"Singkirkan mereka."Perintah Beita sangat jelas. Tempat itu serupa kuburan masal. Sebuah eskavator masuk, merobohkan dinding di sisi kanan. Semua orang langsung menyingkir. Mereka bergerak cepat, membuat sebuah lubang super raksasa. Lantas menimbun jasad yang tidak terhitung jumlahnya. Hanya dalam hitungan jam, tempat itu sudah bersih. Bekas anyir darah sudah disiram dengan bertangki-tangki air.Paul, Beita dan Felix mengawasi langsung pekerjaan anak buah mereka. Tak berapa lama beberapa orang datang membawa Anthony dan rekannya.Keduanya tampak lemas, dengan tampilan sangat menyedihkan. Beita dan yang lain saling pandang."Sekarang kalian tahu kan, siapa lawan kalian?" Felix bertanya sarkas.Anthony sama sekali tidak mampu menjawab. Tubuhnya serasa remuk, belum lagi bagian belakang tubuhnya sangat perih."Biarkan mereka membersihkan diri. Lalu bawa masukkan kembali ke penjara. Kita lanjutkan besok," perintah Beita.Pria itu memandang penuh ejekan pada Anthony, mau balas dendam kono
Padahal mereka sudah melihat tubuh rekan mereka tergeletak di tanah. Ada yang pingsan mungkin juga ada yang mati.Namun melihat Al melakukannya tepat di depan mata mereka membuat yang lain bergidik ngeri. Sepertinya mereka sadar kalau tidak ada pilihan selain menyerang Al dengan hasil terluka atau kehilangan nyawa."Serang dia," seruan perintah terdengar membuat Al mencengkeram kuat knuckle besi di tangannya.Sebentar lagi, dia hanya perlu bertahan sebentar lagi. Dia yakin Felix dan yang lainnya tidak akan membiarkan dia terluka sendirian.Serangan datang. Kali ini mereka kompak menyerang bersamaan. Perubahan strategi yang membuat Al menyeringai. Visualnya bergerak cepat, memindai siapa yang lebih mudah dia jangkau, untuk lebih dulu dijatuhkan.Satu lawan satu, oke. Tapi kalau keroyokan, Al jelas kewalahan. Dalam sekejap, tubuh Al sudah terhuyung ke sana ke sini. Membuat mereka punya lebih banyak chance untuk melukai Al.Lelaki itu meringis ketika pukulan bertubi-tubi dia terima. Juga
"Mereka mulai bergerak. Suruh mereka masuk." Paul tampak panik ketika lautan manusia mengeroyok Alterio."Tidak mudah menemukan akses ke dalam," ujar Beita dengan tangan bergerak luar biasa cepat."Yang paling dekat dulu."Paul menghubungi Felix, minta sang rekan untuk menuju tempat Al. Mereka masih sibuk ketika pintu ruangan dibuka. Alex masuk bersama seorang pria bernetra coklat. Mateo Jefferson, putra Steve."Mateo punya rekaman kamera pengawas ruangan Steve." Kata Steve seraya membawa Mateo ke kursinya. Beita memicing begitu melihat rupa Mateo. Dia sepertinya pernah melihat pria itu tapi di mana, dia lupa-lupa ingat.Pengumuman itu cukup mengejutkan, mengingat Paul dan Beita kesulitan sebelumnya."Alex, ambil alih kalau begitu. Kami akan ke penjara. Dia sedang dikeroyok di sana."Alex tercekat, seburuk itukah efeknya. Walau begitu dia menurut. Lapangan memang bukan keahlian. Skill bertarungnya adalah melalui kata yang diwujudkan lewat debat dan argumen."Alex, kopimu!" Sica mene
Yang disebut namanya menyeringai. Dia duduk dikelilingi beberapa orang yang tampak seperti penjaga untuknya. Anthony Hernandez, sama seperti Al dia "diselundupkan" ke tempat ini untuk mengekseskusi pria itu. Selain karena punya motif pribadi, Anthony dengan senang hati melakukan tugas ini karena bayarannya fantastis. Siapa yang akan menolak. Hanya saja, Anthony mungkin tidak akan menyangka kalau tugasnya tidak semudah yang dia bayangkan. "Mengaku untuk apa? Kami tidak bersalah." Alterio tersenyum sinis. Tidak bersalah dia bilang. "Kau rugi kalau ke sini hanya untuk balas dendam." Anthony mencibir. "Aku ingin dia menangis darah saat melihat jasadmu. Sama seperti aku yang kehilangan ayah dan adikku karena dia. Sayang sekali kau tidak bisa melihat apa yang bisa kulakukan padanya saat kau sudah mati." Jadi Anthony rela melakukan ini untuk membals dendam atas kematian Frans dan Thalia Hernandez. Pandai sekali dalangnya mencari pelaku yang punya tekad berani mati macam Anthony.
Dan benar saja, ternyata ada yang mengambil foto saat Beita memeluk Serena. Beita tidak peduli dengan todongan Max yang bertanya apa dia belum bisa melepaskan Serena. "Kamu mau bikin skandal ya?" Beita abaikan juga ledekan Paul. Yang paling penting baginya adalah Al. Maka hal pertama yang Beita lakukan adalah memberi klarifikasi soal apa yang terjadi. Setelahnya dia melesatkan mobil menuju The Hills. Di mana Riva langsung melempar heels padanya. Begitu pria itu muncul di hadapannya."Selingkuh ya?""Enggak, Va. Situasinya sulit. Percaya aku, aku cuma cinta sama kamu. Aku tidak ada apa-apa sama Serena. Aku berani bersumpah."Riva mendengus kesal. Dia berjalan menjauhi Beita yang sontak mengejarnya. "Minggir!" Bentak Riva."Enggak!" Tubuh tinggi besar Beita menghalangi Riva yang ingin masuk ke kamar.Wajahnya masam, tidak ada senyum. Beita tidak suka itu. Dia suka Riva yang ramai dan selalu tertawa. "Va," bujuk Beita.Riva mendorong tubuh sang suami, dia langsung menutup pintu di d
"Jangan sembrono, Rena."Beita terpaksa menghadang langkah Serena. Pria itu berdiri tepat di pintu mobil sang perempuan. Mencegah wanita tadi keluar The Palace.Beda dengan Arthur yang patuh ketika diminta cuti sekolah, dan menghabiskan waktu di rumah. Serena tidak bisa diam begitu. Kecemasan akan keadaan Alterio membuatnya gelisah.Dia pikir akan mengunjungi kantornya sebentar sambil mencari udara segar. Dia bosan terjebak di rumah dengan pikiran over thinking ke mana-mana."Sebentar doang, Ta. Suntuk aku," kilah Serena."Kagak! Jangan pikir aku gak tahu ya. Habis dari kantor kamu mau melipir ke penjara. Gak ada, duduk diam di rumah!""Bisa mati bosan aku!" Rengek Serena sambil menghentakkan kaki. Wanita itu nyaris gila memikirkan Alterio dalam penjara."Kamu bisa melakukan apapun di sini.""Gak bisa cuci mata!" Potong Serena cepat."Kau mau lihat apa?" Pancing Beita."Yang gak ada di rumah. Astaga, Ta. Ayolah, bisa stres otewe gila aku."Serena duduk di tangga depan pintu. Wajahnya