Share

Pria Bertopeng

Author: Thietha
last update Last Updated: 2021-04-15 10:31:51

“Kenapa aku bisa berada di sini? Vila siapa ini? Apa mungkin Cherry membawaku ke Vilanya? Tidak mungkin! Lalu, siapa pria di luar sana?” Jenia terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Ia benar-benar merasa bingung dengan apa yang telah terjadi padanya saat ini.

Tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya itu, membuat Jenia semakin risau. Jenia menggigit jari, berharap ia mendapatkan ide luar biasa untuk bisa lepas dari sana.

Jenia hanya bisa duduk diam sembari memikirkan cara untuk dapat keluar dari tempat itu. Suara pintu yang terbuka membuat Jenia kaget. Tidak ada orang yang datang dari balik pintu itu, hanya sepasang tangan yang menaruh nampan berisi makanan dan minuman di belakang pintu, kemudian pintu terkunci kembali.

Seperti seorang tahanan di balik jeruji besi, kurang lebih hal itu yang dirasakan Jenia saat ini. Bahkan, mereka seolah-olah tengah memberikan makan pada seekor macan sehingga mereka takut untuk menemui Jenia secara langsung.

“Siapa mereka? Mengapa mereka mengurungku di sini? Di mana Cherry?” Jenia tidak berhenti bertanya pada dirinya sendiri.

Matanya menatap pada makanan yang masih berada di belakang pintu. Ia mengambil napas panjang lalu mengembuskan dengan kasar dan membuang muka ke arah lain, merasa enggan untuk menyantap makanan itu.

“Aku tidak ingin makan! Bawa kembali makanan kalian!” pekik Jenia mengancam seolah-olah akan ada orang yang datang mendengarkan teriakannya kali ini.

Jenia kembali berselimut, berusaha untuk menahan rasa lapar yang sejatinya sudah membuat perutnya bergemuruh sejak tadi.

“Hei, aku tidak akan makan! Keluarkan aku dari sini!” Jenia terus terpekik.

Ia tidak peduli pada suara parau yang terdengar tegas di telinganya, yang ia pedulikan adalah sang ayah yang pasti dari semalam sudah menunggunya untuk pulang. Bisa saja ayahnya, Maheza, menunggunya dengan tangkai sapu yang siap untuk dipukulkan pada Jenia karena tidak pulang semalam tanpa memberikan kabar.

Pintu kamar tempat Jenia berada kembali terbuka, kali ini seorang wanita yang tampak renta datang dan membawakan makanan itu pada Jenia. Dari pakaian seragam yang ia kenakan, sudah jelas bahwa dia adalah asisten rumah tangga di vila itu.

“Anda siapa?” tanya Jenia dengan bibir manyun.

“Saya diperintahkan tuan muda untuk mengantarkan makanan ini kepada Nona. Nona harus makan, jika nona tidak makan, maka seluruh orang yang berada di vila saat ini juga tidak boleh makan!” tutur wanita tua itu dengan bahasa yang lugas dan santun.

Jenia menganga, peraturan aneh itu benar-benar tidak biasa terdengar di telinganya. Biasanya, Maheza selalu menghukum Jenia dan melarang Jenia untuk makan, tetapi karena kebaikan kakak tirinya, Jenia masih bisa mengisi perutnya yang kosong.

Namun, peraturan di vila itu sungguh berbeda, membuat Jenia yang berhati lembut merasa tidak tega jadinya. Jenia tidak ingin orang lain menderita karena dirinya.

“Makanlah walau sedikit, sejak pagi Nona tidak menyantap apapun!” ucapnya lagi dengan nada khawatir.

“Baiklah, akan aku lakukan, aku akan menyantap semua makanan ini karena aku tidak ingin kalian menjadi kelaparan, tapi …” Jenia terdiam sejenak, sedangkan wanita tua itu tampak menantikan apa yang akan Jenia ucapkan.

“Tapi, aku ingin kalian membiarkan aku keluar dari tempat ini, aku harus pulang!” rengek Jenia.

Wanita itu berbalik badan dan meninggalkan Jenia tanpa berkata sepatah katapun. Membuat Jenia merasa jengkel lalu menyantap makanannya dengan rasa kesal.

Penjagaan di depan kamar Jenia begitu ketat, ada tiga orang yang berdiri di depan pintu. Di anak tangga juga terdapat dua orang yang berdiri di sana. Di depan setiap pintu yang mengarah keluar dari vila itupun dijaga ketat oleh pria yang berseragam hitam dengan otot yang menyembul dari balik baju yang mereka kenakan.

“Kenapa mereka mengurungku di sini? Kesalahan apa yang telah aku lakukan? Apa Papa memiliki hutang sehingga mereka menyandera aku sampai papa melunasi hutangnya dengan menjualku?” Jenia tidak berhentinya bertanya-tanya.

Ia kembali ingat pada Cherry. Entah bagaimana nasib Cherry saat ini, apakah Cherry juga mengalami hal yang sama dengannya? Atau Cherry diperlakukan lebih parah dibandingkan dengannya?

Huh, Jenia mengembus napas kasar, ia tidak bisa membayangkan jika kemalangan dan penyekapan ini juga terjadi pada sahabatnya.

“Cherry pasti akan menderita, bahkan orang tua Cherry di kampung pasti akan sangat sedih apalagi orang tua Cherry tidak akan mampu menebusnya jika pencuri ini meminta uang tebusan,” pikir Jenia.

“Papa!” seketika Jenia teringat pada Maheza, sang papa yang telah berusia renta itu pasti akan terkena serangan jantung jika mengetahui keberadaan putrinya yang terkurung di sebuah tempat dengan pengawasan ketat seperti ini.

Jenia beranjak mendekati pintu. Ia tidak bisa berlama-lama berada di tempat itu. Ia harus keluar dari sana dan kembali pulang untuk menemui Maheza yang pasti marah karena menunggu kepulangannya.

“Tolong … lepaskan aku, biarkan aku pulang!” rengek Jenia menggedor-gedor pintunya meminta untuk dilepaskan dari kurungannya saat ini.

Tidak ada jawaban dari luar, tetapi tak lantas membuat Jenia menyerah karena keadaan itu, Jenia kembali terus menggedor pintu sembari merengek meminta untuk dibukakan.

Pintu itu terbuka, Jenia mundur sedikit ke belakang. Seorang pria berpostur tinggi tegap dengan mengenakan topeng di wajahnya datang menghampiri Jenia.

Kharismatik pria itu membuat Jenia terdiam kaget, terlihat jelas dari postur tubuhnya yang tinggi tegap. Jenia sama sekali tidak tahu siapa orang yang berada di balik topeng itu.

“Kamu pasti bos mereka, kamu pasti salah orang, aku bukan anak orang yang paling kaya, aku juga bukan anak yang dimanjakan orang tua, sehingga jika kamu meminta tebusan pada mereka, mereka pasti tidak akan memberikannya,” tutur Jenia menepiskan rasa takutnya.

Pria itu dapat memandang dan melihat Jenia dengan jelas dari balik topengnya. Gadis itu berwajah lugu, tetapi ia juga cukup pandai dalam berkata-kata. Pria bertopeng itu mengamati Jenia dari puncak kepala hingga ke ujung kaki.

 Pria di hadapan Jenia saat ini adalah Marvin Hadijaya Sasena, seorang duda kaya raya pemilik usaha furniture terkenal di Indonesia. Dari matanya ia menunjukkan kemarahan pada Jenia yang selalu berisik meminta untuk dilepaskan.

“Aku mohon, Tuan. Lepaskan aku dari sini, aku harus kembali pulang dan bekerja! Lagi pula, keluargaku tidak memiliki uang untuk memberikan tebusan kepadamu,” rengek Jenia lagi dengan nada memelas dan memohon, menyatukan kedua telapak tangannya.

“Diam! hentikan rengekanmu itu!” suara itu terdengar tegas dan penuh kemarahan. Seketika, Jenia menutup mulutnya, merasa kaget dengan apa yang ia dengar barusan.

Setelah seharian menunggu untuk dibebaskan, kali ini Jenia hanya mendapatkan hardikan dari pria bertopeng itu.

Marvin berjalan selangkah demi selangkah mendekati Jenia, sedangkan Jenia melangkah mundur hingga tubuhnya terhenti di sebuah tembok yang beradu dengan punggungnya.

“Apakah mulutmu ini tidak bisa diam, hah?” tanyanya lagi dengan penuh emosi.

Jenia masih bungkam, ia terlalu takut untuk menjawab pertanyaan pria bertopeng itu. Orang yang sedang berada di dalam kemarahan bisa melakukan apapun kepadanya, Jenia masih belum siap jika ia harus meninggalkan Papanya dengan cara mati mengenaskan di tangan pria itu.

“Apa kamu tahu siapa dirimu itu?” tanyanya lagi dengan nada tegas, membuat jantung Jenia terasa ingin copot mendengarkannya.

“Aku Jenia!” celetuk Jenia.

“Kamu adalah milikku, aku sudah membelimu dengan harga yang cukup mahal, aku harap kamu tidak akan mengecewakanku! Maka, lakukan tugasmu dengan baik dan tutup mulutmu itu!” tegasnya lagi.

Bibir Jenia ternganga mendengarkan pengakuan pria yang sama sekali tidak pernah ia kenali itu.

*** Bersambung***  

Thietha

Jika kalian suka cerita ini, jangan lupa tambahkan ke rak kalian ya!

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DICINTAI LELAKI KAYA   Jujurlah Padaku

    Jenia menyentak tubuh Jonathan ke dinding. Jonathan terpaku dengan sikap yang ditunjukkan Jenia kepadanya. Ia tidak menyangka gadis itu begitu kuat dan terpancar aura kemarahan darinya“Apa rahasia yang kamu ketahui tentang Cherry?” tanya Jenia lagi dengan nada memaksa.“Rahasia apa? Aku tidak tahu apa-apa,” sahut Jonathan kaget dengan sikap Jenia yang tiba-tiba bersikeras ingin mengetahui sesuatu darinya.“Ah, aku benar-benar merasa gila sekarang. Bagaimana mungkin aku berada di sini, sedangkan aku tidak tahu di mana keberadaan Cherry saat ini,” keluh Jenia.“Je, aku benar-benar bingung, sebenarnya apa hubunganmu dengan Cherry? Maksudku, saat itu kamu enggan untuk menjawab pertanyaanku yang menanyakan hubungan antara kamu dengan Cherry, tetapi sekarang kamu yang ingin membahas ini,”sahut Jonathan.Jenia membuka matanya dengan lebar. Apa yang dikatakan Jonathan memang benar. Selama ini Jenia ber

  • DICINTAI LELAKI KAYA   Rahasia yang disembunyikan

    Pintu terbuka lebar, begitupun dengan netra hitam pekat yang berdiri di hadapan Jenia saat ini. Matanya tidak berkedip sedetikpun melihat keberadaan Jenia di hadapannya saat ini.“Siapa ya?” tanya Jenia lagi.“Kamu kenapa bisa ada di sini?” tanya pria itu segera masuk ke dalam rumah meskipun Jenia belum memberikan ia aba-aba untuk masuk.“Tunggu dulu, kamu siapa?” tanya Jenia kemudian ia menutup pintu.“Kamu pasti sudah lupa padaku, tetapi aku masih ingat dengan jelas siapa kamu,” ujarnya duduk di atas sofa dengan kaki bersilang.“Hmm ….” Jenia berusaha mengingat kembali sosok yang ada di hadapannya saat ini. Ingatan Jenia sangatlah buruk, ia tidak bisa mengingat sosok yang baru sekali ia temui.“Hai, Dave!” sapa Jonathan yang baru saja keluar dari dapur dengan apron yang masih melekat di tubuhnya.“Hai, Jo. Aku tidak sedang mengganggu kalian berdua k

  • DICINTAI LELAKI KAYA   Pertemuan Tidak Diinginkan

    Jenia berusaha untuk menghindari sosok pria yang terus melangkah mendekatinya. Semakin dekat, membuat Jenia dapat melihat dengan jelas sosok pria bertopeng di hadapannya saat ini. Dua bulan sudah berlalu. Namun, dalam tempo yang singkat itu masih belum bisa membuat Jenia lupa pada sosok pria bertopeng di hadapannya saat ini. Pria angkuh yang selalu memperlakukannya secara kasar selama dua hari berada di sebuah Vila yang Jenia sendiri tidak ingat dengan pasti di mana Vila itu berada. Pria yang selalu menyodorkan surat kontrak agar Jenia bersedia hamil dan melahirkan anak untuknya, tetapi Jenia tidak memiliki hak atas anak yang dikandungnya, dialah pria itu. “Mr.M!” risik Jenia terus berjalan mundur sedangkan pria itu semakin melangkah cepat mendekati Jenia. “Kamu masih ingat padaku gadis nakal?” suara itu menggelegar di telinga Jenia, membuat bulu remang Jenia bergidik merinding mendengarkannya. Suara itu begitu menakutkan di telinga Jen

  • DICINTAI LELAKI KAYA   Naluri Wanita

    saJenia menyeka air matanya. Penuturan sang kakak membuat dirinya terasa semakin lemah. Hati siapa yang tidak merasa sedih dengan pertanyaan yang ia sodorkan? Jenia beranjak, membelakangi Erlina yang masih duduk menantikan jawabannya. Ia berniat untuk meninggalkan Erlina tanpa memberikan jawaban, tetapi Jenia mengurungkan niatnya. Jenia kembali duduk, menghadap pada kakak yang selama ini selalu ia anggap baik, tetapi sejak saat ini, Jenia merasa ragu dengan sikap yang ia tunjukkan saat ini. “Kak, apa kakak bukan seorang wanita? Kenapa kakak mempertanyakan hal ini kepadaku?” tanya Jenia. Kali ini, gentian Erlina yang terdiam mendengarkan pertanyaan Jenia. Tidak ada kegentaran sama sekali di wajah Jenia. “Bukankah kakak sendiri tahu apa yang benar dan apa yang salah di dunia ini? Selama ini aku selalu kagum pada kakak yang rajin mengikuti kegiatan keagamaan, bahkan dari yang aku lihat, setiap malam kakak selalu membaca kitab,” tutur Jenia.

  • DICINTAI LELAKI KAYA   Pertemuan dengan Erlina

    Jenia kembali mengemasi barang-barangnya dan bersiap-siap untuk pergi meninggalkan tempatnya saat ini. Jonathan hanya bisa memandang tanpa bisa berkata apa-apa lagi.Bukan karena Jonathan tidak berusaha untuk menahan Jenia untuk tetap berada di tempatnya sementara waktu, tetapi Jenia terus bersikeras untuk mencari tempat tinggal lain.“Je, jika kamu bersedia, kamu bisa tinggal di sini,” ucap Jonathan mengulang ucapan yang sudah pernah ia katakan sebelumnya.“Jonathan, bagaimana bisa seorang wanita dan pria yang belum menikah tinggal bersama? Kita ini berada di sebuah Negara yang taat akan hokum,” Jenia beralasan.“Ya, aku tahu, tetapi jika kamu mau untuk tinggal di sini, aku bisa tinggal di tempat yang lain,” ucap Jonathan berusaha untuk membuat Jenia mengerti.“Bagaimana bisa aku tinggal di rumah ini, sedangkan pemiliknya harus terusir karena aku?” tutur Jenia lagi.Bagaimanapun Jonathan sudah

  • DICINTAI LELAKI KAYA   Terusir

    “Apa kita harus ke rumah sakit?” tanya Jonathan bersiap untuk melajukan kendaraannya.“Seharusnya aku yang mengatakan hal itu kepadamu, kamu terluka dan wajahmu juga memar!” ucap Jenia menunduk merasa bersalah karena telah menjadi penyebab luka di wajah Jonathan.“Kamu tidak perlu mengkhawatirkan aku, karena aku begitu khawatir melihat kamu jatuh tersungkur karena pria banci itu,” geram Jonathan mengingat kejadian beberapa menit lalu.“Aku tidak apa-apa, hanya merasa sakit sedikit saja! Sebaiknya kita ke rumah sakit untuk mengobati lukamu ini,” ucap Jenia.“Tidak, aku tidak akan ke rumah sakit hanya karena luka kecil ini.” Jonathan bersikeras untuk tidak ke rumah sakit, “lama sekali temanmu datang membawakan barang-barangmu,”sambung Jonathan.Jenia hanya diam tidak menjawab, karena Jenia sendiri tidak tahu kenapa Dion begitu lama membawakan koper miliknya. Tidak lama mereka men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status