Share

Bab 106

Author: Flower Lidia
last update Last Updated: 2025-11-12 21:43:49

Hari itu Reza pulang larut. Kemejanya sedikit kusut, rambutnya berantakan, dan wajahnya tampak lelah. Tapi di balik semua itu, ada satu hal kecil yang ia tunggu sejak pagi — ucapan ulang tahun dari istrinya.

Sayangnya… seharian tak ada satu pesan pun dari Ziva.

“Dia lupa, nih?” gumamnya sambil menarik napas berat begitu membuka pintu apartemen.

Apartemen tampak gelap dan sepi.

Reza menyalakan lampu, tapi—

“Pop!”

Sebuah balon meletus di depan wajahnya, diikuti suara teriak pelan dari ruang tengah.

“Selamat ulang tahun, Suamikuuuu!”

Ziva berdiri di tengah ruangan dengan wajah belepotan tepung dan rambut acak-acakan, sementara di tangannya ada kue yang hampir miring ke samping. Beberapa lilin kecil berkelip lemah di atasnya.

Reza langsung tertegun. “Kamu ngapain, ziv? Ini tepung apa salju?”

Ziva melotot. “Ini efek spesial! Tapi kayaknya gagal.”

Reza menahan tawa. “Aku pikir aku lagi masuk rumah hantu.”

Ziva berdeham, lalu berusaha kembali tampil elegan. “Yang penting niatnya. Nih, tiup l
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 148

    Ziva mengangguk pelan, lalu meraih tangan Reza di atas meja.“Terima kasih. Kamu udah cukup banyak ngelindungin aku. Sekarang biar aku yang berusaha bikin semua terasa normal lagi.”Reza menatap genggaman itu lama, lalu mengusap punggung tangannya dengan ibu jarinya.“Normal, ya?” katanya lirih. “Kamu tahu gak, Ziv? Aku baru sadar, rumah itu bukan tempat—tapi orang. Dan kalau kamu kenapa-kenapa…”Ziva langsung menepuk tangannya pelan, memotong kalimat itu. “Aku gak akan kenapa-kenapa. Selama ada kamu.”Keheningan singkat menyelimuti ruangan.Hanya suara detik jam dan aroma teh yang mulai dingin.Reza akhirnya mengangguk, mencoba tersenyum kecil. “Baiklah, kita gak bilang apa-apa dulu. Tapi aku janji bakal tambah pengamanan apartemen.”“Iya,” jawab Ziva lembut. “Asal kamu juga janji, gak perlu cemas berlebihan.”Reza tertawa pelan. “Berlebihan itu nama tengahku kalau nyangkut kamu.”Ziva ikut tertawa kecil, dan untuk pertama kalinya sejak semalam, wajah mereka terlihat sedikit lebih te

  • DIJODOHKAN MAMA   147

    Mobil Reza melaju pelan di jalur kanan, meninggalkan area rumah sakit tempat Ziva baru selesai kontrol kandungan.Udara sore terasa lembab, langit tampak gelap seperti menahan hujan.Di kursi penumpang, Ziva sibuk memegangi perutnya sambil sesekali tersenyum kecil melihat jalanan.“Perasaan bulan lalu aku masih bisa jalan cepat, sekarang rasanya napas aja udah ngos-ngosan,” keluhnya.Reza menoleh sekilas. “Itu tandanya Dede bayi makin kuat dan besar. Kamu juga harusnya istirahat, bukan jalan-jalan terus.”Namun belum sempat menjawab tiba-tiba..“ZIVA! Pegangan!” teriak Reza spontan sambil injak rem kuat-kuat.Ban mobil berdecit keras. Tubuh Ziva tersentak ke depan, untung sabuk pengaman menahan tubuhnya dan Reza spontan mengulurkan tangannya menahan perut ziva.Reza langsung menatap ke depan, wajahnya berubah tajam. Sosok perempuan itu berdiri diam di tengah aspal, menatap mobil mereka lurus dengan pandangan kosong… tapi senyumnya—aneh.Ziva menatap lebih lama, dan jantungnya langsung

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 146

    “Minum dulu, biar tenang,” katanya sambil meletakkan gelas di meja.Ziva menerima gelas itu dan meneguk pelan. “Terima kasih,” ucapnya, suaranya masih pelan tapi lebih tenang daripada tadi.Reza duduk di sampingnya, menatap wajah Ziva yang terlihat lelah namun mulai pulih.“Besok kamu ada rencana apa?” tanyanya pelan sambil membuka roti isi miliknya.Ziva berpikir sebentar. “Hmm… awalnya aku mau ke butik bayi, cari perlengkapan tambahan. Tapi kayaknya istirahat di rumah aja dulu deh. Hari ini udah cukup drama.”Nada suaranya diselipi senyum tipis, meskipun matanya masih menyimpan sisa takut.Reza mengangguk. “Setuju. Aku juga udah bilang ke orang rumah buat gak ganggu kamu dulu. Kalau kamu mau belanja, aku yang handle. Tapi kalau kamu bosan di rumah, besok sore aku ajak kamu jalan-jalan, gimana?”Ziva menatap Reza, alisnya terangkat. “Jalan-jalan kemana?”“Ke tempat yang gak ada orang nyerang kamu pakai pisau,” jawab Reza dengan nada datar tapi mata berkilat geli.Ziva mendengus pelan

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 145

    Pisau itu mengenai meja — suara cling! tajam terdengar saat ujungnya menghantam permukaan kaca.Keduanya terengah-engah. Ziva memanfaatkan momen itu untuk menepis tangan Clara, membuat pisau itu terlepas dan jatuh ke lantai.Clara masih mencoba meraih, tapi suara pintu terbuka keras menghentikan segalanya.“Bu Ziva!” suara seorang petugas keamanan memecah kepanikan.Clara terpaku. Napasnya kacau. Ia melihat ke arah Ziva — wajah yang masih terengah, keringat menetes di pelipis.Beberapa orang langsung berlari masuk. Dua di antaranya berusaha menarik tubuh Clara dari belakang, sementara pegawai lain memegangi Ziva yang mulai kehilangan keseimbangan.“Lepas! Lepasin gue!!” Clara berteriak, masih berusaha mendekat.Pisau di tangannya bergoyang, hampir terlepas, sampai seorang pegawai laki-laki berhasil merebutnya“Lepasin aku!” Clara menjerit keras, matanya liar. “Dia harus bayar! Semua orang harus tahu siapa dia sebenarnya!!”Pisau nyaris jatuh, tapi Clara masih berusaha menarik diri.Zi

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 144

    “Eh, Mbak, tolong ambilin top coat di meja belakang ya,” pinta pegawai utama yang menjadi atasan langsungnya.Clara langsung mengangguk cepat. “Iya, sebentar.”Ia melangkah ke belakang ruangan, tapi langkahnya terasa berat.Begitu sampai di sudut ruangan, napasnya mulai memburu.Tangannya mengepal kuat.“Ziva…” gumamnya pelan. “Bahkan di tempat baru pun, kamu masih ada di depanku. Tapi kali ini, aku gak akan diam aja.”Ia menatap bayangan wajahnya di cermin kecil di dinding.Sorot matanya kini berbeda — dingin, tajam, dan menyimpan niat yang tidak bisa ditebak.Clara berdiri diam di meja kerja, menyiapkan alat-alat nail art yang berkilau di bawah cahaya lampu. Pisau kecil pembersih kutikula, gunting kuku, pinset, jarum halus untuk desain detail—semuanya tertata rapi di nampan logam perak.Namun di matanya, alat-alat itu seperti senjata.Ia mengusap permukaannya dengan kain basah, gerakannya pelan, presisi, dan… sedikit terlalu lama.Senyumnya tipis—terlalu tipis untuk disebut ramah.Z

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 143

    Begitu melangkah masuk ke Luna’s Nail & Spa, Ziva langsung disambut oleh aroma bunga mawar dan melati yang menenangkan.Tempat itu tampak mewah lantainya mengilap, dindingnya penuh cermin besar, dan di setiap sudutnya tercium wangi lembut lilin aromaterapi.“Selamat datang, Ibu Ziva,” sapa resepsionis dengan ramah sambil membungkuk kecil.“Ibu mau perawatan kuku seperti biasa?”Ziva tersenyum anggun, satu tangan menepuk tasnya pelan.“Hari ini aku pengen yang beda. Aku lagi hamil, jadi harus tampil lebih… berkarisma gitu.”Resepsionis menahan tawa kecil, lalu mengangguk sopan.“Tentu, Bu. Silakan ke ruang VIP. Nanti tim desain kami bantu pilihkan motif terbaik.”Ziva berjalan melewati deretan kursi pelanggan lain, langkahnya ringan, sepatu flat-nya berkilau setiap kali terkena cahaya lampu gantung kristal.Beberapa orang sempat melirik bukan karena sombong, tapi karena pesona Ziva memang menonjol tanpa usaha.Begitu duduk di kursi empuk warna pastel, seorang desainer kuku datang mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status