Satu bab dulu ya, othor masih lebaran. sibuk mengemil kacang sama nastar 😅. btw, selamat idul fitri bagi yang merayakan. mulai besok insya Allah sudah bisa update lebih banyak. terima kasih, lope lope sekebon teh 🫶🫶
"Arthur kamu tidak apa-apa, Sayang?"Serena mengambil alih Arthur dari gendongan Glen."Gak, Bu. Arthur gak apa-apa.""Terus tadi kenapa tadi teriak sakit sama Om Glen," selidik Serena."Oh, itu Arthur ngeri lihat lukanya Om Sergie. Dia yang tadi selamatin Arthur."Wajah Arthur berubah sendu. Matanya melirik ke arah Sergie yang terbaring topless di atas brankar. Bahu pria itu sedang ditangani oleh Max."Jadi tembakan tadi ....""Mereka berhasil masuk, tapi gagal melukai Arthur, Sergie yang menahan pelurunya," Edgar menjawab dari sisi kiri. Dia tidak mungkin memberitahu Serena kalau Arthur sendiri yang menghabisi orang yang telah melukai Sergie. Bisa syok itu perempuan.Edgar berada di tempat tidur dengan dada terhubung ke monitor melalui kabel-kabel kecil. Hal ini membuat Serena kembali dilanda cemas."Papa kenapa?" Serena kini beralih ke ayahnya."Detak jantungnya naik. Ingat, papamu kan jantungnya sejak hari itu bermasalah. Dia tadi kaget lihat Arthur hampir tertembak," jelas Max s
"Arthur!" Teriakan Serena teredam ketika justru makin banyak penyerang menghadang mereka. Dia terus melawan tapi musuh yang datang seolah tak ada habisnya.Bunyi tulang patah, teriakan kesakitan, bahkan tawa penuh kepuasan terdengar. Baru kali ini Serena mengalami kejadian mengerikan tepat di depan mata."Tidak ada laporan. Artinya Arthur baik-baik saja," Beita meyakinkan. Dia lirik Al yang fokus mengejar Gaston. Biang keladi dari penyerangan hari ini.Alterio akhirnya dapatkan apa yang dia mau. "Katakan di mana bosmu!" Gaston meringis ketika Al menginjak dadanya. Tak berapa lama dia mengerang kesakitan kala Al makin brutal menyiksanya."Bos yang mana? Aku menyerang hanya karena info menarik dari anak buahmu yang kurang belaian. Kau tahu dia sangat seksi dan liar di ranjang. Mungkin lebih panas dari istrimu. Ughhh!"Gaston menjerit tertahan, Al kali ini menekan batang lehernya. "Jangan sebut istriku dengan mulut kotormu. Harusnya aku habisi kau sekalian dengan adikmu hari itu. Biar
"Berapa lama lagi?" Max bertanya pada Glen yang sedang mengubah ukuran serum penawar. Pria itu sendiri tengah memuat serum yang sudah jadi ke drone Arthur yang mendadak muncul melalui lubang ventilasi."Tiga menit," sahut Glen. Staf lain sudah diamankan. Sementara pintu depan masih coba dibobol. Max santai saja mendengar beberapa orang coba mendobrak pintu."Takkan berhasil punya," cibir Max penuh ejekan.Untungnya Paul menambahkan sensor pendeteksi alat pelacak setelah hari itu. Hingga benda kecil yang ditempelkan orang tidak dikenal hari itu, langsung ketahuan begitu Max melangkahi pintu ruangannya.Benda itu diambil alih Paul. Oleh pria itu tampilannya dimanipulasi. Hingga seolah tetap menempel di kulit Max, padahal tidak."Siap, Tuan." Glen menyahut ceria. Dia datang dengan botol berisi serum. "Habis ini kita cek IQ anaknya Al berapa. Mosok anak yang hobi mancing ikan koi sama manjat pohon. Bisa bikin ginian."Max memandang takjub pada benda berwarna biru. Bahkan warnanya tidak
Sergie setengah tidak rela ketika disuruh kembali ke tempat Edgar. Dia cemas tiap kali adu fisik terjadi. Dia khawatir teman-temannya akan terluka atau tuannya sendiri yang cidera.Tapi dia bisa apa ketika Alterio sudah memberikan titahnya. Mau tidak mau dia harus patuh. Walau dongkol, dia tetap pergi. Namun satu hal yang tidak pernah Sergie duga adalah dia justru bertemu tuan mudanya tepat ketika mesin mobilnya baru menyala."Om!" Seru Arthur riang."Tuan muda. Kenapa malah ke sini? Nanti Tuan marah. Tuan Besar ini bagaimana?" Sergie berkata cemas."Dia mau bantu. Aku bisa apa?" Sahut Edgar santai."Bantu? Bantu apa tuan muda.""Om Paul bilang mereka pakai serum kebal, gak mempan dipukul. Kita bisa atasi itu pakai ini. Om Max punya penawarnya kan?"Arthur menunjuk benda dalam pelukannya. Sergie terbelalak. Sejak kapan anak tuannya merakit drone. Kok dia tidak tahu."Siapa yang buat?" Sergie justru salfok pada drone dalam dekapan Arthur."Kau pikir apa yang dia lakukan di White Villa.
"Tidak mau!" Tolak Serena mentah-mentah.Dia tidak mau diungsikan ke "bunker" bersama Eva dan Sera. Selama Arthur di tempat aman, dia akan ikut menghadapi musuh."Anggap saja aku sedang trial," candanya sambil mengganti heels dengan flat shoes.Alterio menggeram. "Trial-mu bakal ganggu fokus kami." Pria itu menjawab sambil mengisi amunisi senjata. Hanya untuk berjaga-jaga. Mengingat keseluruhan The Palace dilengkapi persenjataan yang akan berfungsi jika Paul mengaktifkannya."Aku tidak selemah itu.""Memang tidak, tapi kadang logika kalian sebagai perempuan yang menghambat pergerakan kalian."Felix muncul dari sisi kiri, di mana senjata juga ada di tangannya. Tampak santai, meski dari monitor di tempat itu terlihat puluhan orang menyerbu masuk The Palace."Kalian meremehkanku," cetus Serena tidak suka."Kebanyakan begitu, Ren. Jangan sensi amat. Kalau mau ngamuk ke dia aja." Felix menunjuk Al yang sedang mengamati layar monitor."Paul bagaimana mereka bisa masuk tanpa terdeteksi siste
"Alex, ini data soal Mateo Jefferson."Sica menyerahkan setumpuk dokumen di depan Alex. Pengacara itu langsung melongo. "Sebanyak ini?" Pria itu menyentuh berkas yang tebalnya hampir sepanjang jari kelingkingnya."Kau minta aku carikan, ya aku cari."Alex menyingkirkan laptopnya. Dia meraih berkas paling bawah yang biasanya dari kurun waktu terlama. Alex hafal cara kerja Sica. Dia mengurutkan data dengan sistem yang lama paling bawah. Karena Alex ingin mengetahui masa lalu Mateo, maka dia bisa mendapatkannya dari sana. Pria itu lantas membolak balikkan halaman lebih dari sepuluh menit."Too perfect," komennya pada akhirnya."Benar terlalu sempurna, maka sangat mencurigakan.""Tahu begitu kenapa dikasih ke aku," dengus Alex kesal.Alex tidak tahu ekspresi wajah Sica berubah ketika Alex menyatakan protesnya. Namun gadis itu hanya mengedikkan bahu."Kamu nginep aja ini sudah malam." Alex berkata ketika Sica beranjak pergi."Gak, gak enak tidur di kasurmu. Wangimu bikin sesak.""Bukannya