"Sepertinya kita salah. Dia bukan anak emas RD." Vasti muncul dengan gengnya. Seperti biasa, gadis itu datang untuk mengganggu Serena. Sejauh ini, Serena bisa menahan diri untuk tidak melayan tingkah Vasti, seperti saran Felix. "Nah sekarang kalian tahu kan, siapa anak emasnya," balas Serena seraya mengulas senyum. Meski kepalanya keliyengan, tapi dia suka melihat Vasti kembali tertohok ucapannya. "Kau!" Vasti mendengus geram. Terlebih beberapa orang kini terang-terangan memandang rendah padanya. Namun bukan Vasti namanya jika kalah oleh intimidasi mereka yang dia nilai tidak lebih baik darinya. "Apa mungkin memang dia. Tapi tidak heran sih, lihat saja pakaiannya. Dia anak Edgar Martinez, tapi bukannya selama ini image-nya dibangun sebagai wanita baik-baik." Pevi berbisik pada Nicky yang hanya diam sambil menganggukkan kepala. "Alah, kita tahu kalangan mereka seperti apa," komen Nicky setelahnya. Giliran Pevi yang manggut-manggut setuju. Sementara Lisa, gadis itu hanya
Serena hampir tertidur selama menunggu, perutnya mulai nyaman, tapi dia sekarang sangat lapar. Ditambah jam kerja sudah akan dimulai. Serena mulai cemas.Beberapa kali dia melihat ke arah pintu. Tidak ada pergerakan apapun, sialnya lagi Serena tidak membawa ponsel. Benda itu tergeletak di atas meja."Lapar," keluh Serena. Dia bersandar di tepi ranjang, duduk lesehan di lantai berkarpet.Al benar, dia tidak bisa melakukan apa-apa tanpa sarapan. Ego dan omongannya saja yang besar tapi kemampuannya tidak sehebat ucapannya.Dari tempatnya berada, Serena tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan Al dan tamunya. Kamar itu kedap suara rupanya.Hampir lima belas menit, setelah Serena memeriksa jamnya. Baru pintu terbuka. Serena menatap sengit pada Al yang seperti biasa, tanpa ekspresi."Makan," perintah itu kembali Al ucapkan."Sudah tidak sempat, waktu makan siangnya habis."Serena meringis ketika hendak berdiri. Kakinya kesemutan."Justru akan lebih baik." Al melotot ketika Serena menarik u
Vasti mengulas senyum penuh kepuasan, melihat Serena digelandang Felix keluar. Dia mengangkat jempolnya ke arah Thalia, yang meski kesakitan tapi masih bisa menipiskan bibir. Dia jelas senang memandang Felix melotot marah pada Serena."Mampus! Dia akan mendapat hukuman setimpal," maki Vasti.Felix terkenal straight, tegas. Vasti menduga kalau Serena bakal diberi hukuman tidak main-main. Pun dengan Thalia, dua kali bertemu Felix. Perempuan itu mengambil kesimpulan kalau pria berambut pirang itu tidak punya rasa iba.Padahal justru Serena yang ngamuk pada Felix. Dugaan Vasti dan Thalia meleset jauh. Gadis itu misuh-misuh dengan satu nama jadi sasaran.Felix sendiri cuma diam, dia serius memandang laptop, tanpa peduli pada umpatan Serena. Felix hanya mengirim pesan singkat pada Al, melaporkan kalau istrinya ngamuk.Al membaca pesan Felix tapi tidak membalas. Dia sedang mengawasi pembuatan berlian dari mayat manusia. Saat prosesnya selesai dia akan memeriksa menggunakan lensa pembesar jug
Bisa dibayangkan bagaimana tegangnya Serena. Dia jarang sekali berada sedekat ini dengan Al. Intinya Serena selalu jaga jarak. Enggan berdekatan dengan Al, terlebih sejak kejadian pria itu main cium waktu berdekatan.Namun kali ini, Serena tak berkutik. Dua lengan panjang dan kekar Al memenjarakan tubuhnya dari arah belakang. Bertumpu pada kursi penumpang yang diduduki seorang perempuan tua.Serena gugup luar biasa, dengan Al tampak biasa. Meski tersembunyi di balik masker, Serena bisa menebak seperti apa ekspresi wajah Al di baliknya. Jantung Serena berdegup makin kencang. Kala aroma cedarwood seolah melingkupi Serena. Belum ditambah kepala Al yang berada tepat di belakang kepalanya. Tiap kali bergerak, hidung Al akan bergesekan dengan rambutnya."Minggir!" Bisik Serena, tapi Al tidak merespon. Serena tak berani menoleh. Hingga Serena pilih melepaskan diri kala dia sudah tidak tahan dengan hawa panas yang mulai menjalar di tubuhnya."Diam, Ren," desis Al penuh peringatan.Namun per
"Al tunggu! Aduhh!"Al berbalik sambil mendengus geram. Dia seret tangan Serena supaya gadis itu berdiri kembali. Serena nyungsep terserimpet kakinya sendiri, waktu mengejar Al yang jalannya sudah seperti sprint."Sakit!" Serena tanpa sadar mengeluh ketika Al memeriksa lengannya."Sekarang kau tahu kan, kenapa kau dilarang berkeliaran di luar. Bukan aku tidak boleh, tapi semua untuk kebaikanmu sendiri."Al mulai marah. Dia bilang tidak punya perasaan apa-apa pada Serena, tapi dia macam orang hilang akal saat melihat Serena terluka.Serena hanya diam, dia sadar salah kali ini. Gadis itu mendongak, melihat tempat di mana dia berada. Al membawanya ke kamar pria itu. Mereka pulang setelah jemputan datang.Bibir Serena berdesis saat antiseptik dioleskan ke sikunya. Pria itu tekun merawat luka Serena. Wajah tampan Al didominasi ekspresi cemas."Sudah, aku bisa sendiri." Al berdiri, menyerahkan salep pada Serena. Sementara dia berlalu masuk ke sisi kamar yang lebih dalam.Beberapa saat kemu
Max dikejutkan dengan keberadaan Serena di kamar Al. Terlebih melihat tampilan sang gadis yang sangat seksi. Bahu terbuka dengan sebagian dada terlihat. Rambut kusut masai.Pun dengan kegugupan Serena yang terlihat nyata. Meski Serena menyangkal, Max tak percaya begitu saja. Ditambah setelahnya Al muncul dengan rambut basah, juga kemeja yang dikancingkan asal.Semua cukup untuk dijadikan bukti kalau mereka memang baru saja melakukan sesuatu bersama. Apalagi jika bukan bercinta."Kenapa kau?""Kau yang kenapa? Habis dapat jatah masih saja beku. Sumringah lah sedikit, macam Paul dan Felix."Tatapan tajam Al berikan dengan Max biasa saja meresponnya. "Aku tidak melakukannya," tegas Al."Tidak usah diperjelas begitu. Semakin kau mengelak, semakin aku curiga. Jadi kalau benar, tahun ini kami bisa dapat keponakanlah," ledek Max.Al terdiam, tapi sorot matanya tak lepas dari Max. "Kalau kami habis bercinta, menurutmu apa dia masih bisa berjalan keluar dari sini."Pernyataan Al membuat Max k
"Bangun!" Al menggerakkan pundaknya, coba membangunkan Serena yang tidur sepanjang perjalanan menuju kantor RD.Al pikir memakai motor akan menghilangkan kantuk Serena, nyatanya dia salah. Al justru dibuat tegang sepanjang jalan, ketika Serena jatuh tertidur dengan tangan memeluk pinggang, serta tubuh bersandar di punggungnya.Serena pagi-pagi sudah menciptakan bencana dan siksaan untuk Al."Muter lagi," pinta Serena random.Namun keinginannya mendapat toyoran di kepala sebagai balasan."Kerja sana!""Aku kan bisa minta uang padamu."Al urung melangkah, dia berbalik. Kembali mendatangi Serena yang masih nangkring di atas moge-nya."Uang belanja full, servis di ranjang juga full. Bagaimana?"Bola mata Serena mendelik, dia dengan cepat turun dari motor. Melepas helm. "Aku pilih kerja."Sudut bibir Al tertarik. "Bagus, lagi pula sekarang kau belum siap menghadapiku." Pria itu lantas meninggalkan Serena yang kembali membuat gerakan meninju ke arah Al."Aduh," keluh Serena. Tubuhnya sakit
"Apa yang kalian bicarakan?" Thalia menghadang Serena di depan pintu.Serena menyeringai, dia tahu Thalia akan selalu cemburu jika dia dan Ravi berdekatan."Bukan hal penting."Thalia menghalangi Serena yang ingin masuk ruangan. Hal ini membuat Serena berang. Namun istri Al belum sempat bicara ketika Miss Eva lebih dulu muncul."Ada masalah?" Tanya perempuan dengan setelan formal berwarna merah menyala."Tidak, Miss," balas Thalia gugup. Sementara Serena hanya mengangguk sopan sebelum berlalu dari hadapan mentor mereka."Oh Serena, bisakah revisimu selesai sebelum launching seri terbaru?" Pertanyaan Miss Eva membuat Serena urung beranjak."Saya usahakan," hanya itu yang bisa Serena katakan.Untungnya Miss Eva tidak menuntut lebih banyak. Serena pikir, kenapa juga revisi harus siap sebelum launching produk baru. Bukankah desainnya tidak ikut dicetak apalagi masuk katalog musim ini.Serena menggelengkan kepala lantas mulai bekerja. Tentu setelah menjawab kekepoan dari teman-temannya. "
"Tanganmu kenapa?" Al menarik tangan Serena yang baru dia sadari diplester."Aduh, jangan ditekan. Sakit tahu."Kening Al mengkerut, "Kok bisa jadi kayak gini?""Semua gara-gara mawar kamu."Makin dalam gelombang halus di dahi Al yang mulus dan glowing. "Mawar apaan? Aku gak pernah kasih bunga ke kamu."Cep! Al bungkam seketika. Baru dia sadari jika sudah salah bicara. Paul pernah berkata, sesekali belikan hadiah untuk istrimu. Paul juga memberi nasihat. "Kau tidak ada plan untuk menceraikan Serena. Cepat atau lambat perasaan akan tumbuh di antara kalian. Akan lebih baik jika kau membangun bounding dengan istrimu. Itu akan membuat hubungan kalian lebih dekat. Siapa tahu, kalian bisa jatuh cinta."Selama ini, dia memang belum pernah membelikan apapun yang bisa disebut hadiah untuk Serena."Er, serius bukan aku. Nantilah aku belikan mawar sekebon," cengir Al dengan rasa bersalah kentara di wajahnya."Bukan begitu. Kalau bukan dari kamu terus dari siapa. Mawar berduri kayak lagu aja."
Bola mata Serena lekas memindai, sementara bibirnya sibuk mengucapkan terima kasih pada temannya yang membantunya membersihkan lantai. Mendadak, dia menangkap tatapan sinis dari Vasti.Tentu saja, dia adalah tuan putri, mana mungkin dia mau melakukan hal beginian. Pekerjaan yang bagi Vasti mungkin pekerjaan pembantu.Serena menyeringai. Tidak masalah, toh dia juga tidak perlu bantuan Vasti. Akan lebih bagus jika dia dan Vasti tidak saling berinteraksi.Namun Vasti tidak begitu. Perempuan yang kadung benci pada Serena dengan berbagai alasan. Termasuk kemungkinan Serena adalah kekasih Al. Bisa dipastikan jika Vasti akan terus mencari cara untuk mengganggu Serena. "Serena, tanganmu kenapa?" Eva bertanya ketika perempuan itu lewat untuk memberikan tugas lanjutan juga beberapa materi tambahan.Iya, mereka masih terus dibimbing dengan pemberian materi yang diharapkan bisa menaikkan skil mendesain mereka."Tidak apa-apa, Miss. Cuma tergores sedikit," balas Serena.Kali ini dia memang kesul
"Aduuhh."Serena meringis ketika jarinya tergores sesuatu. Dia melihat meja, ada beberapa paku payung yang tadi melukai jarinya. Bola matanya lekas berkeliling, dia pandang semua orang yang ada di ruangan itu. Dia tidak pernah bawa paku payung. Tapi kenapa benda berujung tajam itu mendadak bertebaran di mejanya.Salahnya juga tidak melihat tempat, main sentuh meja. Jika dia teliti, Serena pasti bisa melihat benda tadi di balik kertas. Dia pikir apa ada yang iseng mengerjainya. Atau malah sengaja melakukannya. Serena perhatikan semua orang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Wajah mereka juga terlihat biasa. Akhirnya Serena menghela napas. Dia hanya bersihkan lukanya dengan tisu.Hanya luka tertusuk kecil, tidak akan mempengaruhi performa pekerjaannya. Mungkin saja ini sebuah kecelakaan atau ketidaksengajaan. Serena lanjut mengerjakan tugasnya.Katalog edisi terbaru terbit. Beberapa desain teman Serena dimuat di dalamnya. Meski belum ada di bagian utama. Mereka tetap senan
Al dan Serena berdiri mematung melihat kobaran api melahap sebuah mobil. Kendaraan tersebut hampir hangus seluruhnya. Serena bergidik melihat tiga mayat terpanggang di dalam sana."Sebabnya apa?" Al bertanya pada Max yang mulai sibuk mengambil sample dari mayat yang berhasil di keluarkan anak buahnya.Serena langsung tersedak mencium aroma daging panggang. Mual dia rasakan. Gadis itu menjauh dari lokasi, dia pilih masuk ke mobil Al yang beraroma parfum pria itu. Rasa tenang seketika membalut dada Serena. Dia pejamkam mata, mengabaikan Al yang turut memakai sarung tangan. Tanpa rasa jijik ikut menyentuh mayat tadi.Ya, ya beginilah kehidupan mafia. Harusnya Serena tidak perlu heran lagi. Darah, mayat, pembunuhan, hal itu biasa bagi mereka. Tapi untuk Serena, dia baru mulai memasuki universe ini."Bisa gak sih kalian hidup normal?" Tanya Serena begitu Al kembali ke dalam mobil."Hidup normal uangnya juga normal, Nya. Gak ada duit lebih buat hidup hedon."Serena tertawa. "Kapan kalian
"Al ini gawat. Gaston melarikan diri."Al mengalihkan perhatiannya dari berkas di depannya. Bisa kabur lagi, sepertinya dia harus memeriksa sendiri anak buahnya."Akan kuperiksa."Al beranjak pergi keluar dari ruang kerja. Masuk ke kamar, di mana Serena langsung melompat kaget mendengar suara Al."Ngapain?""Nggak ngapa-ngapain."Al memicingkan mata, sesaat menelisik ekspresi sang istri. Dia coba mencari celah untuk menemukan apa yang sedang disembunyikan Serena."Mau ke mana? Ikut." Serena mengekor langkah Al ke ruang ganti.Namun di buru-buru memejamkan mata saat Al mengganti kemeja dengan kaos. Juga celananya. Meski kerap melihat Al tanpa pakaian saat mereka bercinta. Tetap saja semua jadi aneh waktu semua terjadi di luar aktivitas panas mereka."Pakai tutup mata segala."Serena mendengus mendengar ledekan Alterio. Bunyi resleting yang dinaikkan jadi indikasi kalau pria itu telah selesai berpakaian. Serena bisa membuka mata."Ikut!" Rengek Serena."Mau dinas. Mau bunuh orang. Mau i
Setelah dua hari libur sekaligus menenangkan diri. Serena akhirnya kembali ke kantor. Saat makan malam, Paul menjelaskan kalau Serena tidak perlu khawatir lagi soal kejadian Thalia.Counter attack sudah dibuat, respon dari netijreng juga bagus. Dalam artian mereka tidak lagi memojokkan Serena sebagai pelaku. Meski beberapa masih berkomentar burji, tapi sebagian besar sudah mengubah pandangannya pada Serena. Di zaman ini, pendapat netijreng sangatlah penting untuk sebagian kalangan.Karenanya segelintir orang melakukan berbagai cara supaya image mereka terlihat baik di mata pada pengkritik kritis tersebut.Contohnya Marvel, dia membangun citra pria baik, greenflag. Padahal Marvel diperlakukan aslinya playboy kelas kakap. Casanova level akut. Semua untuk mendapat citra baik di depan publik. Walau belakangan image yang susah payah dia ciptakan hancur berantakan. Siapa pemicunya, Serena jawabannya. Kata Al, siapa suruh coba klaim istrinya. Istri gak tu.Seluruh penghuni ruangan sempat t
Alterio mendengus kesal. Dia berjalan keluar dari ruangan dengan langkah tergesa, tapi tidak mengganggu tidur Serena. Perempuan tersebut tak terusik sedikitpun oleh suasana hati Al yang buruk.Al benci, dalam sehari dia mendapat dua kali ceramah dengan materi sama. "Max sama Ravioli punya telepati kali ya," gerutu Al.Menyoroti nasihat Max dan Ravi yang sama intinya. Serena itu menarik di mata pria lain."Siapa yang berani melirikmu," tanya Al pada Serena yang telah berpindah ke kursi penumpang. Pria itu bisa naik lift yang membawanya turun ke lantai dekat parkiran. Hingga dia tidak perlu menghadapi dua petugas keamanan songong tadi.Dua sosok yang ternyata menunggu Serena dan Alterio turun dari ruangan Ravi. Siapa sangka jika Alterio membawa Serena melalui jalan lain. Hingga di tunggu sampai lebaran monyet pun, mereka tidak akan bertemu Serena dan Al.Tidak ada respon atas pertanyaan Al. Serena agaknya terlalu lelap untuk diganggu tidurnya. Al belum ingin pulang. Jadi dia membawa Se
Alterio kalang kabut waktu mendapati Serena tak ada di rumah. Saat makan siang dia menyempatkan diri untuk pulang. Felix berkata Serena belum masuk kantor. Jadi dia pikir sang istri pasti di rumah.Namun dia tak mendapati siapapun di rumah utama. Bahkan Beita yang tadi pagi lukanya terbuka lagi, sudah berada di kantor.Al langsung naik ke rumah pohon, tapi Serena tidak ada di sana. Pria itu kembali mencari, kali ini dia langsung menemukan keberadaan Serena.Satu lokasi yang membuat Alterio diserang kesal. Dalam hitungan menit, Alterio sudah berjibaku dengan dua petugas keamanan yang kali ini yakin kalau mereka bertindak benar.Alterio tidak punya kartu akses, juga bukan petinggi ED. Dia tidak diizinkan masuk."Aku memang bukan orang penting di sini, tapi aku bisa membuka lift dengan sidik jari. Jadi apa itu dianggap layak untuk bertemu bos kalian."Tumben Alterio bersikap kooperatif. Padahal dia bisa saja menerobos masuk tanpa peduli bakal memicu keributan. Atau sekalian Al ledakkan s
Serena melipat tangan, melihat dua petugas keamanan yang sumringah melihat asisten Ravi. Mereka pikir ini waktunya mengusir Serena.Namun sapaan dari asisten Ravi membuat mereka tertegun. Pria yang sebelas dua belas dengan Ravi dinginnya, tampak hormat pada Serena."Nyonya, kenapa tidak bilang kalau mau ke sini?"Ha? Paras dua petugas kebersihan tadi berubah kecut. Asisten Ravi menyapa dengan santun, itu artinya pria dengan tampilan formal itu kenal baik dengan Serena."Aku sedang luang. Bolehkah aku bertemu Ravi Alexander?"Makin tercengang dua petugas tadi. Serena bahkan tidak perlu memanggil Ravi dengan sebutan tuan. Apa hubungan bos mereka dan perempuan cantik di depan mereka.Mungkinkah wanita itu adalah kekasih tuan mereka. Saat kepala mereka masih dipenuhi tanya. Asisten Ravi sudah menjawab dengan antusias."Tentu saja. Kantor ini milik Anda, Nyonya bebas datang kapan saja. Mari." Sang asisten menunjukkan jalan.Serena sempat melihat wajah dua petugas tadi berubah pias. Baru ta