Share

MOTOR DIJUAL

“Iya, Mas..., tapi itu dulu,” jawabku sembari menundukkan pandangan. 

Malu? Tentu saja! Ada kalanya kita harus jujur meski terkesan memalukan. Tak apa, toh ini hanya perasaan yang sudah terlewat. 

“Apa sekarang sudah enggak suka?” Mas Farhan menatapku penuh selidik, membuatku semakin salah tingkah. 

“Pasti masih, Mas! Yang namanya cinta pertama mana bisa dilupakan begitu saja,” sela Linda. 

Kontan saja aku terperangah. Linda kembali membuka rahasiaku. Aku langsung mencubit pinggulnya hingga dia mengaduh kesakitan. 

“Rasain! Salah siapa ember!” umpatku dalam hati. 

“Jadi aku cinta pertamamu, Ve? Kenapa enggak terus terang dari dulu? Kalau tahu begitu sudah kulamar kamu,” ucap Mas Farhan. 

Tercengang, aku mencoba mencerna kalimat Mas Farhan. Apa maksudnya dengan ‘kulamar’?

“Lamar sekarang saja, Mas! Kan sekarang Vera jomlo,” cicit Linda. 

Astaga! Punya teman kok kayak begini amat. Main celetuk tanpa dipikir dulu. 

“Memangnya Vera mau menerima kalau aku melamarnya?” tanya Mas Farhan pada Linda, tapi sambil melirik ke arahku. 

“Jawab dong, Ve! Jangan diam saja!” tekan Linda. 

Kali ini aku benar-benar tak bisa berkata apa-apa. Niat hati mau curhat karena habis dikhianati Mas Rizal, eh..., malah jadinya seperti ini. 

“Bagaimana, Ve? Mau enggak kalau kamu kujadikan istri?” cecar Mas Farhan. 

Sampai saat ini aku belum menemukan jawaban yang tepat. Biar bagaimanapun aku masih mencintai Mas Rizal, tapi jauh di lubuk hati cinta untuk Mas Farhan masih ada, meski hanya berupa kuncup yang layu.

“Gimana ya...,” ucapku ragu. 

“Terima saja, Ve! Mas Farhan baik kok! Dia belum pernah pacaran!” Linda memuji kakaknya setinggi langit. 

“Begini saja, Ve. Kita saling dekat saja dulu, nanti kalau kamu nyaman kita lanjutkan. Setidaknya aku ingin membantumu melupakan Rizal,” saran Mas Farhan. 

Diam, aku mencoba mempertimbangkan tawaran Mas Farhan. Menurutku ini ide yang lumayan, tapi aku takut melukai perasaan Farhan jika nanti aku tak berhasil menumbuhkan benih cinta yang telah mati. 

“Baiklah! Aku setuju usulanmu. Tapi jika nanti aku mengecewakanmu, kuharap kamu enggak membenciku, Mas.” 

Pada akhirnya aku menerima tawaran itu. Tak ada salahnya mencoba, toh, aku sekarang butuh seseorang untuk bersandar. 

“Oke!” Mas Farhan mendekatkan jari kelingking ke arahku. Aku menyambut lalu menautkan kelingking kami. 

“Yes! Akhirnya Vera kan jadi kakak iparku,” teriak Linda girang. 

Tersipu malu, aku menunduk menyembunyikan wajah yang terasa menghangat. Rasanya seperti sedang bermimpi. Benar-benar tak menyangka akan menjalani hubungan yang tak jelas ini. 

Setelah itu, kami bertiga melanjutkan obrolan. Saling bercerita kehidupan masing-masing, sesekali mengenang masa saat aku masih dekat dengan Farhan. 

Aku pamit pulang karena waktu sudah agak larut. Linda dan kakaknya mengantar, aku berboncengan dengan Linda, Mas Farhan naik motor sendirian. 

Di jalan, aku sempat mampir ke konter membeli ponsel. Kami juga saling tukar nomor karena ini memang nomor baru.

**** 

Pagi. Aku terjaga saat cahaya mentari yang menyilaukan menerobos masuk dari celah jendela. Tadi, seusai subuh aku tidur lagi. Rasanya malas berinteraksi dengan semua keluargaku karena selama ini mereka hanya memanfaatkan uangku saja.

Gegas aku bangkit lalu menuju ke kamar mandi. Hari ini rencananya aku mau ke rumah Linda lagi daripada di rumah harus bertemu Rizal dan Ela. Bukankah jika aku pergi akan lebih mudah untuk melupakan pengkhianatan mereka? 

Selesai mandi dan berpakaian aku langsung ke depan bersiap pergi ke rumah Linda. Namun, saat aku sampai di garasi motorku tidak ada. Aku kembali ke dapur mencari ibu untuk menanyakan perihal motorku. 

“Motorku kok enggak ada, Bu? Siapa yang pakai?” tanyaku pada Ibu yang sedang mencuci pakaian. 

“Tadi Bapak pergi, katanya ada keperluan,” sahut Ibu. 

“Oh..., ya sudah,” jawabku lalu kembali ke depan. 

Di rumah ini hanya ada satu motor, itu pun aku yang beli dari hasil jerih payahku merantau ke kota. Biasanya Ela yang pakai motor itu buat sekolah, tapi karena sekarang aku di rumah, tentu aku yang memakainya. 

Ela, biar saja. Buat apa memikirkan dia. Toh, dia sudah mengkhianati kebaikanku. 

Aku duduk di teras, menunggu Bapak pulang sembari memainkan ponsel, menghilangkan kebosanan. Setelah hampir setengah jam menunggu, akhirnya Bapak pulang, tapi berjalan kaki. 

“Kok jalan, Pak? Motornya mana?” Aku mengernyitkan kening, heran dengan Bapak. Jangan-jangan motornya mogok karena tak dirawat padahal selama ini aku mengirimkan uang khusus untuk biaya perawatan motor. 

“Iya, motornya Bapak jual,” jawab Bapak. 

Kontan saja aku terkejut mendengar pengakuan Bapak. Tega-teganya dia menjual motor hasil jerih payahku. Keterlaluan!

“Kok dijual sih, Pak! Itu motorku. Kenapa enggak minta izin dulu sama aku!” teriakku histeris. 

“Bapak butuh uang untuk resepsi adik kamu. Karena kamu enggak mau kasih uang, ya sudah Bapak jual motor saja,” akunya tanpa rasa bersalah. 

Tangan ini terkepal erat saking marahnya. Ela lagi Ela lagi. Kenapa untuk resepsinya aku yang harus berkorban? 

“Kenapa enggak minta sama Rizal saja sih? Dia kan suami Ela!” protesku. 

“Rizal proyeknya belum cair. Kalau sudah pasti akan memberi uang yang banyak!” jawab Bapak memamerkan menantunya. 

Aku tersentak kaget mendengar ucapan Bapak. Proyek? Sejak kapan Rizal menangani proyek? Seingatku dia pengangguran. Kalau jalan dan makan sama aku selalu aku yang biayai semuanya. 

Ah! Kenapa malah aku memikirkan Rizal. Mau seperti apa dia sekarang, aku tak peduli. Yang terpenting motorku harus balik. 

“Pokoknya Bapak harus ganti motorku!” tegasku menahan kesal. 

“Tenang saja, Rizal bakalan ganti kok, dia sekarang sukses, kemarin-kemarin dia sering bawa oleh-oleh kalau ke sini,” ungkap Bapak. 

Astaga! Jadi selama ini Rizal sering datang ke rumah. Pantas saja mereka menikah, rupanya sudah sering ketemu. 

Aku menggeleng pelan, tak menyangka mereka telah lama berhubungan. Dasar manusia tak ada akhlak! Pengkhianat!

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Rendrawaty Kahar
cari bahagia ssr ..gak usah baper mikirin orang
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Keluar aj sh dr rmh lu ngapain msh disana bikin emosi aja
goodnovel comment avatar
Satria izzet ilhami
astagfirullah... ini kelg kacau ya.. ya bapaknya, ibunya, juga adeknya. terlebih-lebih si bapak, kyk gak punya perasaan bgt. apa jgn2 si sulung bukan anak kandung ya... ? ... dah lah... balik lagi aja ke kota.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status