"Ayo nikmati pestanya, Va."Puluhan gelas diangkat untuk bersulang. "Cherrsss!" Teriak mereka."Jarang-jarang lo Riva nongol di tempat beginian. Biasanya dia nongkrong di arena balap. Sama cowoknya yang kece." Mesya mulai jadi kompor meleduk.Riva yang sudah habis satu gelas, berdecak kesal. "Mana aku punya cowok?" Kilahnya. Tampilan gadis itu malam ini benar-benar menggoda.Celana kulit membalut kaki jenjangnya. Meski seri yakult, tapi Riva tetap punya pesonanya sendiri. Tank top yang dia pakai ditutupi jaket kulit yang kian menambah keseksiannya.Siapapun yang melihat pasti tahu kalau Riva barang bagus. Tapi semua yang ada di sini tahu siapa dirinya, maka mereka tidak berani macam-macam. Berurusan dengan keluarga Alexander akan merepotkan mereka.Tapi bukannya tidak ada yang memanfaatkan kesempatan itu. Yang ada di ruangan itu sebagian besar perempuan. Dengan satu dua pria yang datang menemani pasangannya. Mesya khusus menjaga Riva malam ini, makanya dia tidak boleh mabok. Tidak ma
Sudah dua hari Beita mangkir dari pekerjaannya. Tidak ngantor, tidak dinas. Dia hanya mengurung diri di The Hills. Rumah yang sejatinya masih satu komplek dengan The Palace.Sebenarnya area itu memang sudah diklaim oleh klan Black Diamond. Mereka beli resmi, patungan. Nah tiap anggota inti bebas bangun rumah di situ. Selain Beita ada Felix dan Paul yang sudah punya kediaman sendiri. Max sendiri memilih nimbrung di The Palace. Sebab laboratorium tercintanya ada di sana. Dia tidak mau pisah. Soalnya ribet jika harus memindahkan lab sebesar itu. Belum lagi resiko meledak dari bahan kimia dan formula jika dipindahkan.Lebih jauh lagi karena lab Max di The Palace dirancang tahan ledakan. Baik dari ketebalan dinding betol yang mencapai tujuh belas inci. Ditambah struktur bangunan juga material pembuatan.Lab Max hampir menyerupai bunker yang tidak bisa ditembus serangan dari luar. Sekaligus ledakan dari dalam tidak akan merusak keluar.Bagaimana bisa Max meninggalkan tempat itu jika iany
Satu pukulan Edgar berikan pada sang asisten. Pria itu tampak marah luar biasa."Maafkan saya, Tuan. Saya pikir Anda ingin menghabiskan waktu dengannya. Jadi saya berinisiatif memberikan obat itu.""Lancang! Kau pikir setiap gadis yang kutemui akan jadi teman tidurku. Berapa lama kau ikut aku, Ben. Seharusnya kau tahu mana perempuan yang ingin kutiduri dan mana yang tidak!"Ben tertegun. Hanya karena seorang Serena, Edgar memarahinya habis-habisan. Ini tidak masuk akal, kecuali karena sesuatu yang tidak dia ketahui.Mungkinkah sang tuan telah mengetahui siapa Serena. Tapi sepertinya tidak mungkin. Jika Edgar tahu siapa Serena pria itu pasti akan membawa Serena pulang.Menjadikannya pewaris. Serena memang memenuhi syarat untuk semua itu. Meski hanya lulusan sekolah menengah, tapi kecerdasan dan kemampuan Serena setara dengan mereka berpendidikan strata satu."Maaf, Tuan. Saya salah kali ini. Apa Tuan ingin mengagendakan pertemuan lagi. Saya akan minta maaf, lalu akan buatkan janji deng
"Astaga, Ren. Nanti dulu."Alterio kewalahan membawa Serena keluar dari toilet. Perempuan itu terus menyerangnya, mencium bibirnya. Sementara tangannya bergerilya ke mana-mana.Alterio menggunakan tangga darurat untuk pergi dari tempat itu. Dia nyaris menggendong Serena jika sang istri tak bisa dikendalikan. Untungnya mereka bisa sampai ke mobil dengan cepat.Jika tadi Serena yang memaki. Sekarang giliran Al yang mengumpat. Dulu waktu Serena diberi obat oleh Anthony, reaksinya tidak seperti sekarang. Maklum waktu itu Serena masih perawan. Dan hubungan mereka belum sedekat sekarang.Lah sekarang sudah beda. Serena jadi agresif, perempuan itu bahkan tanpa ragu melepas ikat pinggang Al begitu mereka masuk ke mobil.Alterio merasa lega bisa datang tepat waktu, meski sekarang istrinya jadi bertingkah liar. Awalnya Al ingin pulang atau pergi hotel terdekat, tapi melihat keadaan Serena sepertinya tidak mungkin."Rena, sabar dulu.""Enggak bisa, Al. Rasanya panas." Serena langsung mencium bi
Serena terhuyung seraya keluar dari ruangan tempat Edgar berada. Sialan! Serena memaki bapaknya sendiri yang ingin menyentuhnya.Dua kali dia minum obat, dua-duanya saat Serena berada dekat keluarga Martinez. Dengan kata lain keluarganya sendiri mencoba mencelakainya. Sial sekali nama keluarga itu.Yang kemarin ulahnya si kampret Anthony dan Marvel, yang sekarang malah bapaknya sendiri yang bertingkah. Serena berulang kali mengumpat dalam hati.Perempuan itu terus berjalan meski tanpa tujuan. Tempat mana yang harus dia tuju jika tubuh rasanya terbakar. Dengan sensasi ingin disentuh kian kuat. Kamar mandi! Dia bisa pergi ke sana. Serena mengayunkan langkah mencari toilet berada. Beruntung tidak ada yang menahannya saat keluar restoran. Baru meninggalkan restoran dia mendengar seseorang memanggilnya. "Serena! Kamu di sini juga? Jajan yuk!" Mona berlari riang ke arahnya. Tapi Serena terlalu takut untuk mendekati Mona. Dia takut sentuhan Mona bisa membuatnya makin menggila. Meski ses
Suara baku hantam terdengar. Dua pria tampak seperti sparring, padahal mereka memang berkelahi betulan.Beita terlihat menggebu-gebu saat menyerang Alterio. Sementara yang diserang justru santai menanggapi."Lawan aku, Al!""Ini aku lawan, Ta.""Full power! Jangan jadi pengecut!"Geram nian Beita melihat Al sekilas masih bisa tersenyum padanya. Pria itu mendengus untuk kemudian melayangkan pukulan yang sialnya bisa ditahan dengan satu tangan oleh Al.Tak kehabisan akal, Beita menendang. Namun yang terjadi, Al juga menangkisnya menggunakan kaki. Suami Serena mengunci pergerakan Beita. Hingga pria itu tak bisa bergerak."Emosimu, ingat itu.""Kita hanya kalah dalam hal itu.""Tidak. Kelemahan kita sama. Hanya kali ini, kamu gagal mengendalikannya. Next time, mungkin aku yang melakukan kesalahan itu.""Kau bohong soal kakakku. Bagaimana aku tidak marah.""Aku tidak bohong, Ta. Suer!""Jangan panggil aku begitu. Aku bukan anak kecil lagi!"Beita benci dipanggil memakai kata belakangnya.