Setelah keluar dari ruangan Tuan Rahez, Isaac Connor Award melangkah menuju lobi gedung dengan napas yang masih berat. Percakapannya barusan dengan calon ayah mertuanya masih terngiang di kepalanya. Isaac sudah menduga jika Tuan Rahez tidak akan memberikan restu dengan mudah, akan tetapi menghadapi langsung tatapan tajam pria itu tetap menguras energinya.Di lobi, matanya langsung menangkap sosok yang paling ingin ditemui olehnya saat ini, Leticia Topaz Hez, wanita yang sudah bertahun-tahun mengisi hatinya. Leticia berdiri dengan anggun di dekat pilar marmer, mengenakan gaun biru muda yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Rambut hitamnya yang panjang tergerai indah, dan sepasang matanya yang indah menatap Isaac dengan sedikit cemas.Saat melihat Isaac mendekat, Leticia langsung meraih lengannya dengan lembut."Bagaimana hasilnya, Isaac?" tanya Leticia pelan.Isaac tersenyum pelan, meskipun hatinya berat. Dia pun menggeleng perlahan. "Nanti aku ceritakan, Sayang. Sekarang ikut denga
Kisah Isaac dan Leticia dimulai!Di sebuah gedung pencakar langit di pusat Kota Jakarta, tepatnya di lantai tertinggi, terdapat sebuah ruangan megah dengan interior klasik yang mencerminkan kekuatan dan wibawa. Ruangan itu milik Tuan Rahez, Chairman dari perusahaan besar yang telah dia bangun dari nol. Meja kerjanya yang besar terbuat dari kayu mahoni kokoh, dan di belakangnya terdapat jendela besar yang memperlihatkan panorama kota.Di tengah ruangan yang sunyi itu, duduklah Tuan Rahez di kursi kebesarannya. Wajahnya tegas, matanya tajam, dan bibirnya terkatup rapat. Tatapannya tertuju pada seorang pemuda yang berdiri tegak di hadapannya. Pemuda itu bernama Isaac Connor Award, CEO muda yang juga anak dari sahabat lamanya, Tuan Edward. Hari ini, Isaac datang dengan niat besar meminta restu untuk menikahi putri tunggal Tuan Rahez, Leticia Topaz Hez.Suasana di ruangan itu begitu menekan. Keheningan menggantung seperti awan mendung sebelum badai.Isaac tetap berdiri tegak, tanpa sedikit
Pagi itu, Keflavík International Airport dipenuhi para wisatawan yang hendak meninggalkan Islandia. Suasana bandara cukup sibuk, akan tetapi di tengah keramaian itu, Fritz dan Kiran berjalan berdampingan, tangan mereka saling menggenggam erat. Hari ini adalah hari terakhir mereka di negeri yang penuh keajaiban ini. Setelah beberapa waktu menikmati keindahan alam Islandia, kini saatnya mereka kembali ke London, tempat keluarga telah menunggu.Kiran menoleh ke arah Fritz, suaminya yang tampak sibuk memeriksa paspor dan tiket mereka. “Aku masih belum percaya kalau bulan madu kita sudah berakhir,” ucapnya dengan nada sedikit sedih.Fritz menoleh dan tersenyum lembut. “Aku juga, Sayang. Rasanya baru kemarin kita tiba di sini, tapi sekarang kita harus pulang.”Kiran menghela napas, matanya menerawang ke luar jendela bandara, melihat pemandangan langit biru dan awan yang perlahan bergerak. “Aku pasti akan merindukan tempat ini.”Fritz merangkul bahu Kiran, mendekapnya dengan penuh kasih.
Setelah malam yang penuh kehangatan di bawah aurora borealis, pagi di Thingvellir terasa begitu damai. Matahari musim dingin muncul perlahan, menyelimuti lanskap bersalju dengan cahaya keemasan. Dari balik jendela besar kabin, Kiran menatap ke luar sambil memeluk cangkir teh hangatnya.Fritz mendekat dari belakang dan melingkarkan lengannya di pinggang istrinya. "Apakah tidurmu nyenyak, Sayangku?" tanyanya lembut.Kiran menyandarkan kepalanya ke dada Fritz. "Sangat nyenyak. Aku masih tak percaya kita benar-benar ada di sini."Fritz tersenyum. "Dan hari ini kita punya lebih banyak tempat indah untuk dikunjungi."“Wah, Fritz. Aku sungguh tidak sabar melewatinya bersamaku,” tutur Kiran penuh antusiasme.Setelah sarapan di restoran hotel dengan hidangan khas Islandia seperti skyr, salmon asap, dan roti gandum hitam, mereka bersiap melanjutkan perjalanan. Fritz memastikan semua perlengkapan mereka siap, lalu menggenggam tangan Kiran sebelum menuju mobil sewaan.Perjalanan ke Snaefellsne
Malam romantis Fritz dan Kiran di bawah sinar aurora borealis.Setelah seharian menjelajahi keindahan Islandia, senja perlahan menyelimuti langit. Meski lelah, Fritz dan Kiran masih penuh semangat untuk melanjutkan petualangan mereka. Kali ini, mereka menuju Thingvellir, salah satu tempat terbaik untuk menyaksikan keajaiban Aurora Borealis.Perjalanan menuju Thingvellir terasa magis. Jalanan sepi membentang di antara padang rumput yang sudah diselimuti salju tipis. Langit mulai berubah warna, dari jingga ke ungu tua, pertanda malam segera tiba. Fritz menggenggam tangan Kiran erat, memastikan istrinya tetap merasa hangat dan nyaman."Kamu yakin kita akan melihat aurora malam ini, Fritz?" tanya Kiran dengan penuh harap.Fritz menoleh dengan senyum penuh keyakinan. "Tentu saja, Sayangku. Aku sudah mengecek perkiraan cuaca, dan malam ini langit akan sangat cerah."Kiran tersenyum bahagia. Sejak kecil, dia selalu bermimpi melihat aurora borealis secara langsung, dan kini impiannya akan se
Pagi Romantis Kiran dan Fritz di Islandia.Pagi pertama di Islandia tiba dengan kehangatan yang berbeda bagi Kiran dan Fritz. Meski suhu di luar begitu dingin, keduanya tetap merasakan kehangatan yang membara setelah malam panjang penuh keromantisan. Sinar matahari di penghujung musim gugur yang redup mengintip dari balik tirai kamar hotel bintang lima tempat mereka menginap, menciptakan suasana yang begitu intim dan tenang.Beberapa saat yang lalu,Kiran menggeliat pelan di tempat tidur, kelopak matanya masih terasa berat. Namun, sebuah kecupan lembut di keningnya membuatnya membuka mata. Fritz, suaminya, sudah terjaga lebih dulu, menatapnya penuh kasih."Selamat pagi, istriku yang cantik," bisik Fritz sambil menyelipkan helai rambut Kiran ke belakang telinganya.Kiran tersenyum kecil. "Selamat pagi, suamiku yang tampan."Fritz menatap wajah istrinya yang masih setengah mengantuk dengan penuh rasa sayang. Dia lalu mengecup pipi Kiran sebelum berbisik di telinganya, "Bagaimana kalau
Setelah menikmati makan malam romantis di balkon kamar hotel, Fritz dan Kiran masuk ke dalam kamar yang masih dipenuhi aroma mawar dan suasana romantis dari lilin-lilin aroma terapi yang berkelap-kelip lembut. Langkah mereka perlahan, seperti menyadari betapa berartinya malam itu bagi keduanya. Fritz menggandeng tangan Kiran dan membawanya menuju pinggir tempat tidur. Sang pria lalu duduk terlebih dahulu, lalu menatap Kiran yang berdiri di depannya dengan senyum hangat. “Duduklah di sini, Sayang,” ucap Fritz, sambil menepuk tempat di sampingnya. Kiran tersenyum lembut dan duduk di samping Fritz. Tangannya masih tergenggam erat di tangan suaminya, dan matanya memancarkan cinta yang begitu dalam. “Kiran, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu, Sayangku,” ucap Fritz pelan. Kiran menoleh, menatap suaminya dengan penuh perhatian. “Apa itu, Fritz?” Fritz menghela napas, seolah-olah mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya. “Aku merasa seperti orang paling beruntung
Setelah seharian menjelajahi keindahan Islandia, Fritz dan Kiran akhirnya tiba di hotel. Langit malam di luar tampak cerah, dihiasi bintang-bintang yang berkilauan. Keduanya terlihat kelelahan, akan tetapi senyum tak pernah lepas dari wajah mereka. “Ini hari yang luar biasa, Fritz. Aku tidak menyangka Islandia akan seindah ini,” ucap Kiran sambil melepas jaketnya. “Aku senang kamu menikmatinya, Sayang. Tapi, malam ini belum selesai,” balas Fritz dengan senyum penuh arti. Kiran mengerutkan keningnya. “Maksudmu apa, Fritz?” Pria tampan itu pun menggeleng pelan. “Rahasia, Sayangku. Sekarang, kenapa kamu tidak mandi dulu? Kamu pasti merasa lelah setelah berjalan-jalam seharian.” Kiran mengangguk setuju. “Ide bagus. Sepertinya aku memang butuh air hangat sekarang.” “Ya sudah, Sayangku. Kamu mandi dulu, ya!” tukas Fritz masih dengan senyum penuh misteri. Setelah Kiran mengambil pakaian tidur dan masuk ke dalam kamar mandi, Fritz segera mengambil ponselnya. Dia lalu mengirim pesan
Petualangan bulan madu yang menakjubkan di Islandia, terus saja berlanjut. Setelah mengunjungi tempat yang luar biasa di Blue Lagoon, Fritz dan Kiran melanjutkan perjalanan bulan madu mereka untuk menjelajahi Golden Circle. Destinasi wisata kali ini mencakup Taman Nasional Thingvellir, Geysir, dan Air Terjun Gullfoss. Dengan mobil yang disewa, keduanya mulai menyusuri jalanan Islandia yang dikelilingi oleh pemandangan gunung, padang rumput, dan langit biru yang seolah-olah tak berujung.Taman Nasional Thingvellir adalah destinasi pertama mereka. Tempat ini terkenal karena keajaiban alamnya dan merupakan situs sejarah penting Islandia. Fritz dan Kiran turun dari mobil dan mulai berjalan-jalan di antara lempeng tektonik Eurasia dan Amerika Utara yang memisahkan diri secara perlahan.“Fritz, ini luar biasa. Kita benar-benar berjalan di antara dua lempeng benua!” seru Kiran sambil menggenggam tangan suaminya erat.“Iya, Sayangku. Rasanya seperti menyentuh sejarah bumi. Dan yang terbaik,