Satu bab dulu ya, othor masih lebaran. sibuk mengemil kacang sama nastar 😅. btw, selamat idul fitri bagi yang merayakan. mulai besok insya Allah sudah bisa update lebih banyak. terima kasih, lope lope sekebon teh 🫶🫶
"Aku gak bermaksud begitu, Al. Apa aku harus diam saja saat melihat dia mau ngambil dompet orang itu."Serena mengkeret melihat tatapan tajam Al padanya. Gadis itu dicecar oleh Al begitu sampai di rumah. Setelah dia dijemput Max di halte yang entah ada di mana.Serena asal saja turun, sebab dia tidak mungkin menunjukkan rumahnya pada Lisa. Pun di tidak tahu alamat The Pallace.Al sendiri memang tidak bisa menjemput Serena kemarin, dia utus Max tapi pria itu bilang kalau sang istri pulang dengan Lisa naik bus. Al yang sudah illfeel dengan nama Lisa makin geram di buatnya.Lebih jengkel lagi kala Serena tak menuruti sarannya untuk menjaga jarak dengan Lisa. Bukannya manut Serena malah iya iya saja naik bus bareng Lisa."Aku beri tahu. Itu bukan urusanmu. Jangan berlagak kau bisa membantu semua orang yang mengalami kesulitan.""Enggak semua Al, cuma kebetulan aku melihatnya. Apa salahnya aku nolong.""Lalu kamu yang ganti jadi sasaran mereka. Mikir, Ren! Kamu mengganggu lahan bisnis mere
"Sepertinya kita salah. Dia bukan anak emas RD." Vasti muncul dengan gengnya. Seperti biasa, gadis itu datang untuk mengganggu Serena. Sejauh ini, Serena bisa menahan diri untuk tidak melayan tingkah Vasti, seperti saran Felix. "Nah sekarang kalian tahu kan, siapa anak emasnya," balas Serena seraya mengulas senyum. Meski kepalanya keliyengan, tapi dia suka melihat Vasti kembali tertohok ucapannya. "Kau!" Vasti mendengus geram. Terlebih beberapa orang kini terang-terangan memandang rendah padanya. Namun bukan Vasti namanya jika kalah oleh intimidasi mereka yang dia nilai tidak lebih baik darinya. "Apa mungkin memang dia. Tapi tidak heran sih, lihat saja pakaiannya. Dia anak Edgar Martinez, tapi bukannya selama ini image-nya dibangun sebagai wanita baik-baik." Pevi berbisik pada Nicky yang hanya diam sambil menganggukkan kepala. "Alah, kita tahu kalangan mereka seperti apa," komen Nicky setelahnya. Giliran Pevi yang manggut-manggut setuju. Sementara Lisa, gadis itu hanya
Serena hampir tertidur selama menunggu, perutnya mulai nyaman, tapi dia sekarang sangat lapar. Ditambah jam kerja sudah akan dimulai. Serena mulai cemas.Beberapa kali dia melihat ke arah pintu. Tidak ada pergerakan apapun, sialnya lagi Serena tidak membawa ponsel. Benda itu tergeletak di atas meja."Lapar," keluh Serena. Dia bersandar di tepi ranjang, duduk lesehan di lantai berkarpet.Al benar, dia tidak bisa melakukan apa-apa tanpa sarapan. Ego dan omongannya saja yang besar tapi kemampuannya tidak sehebat ucapannya.Dari tempatnya berada, Serena tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan Al dan tamunya. Kamar itu kedap suara rupanya.Hampir lima belas menit, setelah Serena memeriksa jamnya. Baru pintu terbuka. Serena menatap sengit pada Al yang seperti biasa, tanpa ekspresi."Makan," perintah itu kembali Al ucapkan."Sudah tidak sempat, waktu makan siangnya habis."Serena meringis ketika hendak berdiri. Kakinya kesemutan."Justru akan lebih baik." Al melotot ketika Serena menarik u
Vasti mengulas senyum penuh kepuasan, melihat Serena digelandang Felix keluar. Dia mengangkat jempolnya ke arah Thalia, yang meski kesakitan tapi masih bisa menipiskan bibir. Dia jelas senang memandang Felix melotot marah pada Serena."Mampus! Dia akan mendapat hukuman setimpal," maki Vasti.Felix terkenal straight, tegas. Vasti menduga kalau Serena bakal diberi hukuman tidak main-main. Pun dengan Thalia, dua kali bertemu Felix. Perempuan itu mengambil kesimpulan kalau pria berambut pirang itu tidak punya rasa iba.Padahal justru Serena yang ngamuk pada Felix. Dugaan Vasti dan Thalia meleset jauh. Gadis itu misuh-misuh dengan satu nama jadi sasaran.Felix sendiri cuma diam, dia serius memandang laptop, tanpa peduli pada umpatan Serena. Felix hanya mengirim pesan singkat pada Al, melaporkan kalau istrinya ngamuk.Al membaca pesan Felix tapi tidak membalas. Dia sedang mengawasi pembuatan berlian dari mayat manusia. Saat prosesnya selesai dia akan memeriksa menggunakan lensa pembesar jug
Bisa dibayangkan bagaimana tegangnya Serena. Dia jarang sekali berada sedekat ini dengan Al. Intinya Serena selalu jaga jarak. Enggan berdekatan dengan Al, terlebih sejak kejadian pria itu main cium waktu berdekatan.Namun kali ini, Serena tak berkutik. Dua lengan panjang dan kekar Al memenjarakan tubuhnya dari arah belakang. Bertumpu pada kursi penumpang yang diduduki seorang perempuan tua.Serena gugup luar biasa, dengan Al tampak biasa. Meski tersembunyi di balik masker, Serena bisa menebak seperti apa ekspresi wajah Al di baliknya. Jantung Serena berdegup makin kencang. Kala aroma cedarwood seolah melingkupi Serena. Belum ditambah kepala Al yang berada tepat di belakang kepalanya. Tiap kali bergerak, hidung Al akan bergesekan dengan rambutnya."Minggir!" Bisik Serena, tapi Al tidak merespon. Serena tak berani menoleh. Hingga Serena pilih melepaskan diri kala dia sudah tidak tahan dengan hawa panas yang mulai menjalar di tubuhnya."Diam, Ren," desis Al penuh peringatan.Namun per
"Al tunggu! Aduhh!"Al berbalik sambil mendengus geram. Dia seret tangan Serena supaya gadis itu berdiri kembali. Serena nyungsep terserimpet kakinya sendiri, waktu mengejar Al yang jalannya sudah seperti sprint."Sakit!" Serena tanpa sadar mengeluh ketika Al memeriksa lengannya."Sekarang kau tahu kan, kenapa kau dilarang berkeliaran di luar. Bukan aku tidak boleh, tapi semua untuk kebaikanmu sendiri."Al mulai marah. Dia bilang tidak punya perasaan apa-apa pada Serena, tapi dia macam orang hilang akal saat melihat Serena terluka.Serena hanya diam, dia sadar salah kali ini. Gadis itu mendongak, melihat tempat di mana dia berada. Al membawanya ke kamar pria itu. Mereka pulang setelah jemputan datang.Bibir Serena berdesis saat antiseptik dioleskan ke sikunya. Pria itu tekun merawat luka Serena. Wajah tampan Al didominasi ekspresi cemas."Sudah, aku bisa sendiri." Al berdiri, menyerahkan salep pada Serena. Sementara dia berlalu masuk ke sisi kamar yang lebih dalam.Beberapa saat kemu
Max dikejutkan dengan keberadaan Serena di kamar Al. Terlebih melihat tampilan sang gadis yang sangat seksi. Bahu terbuka dengan sebagian dada terlihat. Rambut kusut masai.Pun dengan kegugupan Serena yang terlihat nyata. Meski Serena menyangkal, Max tak percaya begitu saja. Ditambah setelahnya Al muncul dengan rambut basah, juga kemeja yang dikancingkan asal.Semua cukup untuk dijadikan bukti kalau mereka memang baru saja melakukan sesuatu bersama. Apalagi jika bukan bercinta."Kenapa kau?""Kau yang kenapa? Habis dapat jatah masih saja beku. Sumringah lah sedikit, macam Paul dan Felix."Tatapan tajam Al berikan dengan Max biasa saja meresponnya. "Aku tidak melakukannya," tegas Al."Tidak usah diperjelas begitu. Semakin kau mengelak, semakin aku curiga. Jadi kalau benar, tahun ini kami bisa dapat keponakanlah," ledek Max.Al terdiam, tapi sorot matanya tak lepas dari Max. "Kalau kami habis bercinta, menurutmu apa dia masih bisa berjalan keluar dari sini."Pernyataan Al membuat Max k
"Bangun!" Al menggerakkan pundaknya, coba membangunkan Serena yang tidur sepanjang perjalanan menuju kantor RD.Al pikir memakai motor akan menghilangkan kantuk Serena, nyatanya dia salah. Al justru dibuat tegang sepanjang jalan, ketika Serena jatuh tertidur dengan tangan memeluk pinggang, serta tubuh bersandar di punggungnya.Serena pagi-pagi sudah menciptakan bencana dan siksaan untuk Al."Muter lagi," pinta Serena random.Namun keinginannya mendapat toyoran di kepala sebagai balasan."Kerja sana!""Aku kan bisa minta uang padamu."Al urung melangkah, dia berbalik. Kembali mendatangi Serena yang masih nangkring di atas moge-nya."Uang belanja full, servis di ranjang juga full. Bagaimana?"Bola mata Serena mendelik, dia dengan cepat turun dari motor. Melepas helm. "Aku pilih kerja."Sudut bibir Al tertarik. "Bagus, lagi pula sekarang kau belum siap menghadapiku." Pria itu lantas meninggalkan Serena yang kembali membuat gerakan meninju ke arah Al."Aduh," keluh Serena. Tubuhnya sakit
Alterio mendengus kesal. Dia berjalan keluar dari ruangan dengan langkah tergesa, tapi tidak mengganggu tidur Serena. Perempuan tersebut tak terusik sedikitpun oleh suasana hati Al yang buruk.Al benci, dalam sehari dia mendapat dua kali ceramah dengan materi sama. "Max sama Ravioli punya telepati kali ya," gerutu Al.Menyoroti nasihat Max dan Ravi yang sama intinya. Serena itu menarik di mata pria lain."Siapa yang berani melirikmu," tanya Al pada Serena yang telah berpindah ke kursi penumpang. Pria itu bisa naik lift yang membawanya turun ke lantai dekat parkiran. Hingga dia tidak perlu menghadapi dua petugas keamanan songong tadi.Dua sosok yang ternyata menunggu Serena dan Alterio turun dari ruangan Ravi. Siapa sangka jika Alterio membawa Serena melalui jalan lain. Hingga di tunggu sampai lebaran monyet pun, mereka tidak akan bertemu Serena dan Al.Tidak ada respon atas pertanyaan Al. Serena agaknya terlalu lelap untuk diganggu tidurnya. Al belum ingin pulang. Jadi dia membawa Se
Alterio kalang kabut waktu mendapati Serena tak ada di rumah. Saat makan siang dia menyempatkan diri untuk pulang. Felix berkata Serena belum masuk kantor. Jadi dia pikir sang istri pasti di rumah.Namun dia tak mendapati siapapun di rumah utama. Bahkan Beita yang tadi pagi lukanya terbuka lagi, sudah berada di kantor.Al langsung naik ke rumah pohon, tapi Serena tidak ada di sana. Pria itu kembali mencari, kali ini dia langsung menemukan keberadaan Serena.Satu lokasi yang membuat Alterio diserang kesal. Dalam hitungan menit, Alterio sudah berjibaku dengan dua petugas keamanan yang kali ini yakin kalau mereka bertindak benar.Alterio tidak punya kartu akses, juga bukan petinggi ED. Dia tidak diizinkan masuk."Aku memang bukan orang penting di sini, tapi aku bisa membuka lift dengan sidik jari. Jadi apa itu dianggap layak untuk bertemu bos kalian."Tumben Alterio bersikap kooperatif. Padahal dia bisa saja menerobos masuk tanpa peduli bakal memicu keributan. Atau sekalian Al ledakkan s
Serena melipat tangan, melihat dua petugas keamanan yang sumringah melihat asisten Ravi. Mereka pikir ini waktunya mengusir Serena.Namun sapaan dari asisten Ravi membuat mereka tertegun. Pria yang sebelas dua belas dengan Ravi dinginnya, tampak hormat pada Serena."Nyonya, kenapa tidak bilang kalau mau ke sini?"Ha? Paras dua petugas kebersihan tadi berubah kecut. Asisten Ravi menyapa dengan santun, itu artinya pria dengan tampilan formal itu kenal baik dengan Serena."Aku sedang luang. Bolehkah aku bertemu Ravi Alexander?"Makin tercengang dua petugas tadi. Serena bahkan tidak perlu memanggil Ravi dengan sebutan tuan. Apa hubungan bos mereka dan perempuan cantik di depan mereka.Mungkinkah wanita itu adalah kekasih tuan mereka. Saat kepala mereka masih dipenuhi tanya. Asisten Ravi sudah menjawab dengan antusias."Tentu saja. Kantor ini milik Anda, Nyonya bebas datang kapan saja. Mari." Sang asisten menunjukkan jalan.Serena sempat melihat wajah dua petugas tadi berubah pias. Baru ta
Serena kesal sekaligus sedih di waktu bersamaan. Fakta kalau Lisa adalah dalang dibalik kejadian beberapa waktu lalu, cukup memukul mentalnya.Padahal Lisa punya tempat tersendiri di hati Serena. Sekarang Lisa sudah tidak ada. Ada hampa juga kecewa yang Serena rasakan. Perempuan itu meringkuk di bantal besar yang terhampar di lantai.Serena tanpa Al duga pergi ke rumah pohon. Dia melamun sambil memandang ranting pohon yang jadi atap tempat itu.Dia tidak tahu apa yang akan dia hadapi besok. Apa mereka masih akan menghujatnya, atau semua sudah berhenti. Apa yang harus Serena lakukan.Haruskah dia pergi ke kantor atau tetap bersembunyi seperti hari ini. Helaan napas berat jadi hal terakhir yang Serena lakukan sebelum memejamkan mata.Dia berniat kabur dari Al malam ini. Dia marah pada sang suami. Namun rencana kabur Serena tinggal rencana saja. Sebab lima belas kemudian, suara langkah mendekat terdengar. Diikuti hembusan napas penuh kelegaan. Al menemukan Serena. Pria itu duduk bersila
Lisa pikir masih bisa menyelamatkan diri. Dia akan mencobanya. Tidak peduli Gaston hanya memanfaatkannya atau sungguh menyayanginya. Lisa akan urus nanti. Yang penting kabur dulu.Dia melihat celah saat semua orang orang fokus pada Serena. Istri Alterio? Ini di luar perkiraan. Gaston bilang, Serena hanya salah satu wanita yang sedang dekat dengan pria itu.Jadi Serena adalah target yang tepat jika ingin mengusik Al. Siapa sangka jika posisi Serena lebih dari itu.Serena masih sibuk berdebat dengan Al. Dua orang itu sepertinya punya hubungan rumit. Suami istri tapi kesannya jauh dari itu. Dalam pikiran Lisa, Serena adalah sasaran yang bisa mengacaukan konsentrasi Alterio dan yang lainnya.Maka ketika dia berhasil merebut senjata Felix. Benda itu langsung terarah pada Serena."Mati kau!" Letusan peluru terdengar. Serena ditarik menghindar. Gadis itu terkejut, dia pun menoleh. Serena langsung syok mendengar tembakan kembali terdengar. Lisa ambruk di tanah, dengan Beita menekan lengann
Awalnya Serena memang berniat tidur. Tapi kemudian dia terjaga dan sulit memejamkan mata kembali. Kejadian hari itu, meski Al dan pamannya menunjukkan sikap bahwa semua baik-baik saja.Tetap saja Serena merasa terganggu. Dia tidak tahu bagaimana suasana di luar sana. Apa mereka masih menuduhnya sebagai pembunuh?Melihat ekspresi Al yang tenang macam biasa. Serena menduga kalau pria itu telah temukan jalan keluarnya. Namun Serena tetap tidak tenang.Pada akhirnya dia meraih jaket Al, memakainya lalu berjalan keluar kamar. Suasana The Palace sepi. Serena pikir sebab mereka pergi dinas bersama Al.Langkah Serena menuntunnya menuju rumah pohon. Tempat yang akhirnya Al bangun sedemikian rupa. Ada tangga yang memungkinkan Serena tak perlu memanjat kalau sedang malas.Dalam hitungan detik, dia sudah berdiri di atas rumah pohonnya. Ada lantai papan yang disediakan jika Serena ingin selonjoran di sana.Semua terlihat menyenangkan. Serena sesaat menutup mata. Dia nikmati semilir angin malam yan
"Tidurlah."Alterio mengusap punggung Serena yang terbaring di atas dadanya. Mereka sudah pulang dari mansion Alexander dua jam lalu.Keduanya menolak saat diminta untuk menginap. Alterio menjawab dengan santai kalau kewajibannya sebagai menantu keluarga Alexander setidaknya sudah dia penuhi.Jadi perkara menginap atau tidak akan diurus lain kali. Nandito tak bisa mencegah Alterio, terlebih pria itu berujar masih punya masalah yang harus diurus.Dari ekspresi Al, Nandito langsung tahu kalau persoalan yang harus dibereskan Al adalah perkara Thalia."Enggak bisa.""Masih mikirin Thalia. Dia sudah mati. Langsung dikubur tadi.""Ngapain mikirin mayat. Serem.""Lalu?" Al sejatinya sangat terganggu dengan tingkah Serena yang mendadak jadi kelinci imut yang menggemaskan.Serena yang biasanya tantrum kalau dia sentuh, kini tiba-tiba jadi pasrah. Diam saja saat pria itu menariknya dalam pelukan."Terima kasih buat dua triliun itu."Akhirnya Serena tahu kalau Al adalah orang yang membantu keuan
Ekspresi Elle berubah tegang. Sama halnya dengan Nandito. Bedanya pria itu dengan cepat bisa mengendalikan diri."Bukan hal besar. Hanya saja dulu ibumu sangat baik pada tantemu. Tapi dia justru berlaku buruk padamu. Om jadi malu."Serena mengulas. Dia sangat senang sikap Nandito tak berubah padanya. Meski di luaran sana banyak orang blak-blakan mencacinya."Kapan kamu datang? Kenapa tidak kasih tahu. Datang sama Lalita atau Sergie? Atau sama suamimu?"Pertanyaan beruntun Nandito berikan. Pria itu aslinya sangat cemas dengan pemberitaan soal Serena. Takut Serena terpengaruh lantas tak mampu bertahan."Aku datang sama Lalita. Sergie lagi ada urusan. Tahu sendirilah."Nandito tersenyum merespon jawaban Serena. Sang keponakan sengaja tak menjawab soalan seputar suaminya."Turunlah makan sebentar lagi. Tante siapkan makan malam." Elle pilih menghindar dari situasi yang menyudutkan dirinya. Serena mengangguk, tidak merespon berlebihan. Setelahnya suasana hening menyelimuti ruangan dengan
Kejadiannya persis seperti Nereida. Serena merekam dengan apik di benaknya. Seperti apa ibunya saat terjatuh dari tangga, lalu berhenti dengan kepala terus mengucurkan darah.Akibatnya, tak lama kemudian Nereida meninggal. Serena mematung di tempatnya berdiri, menyaksikan beberapa orang mulai berdatangan memberi pertolongan pada Thalia.Jiwa Serena serasa terhisap kembali ke masa itu. Saat dia menangis histeris saat Lalita dan Sergie mencoba menyelamatkan ibunya. Namun gagal."Ibu, mereka sudah mendapat balasannya. Ibu bisa tenang di sana.""Dia yang mendorongnya!" Suara itu membuat Serena tersadar. Saat itu Serena merasa ada tangan yang menyentuh bahunya. Lalita ada di sana. Jelas untuk melindunginya."Jangan sembarangan menuduh. Memangnya kamu lihat kejadiannya?" Seru yang lain. Tubuh Thalia sudah diangkut menuju rumah sakit. Yang tersisa di sana tinggal staf umum RD. Kenapa disebut umum, sebab mereka murni karyawan biasa.Kalau mereka merangkap anggota Black Diamond. Mana berani