti karena surga ada di telapak kaki ibu. Kalau saja tahu dia selemah itu, aku tidak akan sudi menerima lamarannya dahulu. Dia yang tergila-gila, mendesak agar aku bersedia menjadi istrinya, ternyata bukan tolak ukur kebahagiaan.

"Ayo, Mas. Ceraikan saja dia. Masih banyak kok perempuan yang mau sama kamu, single atau janda asal tajir dan cantik, Mas. Ayolah, ceraikan demi kesehatan mental kamu. Orang mandul gitu gak ada manfaatnya dipertahanin!" bujuk Nila lagi semakin terang-terangan.

"Aku menjatuhkan talak tiga untukmu, kita bukan suami istri lagi!" Ucapan Mas Dimas bagai sambaran petir di siang bolong. Talak tiga?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Elena Wills
suami kek lo ga pantes dipertahankan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DIAM DISANGKA BABU, BERGERAK JADI RATU   (S2) Bab 65. Cinta Datang Terlambat

    “Mencintai itu insan. Rasa luka itu insan. Namun, masih mencintai di kala terluka adalah malaikat.”—Maulana Jalaluddin Rumi____________________________Cinta sejati tidak selalu lahir dari pertemuan indah yang melahirkan kenangan paling romantis. Cinta sejati bisa juga bermula dari kisah kelam, saling menghunus pedang, saling membunuh dengan harapan menang.Itu pernah terjadi di masa lalu dan dialami oleh banyak pasang manusia. Bukan hanya cinta jadi benci, tetapi benci jadi cinta pun ada. Itu kenyataan, bukan sebatas dongeng yang sering diceritakan oleh para manusia pecinta buku.Seperti Rosaline. Perempuan bergelar janda kembang itu senantiasa mengunjungi mantan suaminya bahkan kerap kali membantu Zanna untuk mengurus Alvino. Sejak dua hari yang lalu, keajaiban turun atas kemurahan hati Sang Pencipta. Lelaki itu membuka mata, keadaannya pun kian membaik. Sekarang tengah berada di ruang perawatan.Saat waktunya makan siang dan Zanna masih mengurus pekerjaan, Rosaline langsung mengam

  • DIAM DISANGKA BABU, BERGERAK JADI RATU   (S2) Bab 64. Prahara dan Cinta

    "Minggir!" teriak Alvino sekeras mungkin di antara derasnya hujan.Enam manusia itu langsung menoleh bersamaan. Salah satu dari mereka tertawa kencang ketika yang lain mengunci pergerakan perempuan itu. Jika Alvino taksir, mungkin sekitar tiga puluh tahun.Seorang lelaki memakai ikat kepala merah di tengah. Sial. Mereka kembali bertemu. Namun, saat ini mungkin tidak ada gadis pembawa traffic cone karena sedang menuju rumah bersama kakaknya.Situasi yang sama untuk tujuan yang berbeda. Apakah ada yang memahami perasaan Alvino saat ini? Tentu saja dia ingin menyelamatkan perempuan itu. Dia paling tidak bisa melihat kekacauan apalagi mengingat bahwa dulu sang bunda pernah menderita.Tolong-menolonglah dalam kebaikan. Begitu nasihat yang selalu ayahnya tekankan."Kamu mau jadi pahlawan?!" bentak lelaki itu. Tubuhnya lebih tinggi dan kekar daripada Alvino sendiri.Dalam derasnya hujan, rasa takut mendominasi. Amarah membara di dalam dada menepis rasa dingin yang seharusnya membuat mereka s

  • DIAM DISANGKA BABU, BERGERAK JADI RATU   (S2) Bab 63. Guten Abend (2)

    Pada tahun itu, dia tidak melakukan kesalahan. Hanya keadaan yang memaksanya pergi; mengikuti takdir yang berjalan.Melepaskan sosok yang dicintai adalah pengorbanan besar—terutama jika demi kebaikanmu—lalu berjuang untuk lepas dari rasa sakit.Membunuh perasaan sendiri?Oh, tidak. Wajahmu telah terlukis indah di hatinya, tidak akan terlupakan, kecuali hati itu telah mati .... Kamu percaya dengan apa yang aku katakan?Jangan! Terkadang aku mengatakan sesuatu yang tidak pantas dibenarkan.~ Rosaline_________________Janda muda yang masih berstatus gadis itu menyempatkan diri untuk mengunggah status di Insta-gram ketika menepikan mobil karena minta oleh Xavier. Lelaki yang hatinya tengah menangis pilu itu ingin mengademkan siri di alfa dengan membeli minuman kesukaan juga beberapa roti.Sudah bukan hal baru apabila mendapat masalah, maka Xavier akan mengademkan diri, berusaha untuk memendam sendiri serta meninggalkan makan sekalipun terasa lapar. Rosaline sendiri duduk merenung du dala

  • DIAM DISANGKA BABU, BERGERAK JADI RATU   (S2) Bab 62. Guten Abend

    “Keindahan yang kamu miliki telah terlukis dalam hati, Tuan. Aku tidak akan melupakannya kecuali hati ini telah mati.”—Rosaline.____________________________"Kamu yakin?" Rosaline mencekal pergelangan tangan sang kakak yang baru saja menyambar kunci mobil.Lelaki tampan, hidung bangir dan tubuh jangkung itu telah siap. Cukup memakai kemeja dan celana jeans serta tatanan rambut rapi tanpa lupa menyemprot parfum pada sisi kanan dan kiri tubuhnya. Sudah hampir pukul delapan malam dan dia harus segera ke sana karena Jenni bilang belum memberi tahu kakak dan papanya.Dia ingin pura-pura terkejut sehingga mereka tidak tahu bahwa malam itu ada rencana yang harus disusun. Lagi pula, semuanya sesuai saran dari Rena yang telah memahami betul bagaimana sifat Lucky dan papanya. Malam itu ... bisa menjadi jalan mereka bersama."Xavier!" panggil Rosaline lagi. Dia geram karena merasa diabaikan."Iya, yakin. Aku sudah bicara sama Jenni, kan? Tidak ada pilihan lain. Ini ibarat kesempatan terakhir da

  • DIAM DISANGKA BABU, BERGERAK JADI RATU   (S2) Bab 61. Guten tag für Verlierer

    “Cinta dan benci adalah dua hal yang tidak bisa bersatu seperti minyak dan air dalam satu wadah. Mustahil ada cinta kalau berselimutkan benci, mustahil membenci kalau ada cinta sekalipun pujaan hati melakukan sebuah kesalahan. Jika benih cinta mulai tumbuh, maka rasa benci seketika memudar. Begitupun sebaliknya, cinta akan terkikis apabila benci sudah mulai mendominasi.”—Bintu Hasan.____________________________Waktu bergerak begitu lambat bagi Xavier karena belum menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang masih bersarang di otak. Pikiran terusik. Keinginannya untuk mempersunting Jenni semakin bulat agar tidak ada lagi alasan untuk berpisah. Sayang sekali, setitik keraguan tentang restu justru makin menyebar.Serupa virus yang menjangkiti sesuatu untuk merusaknya. Begitu juga prasangka buruk, merusak pola pikir. Xavier menghela napas panjang. Dia menyempatkan diri curhat pada Rosaline tadi dan juga ibu angkatnya. Mereka setuju untuk membuat jalinan cinta itu menyatu dengan kua

  • DIAM DISANGKA BABU, BERGERAK JADI RATU   (S2) Bab 60. Selamatkan Aku

    “Oh, Tuhan ... selamatkan aku dari kerinduan yang terus tumbuh.”—Jenni._______________________________Aku lelah. Rasanya terlalu pusing menjalani kehidupan setelah kejadian beberapa hari ini. Aku pikir, pulang ke rumah hanya untuk mengenang tentang Mama Naf dan Mama Lisa, berdamai dengan Papa dan juga Kak Lucky.Entah bagaimana akhir kisah cinta yang terjalin cukup lama ketika mereka justru berbalik menentang. Tidakkah cukup ketulusan Xavier—terlukis di kedua matanya—menjadi jawaban?Ini berat. Sepanjang perjalanan tadi, Kak Rena hanya sibuk meracau. Aku tidak tahu bagaimana akan memberi respon, selain kami belum terlalu dekat semenjak aku tinggal di Makassar, dia juga belum tentu benar-benar berpihak.Bercerita tentang dendam dari masa lalu, semoga Tuhan mengampuni dosa kami. Aku sudah sering mendengar cerita dari mereka ketika berkumpul di rumah. Tentu saja yang dibahas adalah hal menarik, tetapi terkadang Kak Alvino meminta saran pada Kak Lucky dan Kak Rena.Aku penasaran, pura-p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status