halo teman-teman 😊😊
Ben terbelalak memandang Arthur mendorong seorang bocah maju ke hadapannya. Anak itu sendiri tampak memindai Ben dari ujung kepala sampai ujung kaki."Bagaimana? Dia mirip kan denganmu."Ben mengatupkan rahang. Dia sedang dikerjai oleh Arthur. "Hei bocah! Dia siapa? Aku bukan bapaknya!"Pria itu serasa ingin menghabisi Arthur sekarang juga. Tapi putra Arthur justru tertawa. Semalam dia dapat ide untuk membalas Ben. Setelah Yue memberi komen kalau Ben dan Ivander mirip. Jadi dia akan buat Ben pusing dengan urusan Ivander."Sana pergi. Dia bapakmu." Arthur memprovokasi Ivannder."Kau! Aku tidak punya anak!""Ayah!" Nyess! Hati Ben mendadak dingin sampai ke ubun-ubun. Panggilan Ivander bak lonceng yang membuat telinganya berdengung. Bukan karena terganggu, tapi karena terdengar begitu manis.Pria itu terpaku di tempatnya berdiri. Tidak mampu menghindar ketika Ivander menubruk dirinya. Ben terkejut seperti kena setrum jutaan volt.Anak? Dia tidak merasa tanam saham selain dengan Vasti. T
Suara lenguhan terdengar. Setelahnya bersambut dengan desahan lain. Terdengar begitu nikmat ketika pria itu terus melaju di atas raga seorang wanita. Hasrat keduanya membara, untuk kemudian melebur ketika puncak telah mereka gapai."Terima kasih. Tidurlah."Kata sang pria seraya mencium bibir perempuan yang baru saja memberinya kepuasan. Seperti biasa dan akan selalu seperti itu.Merasa dicintai dan dibutuhkan, wanita tadi mengulas senyum seraya menatap cinta pada lelaki yang selama ini dia tahu selalu ada di sisinya."Ben, jangan pergi. Aku akan lakukan apapun untukmu. Aku cinta sama kamu."Pria yang dipanggil Ben itu tersenyum. Dia kembali menunduk untuk mencium kening wanita tadi."Aku tahu.""Selain kamu, tidak ada yang menginginkanku. Papaku bahkan tidak ingat padaku. Aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini."Satu usapan penuh kasih perempuan itu terima. "Aku akan selalu di sisimu, Vasti. Aku janji. Sekarang tidurlah. Aku ada sedikit pekerjaan. Jangan cemas. Aku selalu pula
"Ibu, cepatlah sembuh."Arthur menangis ketika dia diperbolehkan melihat sang ibu. Tiga hari sejak perempuan itu dirawat. Selama ini Arthur dan yang lainnya hanya bisa melihat Serena dari balik dinding kaca.Kali ini bocah itu berkesempatan menyentuh wajah Serena yang mulai merona. Hanya saja Serena kehilangan bobot tubuhnya lumayan banyak.Rever benar-benar menumbangkan Serena. Wanita itu seperti sedang direset ulang. Membangun semua dari nol, mengulang dari semula.Max hanya berharap ingatan Serena tidak terganggu. Sebab ada beberapa kasus dengan kejadian hampir mirip, yang bersangkutan sampai kehilangan memori meski sementara."Ibu, ibu, ibu." Arthur mengusap air matanya. Tidak banyak hal yang bocah itu harapkan. Selain sang ibu membuka mata lantas menyahut panggilannya. Dia rindu sekali pada suara ibunya. Bahkan momen perempuan itu mengamuk pun kini sangat Arthur rindukan. Arthur terisak untuk beberapa waktu, tangannya terus menggenggam jemari Serena. Berharap Serena akan balas m
"Seperti yang kalian lihat."Alterio dan yang lainnya mengerutkan dahi ketika deretan foto hitam putih dipajang di depan mereka. Masih mending kalau ditunjukkan foto buronan. Mereka hafal dari jaman dahulu kala. Siapa buronan FBI, CIA atau MI6 yang paling dicari.Tapi kalau mereka disuruh mengamati foto X-Ray, hasil MRI dan lainnya. Auto kemut-kemut kepala mereka. Jelas ini bukan bidang tiga pria berbodi kekar, bertampang rupawan di hadapan Max."Max, jelaskan dalam bahasa paling sederhana yang kira-kira otak kami bisa menerima," celetukan Beita membuat semua orang langsung berujar "nah" bersamaan.Max menggaruk kepalanya. Dia sampai salah tingkah, sama seperti Glen yang auto menggulung senyum. Mereka lupa, para lelaki di depan mereka hanya orang awam, bukan dari kalangan dunia medis.Al dan yang lainnya tidak tahu cara membaca foto X-ray serta hasil MRI. Istilah kedokteran sama sekali tidak tahu. Tapi kalau disuruh bedah mayat cari ginjal dan hati juga yang lainnya, mereka bisa melak
Jantung Yue dan Arthur seperti ingin melompat dari tempatnya. Bagaimana Benjamin Cestra tahu itu mereka."Bagaimana dia bisa tahu itu kamu?" Yue seketika panik, Ben tahu soal Arthur yang menyerangnya, ini gawat! Arthur sendiri tampak tenang. Dia awalnya memang terkejut, tapi setelah dia telaah. Benjamin Cestra tidak mungkin tahu itu dirinya."Tenang saja, dia pasti asal bicara," kata Arthur santai. Drone miliknya tadi sudah dia ledakkan, untuk menghilangkan barang bukti, sekaligus memutus rantai informasi yang mungkin saja bisa Ben akses.Rencana Arthur untuk langkah pencegahan memang terbilang apik, hanya saja dia tidak suka. Planningnya untuk mengumpankan Ben ke kolam piranha gagal total. Mana pria itu hanya menderita luka tembak ringan lagi.Arthur kesal dibuatnya. Belum lagi gedoran pintu memaksa Arthur berakting jika tidak ingin ketahuan."Sudah jangan cemberut lagi, nanti kita bikin yang baru. Kita serang lagi dia. Sekarang fokus ke kesembuhan Tante dulu."Arthur mengangguk mal
"Kakak, tolong jaga pintu," pinta Arthur manis.Yue hanya mengiyakan saja, dia tidak tega merusak kesenangan Arthur di tengah kesedihan yang sedang melanda.Lihat saja bocah itu dengan mata berkilat penuh amarah juga antusiasme tingkat tinggi. Arthur sedang mencari keberadaan Benjamin Cestra.Menggunakan akses Alterio yang Arthur dapat dari sidik jari sang papa. Arthur sedang memburu Ben. Di sampingnya ada Yue yang sedang memandang takjub pada putra Al.Bocah di depannya sungguh jenius. Arthur mampu menembus sistem menara timur tanpa terdeteksi."Dapat?" Tanya Yue ketika Arthur berhenti menggerakkan jarinya."Dapat. Tapi kenapa wajah orang itu seperti papa dan Ivander?"Yue memandang monitor di depan Arthur. Benar sekali kenapa penampakan Benjamin Cestra mirip dengan Alterio dan Ivander. Apalagi ketika foto ketiganya disandingkan. Mereka seperti keluarga."Tambah kamu. Kamu juga mirip mereka.""Masak?""Cobalah."Arthur melakukannya dan hasilnya sungguh mencengangkan. "Kok bisa?""Bod