Share

DIJODOHKAN MAMA
DIJODOHKAN MAMA
Penulis: Flower Lidia

Bab 1

Penulis: Flower Lidia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-16 21:42:34

“Apa! Dijodohkan?”

Ziva membalikkan badan dengan cepat, masih mengenakan jas dokter putih yang sedikit kusut. Wajahnya yang kelelahan usai berjibaku belasan jam di rumah sakit, kini berubah tegang dan syok.

Matanya menatap wanita paruh baya yang duduk santai di meja makan—Lia, Mamanya. Wanita yang selalu tampil elegan dalam balutan blus krem dan celana kain, kini memandang Ziva dengan tatapan lembut namun menyimpan kekuatan yang tak bisa ditawar.

“Mama…”

"Mama nggak bercanda kan barusan?”

Lia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi sambil tersenyum tipis. “Kamu sudah 25 tahun, Ziv. Kerja siang malam, pulang ke rumah cuma buat tidur. Apa kamu pikir Mama tidak khawatir?”

Ziva melempar jasnya ke sofa, napasnya berat. “Aku dokter bedah saraf, Mah. Aku punya tanggung jawab yang besar. Hidupku bukan cuma soal pasangan.”

“Ziva, kamu pikir Mama main-main? Semua sepupu kamu sudah menikah!" seru Mama, wajahnya memerah karena emosi, sementara tangannya sibuk menatap layar ponsel yang pastinya balasan chat dari teman teman arisan mama.

“Dan justru karena itu kamu butuh seseorang di sampingmu,” jawab Lia pelan, namun dengan nada yang tegas. “Seseorang yang bisa kamu ajak pulang dan tempat ternyaman. Kamu terlalu mandiri, Ziv. Terlalu keras.”

“Mama, aku capek. Tolong, jangan bahas ini sekarang,” ucap Ziva, berusaha tetap tenang, meskipun suaranya mulai bergetar karena lelah dan frustasi.

“Tidak bisa! Justru sekarang saatnya! Besok malam kita dinner dengan keluarga Reza. Dan kamu harus hadir. Titik!” Suara Lia naik satu oktaf.

Ziva memejamkan mata. “Mama bahkan belum tanya aku setuju atau tidak...”

“Siapa namanya?”

“Reza. Reza Firnander.”

Ziva terdiam sejenak. Nama itu terasa tidak asing asing.

“Dan dia... tahu tentang ini?”

Lia menghela napas sebelum menjawab, “Belum. Keluarganya yang mengatur semua. Mereka bilang... akan menyampaikan ke Reza nanti malam saat makan malam keluarga.”

Ziva memutar tubuhnya cepat. “Jadi dia bahkan tidak tahu aku siapa? Dan aku juga tidak tahu dia siapa? Ini bahkan lebih buruk dari blind date!”

“Ziv... Dia bukan sembarang orang. Reza itu CEO perusahaan teknologi besar, dia juga lulusan Jerman, pekerja keras. Keluarganya orang baik. Mereka bilang dia belum mendapatkan calon.”

“Lalu kenapa harus aku?” Nada suara Ziva nyaris bergetar. “Kenapa aku yang harus jadi bagian dari hidupnya? Kenapa bukan wanita lain yang juga nggak punya hidup?”

Lia bangkit dari kursi, mendekat dan meraih bahu putrinya. “Karena kamu satu dari sedikit wanita yang bisa berdiri sejajar dengannya.”

Ziva menepis pelan tangan ibunya. “Atau karena kalian menganggap ini seperti merger perusahaan. Perjanjian antar dua keluarga. Aku bukan proyek yang bisa dikompromikan, Mah.”

Lia menunduk, kali ini wajahnya sedikit muram. “Ziv... Mama tahu kamu masih menyimpan luka. Tapi tidak semua pria akan menyakitimu seperti ayahmu dulu.”

Ziva terdiam. Kata ‘ayah’ selalu berhasil membuat dadanya sesak.

Ia menelan air liur. “Aku tidak bisa... bukan sekarang.” Ziva berjalan menuju tangga, lebih baik tidur daripada harus memikirkan hal yang membuatnya ruwet .

“Ziva! Kalau kamu tidak datang, Mama yang akan datang ke rumah sakit dan bikin malu kamu di depan pasien-pasien kamu!”

Ziva berhenti di tangga. Menoleh. “Mama keterlaluan.”

“Mama hanya ingin kamu bahagia.”

🌸🌸🌸🌸🌸

Sore itu, Ziva berdiri di depan cermin seperti tentara yang akan masuk medan perang. Bulu matanya sudah lentik sempurna, alis diukir simetris, dan bibir merah nude dengan garis bibir rapi. Tapi jantungnya berdetak kayak pasien yang ketinggalan dosis beta blocker.

“Ngapain juga aku dandan setengah mati buat Dinner yang nggak aku undang?” gerutunya, sambil menarik napas panjang.

Tapi suara Lia dari lantai bawah memanggil dengan nada penuh ancaman manis.

“Zivaaa! Keluarga Reza udah dateng, sayang. Cepet turun sebelum Mama live TikTok-in kamu!” Ziva meringis. Ancaman paling ampuh. Ia turun dengan langkah lambat penuh beban moral.

Ruang tamu sudah disulap seperti showroom majalah interior. Taplak meja baru. Vas bunga palsu dari Jepang. Kue-kue mahal di piring kristal yang biasanya Cuma dipakai kalau Lia ribut sama tetangga.

Di sana duduk sepasang suami istri paruh baya, yang wajahnya hangat dan sopan. Sang ibu mengenakan setelan simple warna mocca, dan ayahnya mengenakan batik. Mereka tampak... baik. Terlalu baik.

“Ini Ziva, anak saya. Dia dokter. Sibuk banget. Tapi hari ini bisa cuti, demi Reza.” Lia memperkenalkan dengan suara super palsu yang bikin Ziva pengen masuk kulkas.

Ziva tersenyum tipis. “Selamat datang, Tante, Om. Maaf telat turun. Saya tadi… menyiram hati yang belum siap dijodohkan.” Tersenyum canggung di balas senyuman manis indri

Ia duduk dengan anggun, mengaduk teh sambil tersenyum palsu. “Reza-nya mana ya, Tante? Biar saya scanning dulu dengan mata batin.”

Tante Indri tersipu. “Lagi parkir mobil. Tadi sempat nyasar ke kompleks sebelah. Maklum, anaknya agak… pelupa.”

Ziva tertawa kecil. “Pelupa? Wah cocok. Saya suka pria yang nggak ingat mantan.”

Lima belas menit. Dua puluh menit. Tiga puluh menit.

Ziva melirik jam tangannya yang harganya cukup buat DP rumah

"Ma, aku mulai curiga ini bukan jodoh. Ini prank.”

Di momen itu...

Dari balik pintu, terdengar suara:

"Permisi”

Ziva menoleh.

Dan dia nyaris menjatuhkan cangkir tehnya. Bukan karena cowok itu jelek.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 99

    Sejak kejadian cemburu di kantor kemarin, Reza pikir badai hormon Ziva sudah berlalu.Ternyata… dia salah besar.Sore itu, mereka baru aja pulang dari belanja kebutuhan rumah. Cuaca adem, langit cerah suasana yang harusnya tenang. Tapi begitu masuk apartemen, suasana langsung berubah 180 derajat.Ziva yang tadi masih tertawa di mobil, kini berdiri di depan pintu sambil menghela napas panjang.“Reza…”“Hmm?”“Kenapa sih kamu gak pernah ngerti aku?”Reza langsung berhenti di tempat.“Hah? Aku salah apa lagi?”Ziva melirik pelan, matanya sedikit berair. “Kamu tuh… tadi di jalan, aku bilang pengen es krim rasa stroberi, tapi kamu malah beli yang cokelat.”Reza menatap kantong belanja di tangannya. “Tapi… kamu bilang ‘apa aja boleh, asal dingin’.”“Itu kode, Reza!” seru Ziva, mulai gemas. “Aku tuh pengen kamu peka!”Reza mengedip beberapa kali, bingung antara minta maaf atau ketawa.“Maaf, Ziv. Aku… gak peka.”Ziva menghela napas dramatis. “Ya udah, aku capek ngomong. Aku cuma pengen dime

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 98

    Hari itu, setelah selesai jadwal di rumah sakit, Ziva duduk sebentar di ruang istirahat dokter. Rambutnya diikat rapi, tapi wajahnya sedikit pucat karena kelelahan. Meski sudah dua bulan kehamilannya berjalan lancar, rasa mual dan cepat lelah masih sering datang tiba-tiba. Ia menatap ponselnya yang baru saja berbunyi—pesan dari Reza.[Aku gak bisa anterin kamu pulang hari ini, kamu pulang sendiri bisa?"][Masih siang, aku males sendirian di apartemen][Terus kamu mau kemana setelah ini][Kayaknya mau nyamperin kamu]Setelah berpamitan pada rekan kerjanya, Ziva pun langsung berangkat menuju perusahaan Reza.Begitu tiba di lobby gedung megah itu, semua orang seolah langsung tahu siapa dia. Resepsionis menyapa dengan ramah.“Selamat siang, Bu Ziva. Mau langsung ke lantai 15?”Ziva tersenyum, “Iya"Sampai di lantai 15, suasana kantor terasa tenang dan profesional. Beberapa staf menatap penasaran, dan beberapa lainnya berbisik pelan, “Eh, itu istrinya Pak Reza, kan?”Ziva berjalan dengan l

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 97

    Reza menggaruk kepala, bingung. “Tapi udah malem banget, Ziv. Aku takut kamu kecewa kalau aku keluar, terus nggak dapet juga.”Ziva menatapnya lama, lalu menunduk. Bibirnya bergetar kecil, lalu tiba-tiba air matanya menetes begitu saja.“Reza… kamu nggak ngerti, ya?” suaranya pecah. “Aku tuh cuma pengen dimengerti. Aku capek banget hari ini. Pengen makan yang aku mau, tapi kamu malah bilang 'Nanti .”Reza langsung panik, duduk di sebelahnya. “Eh, eh, jangan nangis dong… Aku nggak bermaksud begitu, sumpah.”Tapi Ziva justru menunduk makin dalam, bahunya bergetar. “Aku ngerasa kayak… semua yang aku pengen itu repot buat kamu.”Reza menghela napas panjang, lalu mengusap pipinya pelan. “Sayang, denger aku ya. Aku nggak ngerasa repot sama kamu, sedikit pun. Aku cuma takut kamu makin kecewa kalo aku gagal dapetin satenya. Tapi kalau kamu mau, aku cari sekarang juga.”Ziva menatapnya dengan mata merah dan hidung yang memerah. "Gak terpaksa kan?”Reza tersenyum kecil. “Enggak. Demi kamu dan d

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 96

    Setelah malam yang ramai dan penuh tawa itu, akhirnya satu per satu anggota keluarga pamit pulang.Suasana apartemen yang tadinya riuh seketika berubah hening.Ziva dan Reza berdiri di depan pintu sambil melambaikan tangan.Begitu pintu tertutup, keduanya menghela napas bersamaan.“Akhirnya…” “...sunyi lagi,” kata Ziva, hampir bersamaan dengan Reza.Mereka berdua saling pandang lalu tertawa kecil. Tapi tawa itu langsung berubah jadi tatapan bingung saat Ziva melangkah ke dapur.“Reza…”“Hm?”“Kulkas kita… kenapa… kayaknya… mau meledak?”Reza langsung ikut melihat, dan benar saja — kulkas mereka kini penuh sesak.Kotak makanan tertata rapat, ada wadah besar berisi sayur rebus, ikan kukus, susu ibu hamil, jus segar, sampai ramuan herbal berwarna aneh yang aromanya menusuk hidung.“Astaga… ini mereka sempat belanja sebanyak ini pas kita makan malam?”“Kayaknya iya…”“Aku yakin ini bukan kulkas kita lagi, tapi kulkas umum untuk program gizi nasional,” gumam Reza sambil menatap penuh hera

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 95

    Di dalam apartemen, suasana langsung ramai.Mamah Lia langsung ke dapur tanpa izin, Mamah Indri sibuk menata bantal, Papah Adrian nyalain TV, dan Kakek malah duduk santai sambil berkata,“Nah, ini baru rumah tangga! Ada aroma keluarga.”Ziva cuma bisa saling pandang dengan Reza dan terkekeh pelan.“Aku rasa apartemen kita baru aja diserbu pasukan cinta keluarga.”“Pasukan cinta… dengan volume suara lima kali lipat dari normal,” balas Reza sambil terkekeh.Meja makan apartemen malam itu terlihat seperti sedang menggelar pesta kecil.Piring, mangkuk, dan aroma masakan memenuhi ruangan.Semua tampak sibuk kecuali satu orang, Ziva.“Ziva, duduk aja, jangan berdiri! Nanti capek!”“Iya, sayang, biar Mamah aja yang ambilin.”“Eh, jangan pegang piring panas, nanti tangannya kepanasan. Aduh, kasihan calon cucu Kakek.”Ziva sampai bingung mau napas di mana.Dia duduk manis di kursi tengah, sementara seluruh keluarga sibuk melayaninya seperti dia baru aja naik tahta jadi ratu hamil pertama di d

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 94

    Pagi itu, Ziva duduk di kursi ruang tunggu dengan wajah tegang. Sementara Reza… sibuk mondar-mandir seperti orang yang kehilangan kunci rumah.Padahal bukan dia yang mau diperiksa.“Kenapa sih kamu yang panik?” tanya Ziva heran. “Ya gimana nggak panik? Ini pertama kalinya aku ikut hal-hal kayak begini, tau,” jawab Reza dengan ekspresi serius tapi lucu.Ziva menahan tawa. Ia tahu Reza gugup, tapi melihat suaminya yang biasanya santai kini gelisah sendiri… rasanya menggemaskan.Beberapa menit kemudian, perawat memanggil, “Ibu Ziva, silakan masuk.”Reza spontan berdiri lebih dulu.“Iya, saya Ziva—eh maksudnya, saya suaminya Ziva!” katanya terbata.Perawat menahan senyum. Ziva menatapnya, setengah malu, setengah ingin ketawa.“Aduh, malu banget sumpah…” gumamnya sambil menepuk dahi.Begitu masuk ruang pemeriksaan, Reza langsung kaku. Matanya menatap alat-alat di ruangan seolah itu mesin dari film sci-fi.“Sayang, ini alatnya kayak mesin pembuat roti ya?” tanyanya polos. “Astaga, Reza,”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status