Share

Hujan di mata Diandra

last update Last Updated: 2023-11-04 14:08:44

***

"Enak sekali Aluna mau dijadikan istri kedua, tidak bisa!" Bibi Melani-- Mama Aluna berkacak pinggang di depan pintu. Wanita bertubuh tambun dan tidak terlalu tinggi itu meringsek masuk sambil memasang wajah garang. "Heh, Bara ... Aluna itu hamil anak kamu, sudah seharusnya kamu bertanggung jawab. Enak sekali kamu bilang mau tetap menikahi Diandra sementara putriku jadi yang kedua. Saya tidak setuju!"

Kedua orang tua Bara saling tatap. Pak Basuki berdiri mendekati iparnya sambil berkata, "Jangan teriak-teriak. Tidak perlu pakai otot, Mel. Tenang saja, lagipula Dian pasti menolak ...."

"Alah, Mas Bas kan Bapaknya, tentulah membela Diandra," sela Bibi Melani sengit. "Harusnya Mas Bas sama Mbak Anis itu sedikit punya empati lah! Aluna itu keponakan kalian, tega-teganya kalian bikin dia jadi istri kedua. Kamu juga, Di ... apa kamu gak kasihan sama Aluna, hah? Dia itu sedang mengandung anak Bara, enak aja malah kamu yang jadi istri pertama. Aturan Aluna yang dia nikahi dulu, baru kamu. Kamu yang seharusnya jadi istri kedua!" Telunjuk Bibi Melani mengarah tepat di wajah Diandra yang kentara sekali sedang menahan emosi.

"Pokoknya saya tidak terima kalau Aluna diperlakukan seperti yang Bara katakan tadi. Dia itu punya hak penuh atas diri Bara. Ingat ya ... anak yang Aluna kandung itu calon cucu kalian berdua. Tega sekali sama calon cucu ...." Bibi Melani menggebu-gebu menghardik kedua orang tua Bara yang sejak tadi menunduk menyembunyikan wajahnya yang teramat malu atas tindakan putranya. "Kalau kamu masih kekeuh mau menjadikan Aluna istri kedua dan kemudian kamu ceraikan, saya tidak segan-segan bikin kamu malu dan dipecat dari pekerjaanmu. Ingat itu, Bara!"

Bara mengusap wajahnya kasar. Situasi yang rumit sedang mengepungnya malam ini. Rencana membujuk Diandra atas kebodohan yang sudah ia lakukan, gagal sudah karena tiba-tiba Bibi Melani datang tanpa basa-basi.

Belum usai Bibi Melani melampiaskan rasa marahnya, Aluna datang bersama Ayahnya dengan tergopoh-gopoh.

"Ya Allah, Ma ...," gerutu Pak Sunandar. "Kamu jangan bikin ribut di rumah Mas Bas, ayo pulang! Bara pasti menjelaskan semuanya pada Mas Bas dan Mbak Anis, kamu jangan ikut campur!"

"Diam ya, Yah!" bentak Bibi Melani. "Asal Ayah tau ya, Bara ini berencana mau menikahi Diandra dan Aluna hanya jadi istri kedua. Bahkan dia berencana menceraikan anak kita setelah dia melahirkan. Itu yang Ayah bilang menjelaskan, hah? Dia jelas-jelas sedang merendahkan anak kita! Dasar laki-laki serakah!"

Pak Sunandar menatap Bara marah. Kemarin sore pria itu berjanji akan menemui Pak Basuki dan Bu Anis untuk menjelaskan semua yang terjadi termasuk rencana pernikahannya dengan Diandra yang terpaksa harus batal. Namun malam ini, Pak Sunandar seperti tengah mendapatkan kejutan. "Benar begitu, Bara? Kamu berniat menikahi Aluna dan menceraikannya setelah dia melahirkan?" tanya Pak Sunandar ketus.

"Maaf, Pak. Tapi saya mencintai Diandra ...."

Bugh !!!

Bugh !!!

"Bara!" pekik Bu Gendhis, Ibu Bara.

"Ayah, cukup!" Aluna berlari mendekati Bara yang tersungkur di sudut sofa.

"Apa-apaan ini, jangan pakai kekerasan ya, saya bisa melaporkan anda ...." Pak Satya menghentikan ucapannya ketika kerah kemeja yang dia kenakan dicengkeram kuat oleh Pak Sunandar. "Laporkan! Sana laporkan! Kami juga bisa melaporkan tindakan Bara karena sudah memaksa Aluna berhubungan badan degannya selama ini. Saya tidak takut! Laporkan!" teriak Pak Sunandar marah.

"Kamu memaksa Aluna, Mas?" tanya Diandra penasaran. Tidak perduli pada tatapan mata tidak suka yang Aluna lontarkan untuknya.

Bara menggeleng. "Kami melakukan itu atas dasar sama-sama mau, Di. Aku gak memaksa."

"Kamu memaksaku, Mas! Kamu bilang Diandra terlalu kaku dan sok suci, itu sebabnya kamu mencari kenikmatan itu padaku. Kamu jangan pura-pura lupa ya, Mas, dasar brengsek! Bahkan kamu yang pesan hotel waktu itu." Aluna berbicara sambil menatap kedua mata Bara yang berkilat marah.

"Memaksa? Yang benar saja, Lun ...."

"Cukup, cukup!" sahut Diandra. "Saya rasa hubungan saya dan Mas Bara memang tidak bisa dilanjutkan, Om, Tante. Kalau Mas Bara menolak mengurus semua undangan yang terlanjur disebar, itu biar menjadi urusan saya. Saya menolak dinikahi Mas Bara. Sampai kapanpun!"

Ucapan Diandra membuat air mata Bata berjatuhan. Tiba-tiba saja ia menyesali semua yang sudah terjadi. Nafsu sesaat membuat semua mimpi indah yang sempat ia rajut bersama Diandra hancur berantakan.

"Ya, bagus," seloroh Bibi Melani. "Kamu juga harus tau diri, Dian. Gak baik memaksakan sesuatu yang memang bukan ditakdirkan untukmu. Biarkan Bara menikahi Aluna, kamu harus ngalah, Aluna itu hamil."

Diandra mengedikkan bahu tak acuh. "Kalau begitu, boleh aku minta tolong, Bibi? Tolong keluar dari rumah kami. Kami mau istirahat, capek."

Bibi Melani membuang muka, "Kamu ngusir?" Mata Bibi Melani melotot. "Gak punya aturan ya kamu!"

"Mas, bisa bicarakan rencana pernikahan kamu dan Aluna di rumah Bibi Melani saja? Kita sudah tidak ada urusan apapun, jadi tolong ... jangan merasa bersalah, aku baik-baik saja," ujar Diandra malas.

"Di, pikirkan baik-baik tawaranku. Aku mencintai kamu, Diandra. Hanya kamu satu-satunya wanita yang ingin aku nikahi ...."

Plak!

Aluna menampar pipi Bara dengan emosi yang menggebu-gebu. "Laki-laki brengsek!" hardiknya sarkas.

"Dia memang minta dihajar sampai mati, Lun. Minggir, biar Ayah habisi pria tidak bertanggung jawab itu. Ayah tidak terima kamu diperlakukan seperti lacur, Aluna!" Dada Pak Sunandar membusung. "Minggir, Aluna! Kamu dengar apa yang Ayah katakan, kan?"

"Sudah, sudah!" Pak Satya jengah dengan keributan yang diciptakan kedua orang tua Aluna di rumah Diandra. "Kita bicarakan langkah selanjutnya untuk Bara dan Aluna, tapi tidak disini. Kasihan Diandra, dia pasti terluka sekali dengan tindakan Bara yang bodoh. Minta maaf kamu pada Dian dan kedua orang tuanya, Bara!" titah Pak Satya pada Bara.

"Yah, aku masih ingin memperjuangkan Diandra," rengek Bara.

"Cukup, Bara! Kamu mau wajahmu babak belur karena Ayah hajar?"

Bara menggeleng lemah, "Pak, Bu ... saya sungguh minta maaf atas tindakan bodoh yang sudah saya perbuat. Andai Bapak dan Ibu masih mau menerima saya, saya berjanji akan membahagiakan Diandra. Dia tidak akan kekurangan kasih sayang dan cinta dari saya. Tolong dipertimbangkan lagi, Pak ... daripada Diandra malu karena gagal menikah, lebih baik dia terima jadi madu Aluna. Ya kan, Pak?"

Pak Satya mengusap wajahnya kasar mendengar ucapan Bara yang terdengar sangat keterlaluan. Sementara Bu Gendhis meringis melihat wajah Diandra yang melengos sambil berpura-pura memuntahkan isi perutnya.

"Tidak perlu merasa bersalah, toh Diandra bilang dia baik-baik saja," sahut Pak Basuki sambil terkekeh. "Melepas pria sepertimu tidak lantas membuat Diandra rugi. Justru saya bangga sekali karena Diandra membuang sampah pada tempatnya. Kamu dan Aluna memang cocok," sindir Pak Basuki pedas.

"Kalau bicara yang enak didengar dong, Mas Bas! Apa maksudnya bilang seperti itu? Mas Bas pikir Aluna itu tong sampah?" Lagi-lagi Bibi Melani mendelik kesal. "Lihat, Yah ... jangan diam saja! Aluna dihina sama Masmu, bela Aluna dong!"

Pak Sunandar menarik tangan Aluna dan berkata, "Saya tunggu kalian di rumah, sekarang juga!"

Pak Satya dan Bu Gendhis hanya bisa menunduk sembari menghela napas panjang. Karena kebodohan Bara, keduanya harus menerima menantu yang sedang berbadan dua.

Apa kata tetangga?

"Saya minta maaf atas nama Bara, Pak Bas," ujar Pak Satya.

Bu Gendhis memeluk Bu Anis dengan perasaan sedih. "Saya juga meminta maaf pada Bu Anis dan Pak Basuki, maaf karena kebodohan putra saya sudah merugikan dan membuat keluarga kalian malu. Kami berjanji akan mengatasi ini. Maaf, Bu Anis ...." Bu Anis mengangguk dan menepuk-nepuk punggung Bu Gendhis lembut.

"Mereka tidak jodoh, tidak perlu merasa bersalah," ucap Bu Anis bijak. "Setidaknya Bara mau bertanggung jawab pada Aluna, karena bagaimanapun Aluna sedang hamil anak Bara."

"Terima kasih, Bu Anis," sahut Pak Satya sungkan. "Kami pamit, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Diandra mencium punggung tangan Pak Satya dan Bu Gendhis bergantian.

"Kami minta maaf ya, Di. Tolong jangan anggap Mama orang asing. Telinga Mama kurang suka kalau kamu panggil ’Bu’," ujar Bu Gendhis sambil mengusap kepala Diandra.

Wanita yang kadung koyak hatinya itu hanya tersenyum tanpa memberikan respon mengangguk atau menggeleng. Tidak ada kewajiban baginya untuk memanggil Bu Gendhis dengan sebutan ’Mama’ seperti hari-hari yang lalu.

"Di, maaf ...."

"Aku tidak ingin mendengar apapun dari mulutmu, Mas. Cukup. Aku muak!" sela Diandra ketika Bara hendak mendekatinya. "Silahkan pergi, urusan kamu saat ini bukan denganku, tapi dengan Aluna."

Pak Satya mencengkeram bahu putranya dan memaksa Bara keluar dari rumah Diandra dengan membawa segudang penyesalan.

"Kukira Mas Bara itu pria setia, Bu," seloroh Diandra ketika Pak Basuki berjalan mendekati pintu dan menutupnya dari dalam setelah semua tamunya keluar. "Nyatanya dia malah menghadirkan calon bayi disaat pernikahan kami sudah di depan mata."

Bu Anis memeluk Diandra sambil mengusap matanya yang basah.

"Aku tidak yakin bisa baik-baik saja ...."

"Kamu pasti bisa, Nak," sela Bu Anis parau. "Gagal menikah bukanlah aib, Allah justru sedang menyelamatkan kamu dari pria seperti Bara. Ambil sisi positifnya, Nduk."

"Mendapati kenyataan bahwa calon suamiku menghamili sepupuku sendiri, apakah ada sisi positif yang bisa aku ambil, Bu?" Mata Diandra kembali menurunkan hujan. Rasanya tiada bosan ia menangis ketika mengingat rencana pernikahan yang sudah diimpikan sejak lama harus porak poranda karena kehamilan Aluna. Kamaluna Alundra. Sepupunya sendiri yang bahkan rumahnya hanya berjarak tiga rumah dari rumah-rumah tetangga. "Tidak adakah cobaan lain yang bisa Allah berikan padaku? Kenapa harus seperti ini ... kenapa harus rencana pernikahanku yang Tuhan hancurkan, Bu? Kenapa?!"

Bu Anis semakin mendekap erat tubuh Diandra. Pak Basuki yang melihat buah hatinya menangis hanya bisa memandang sambil menahan gemuruh di dalam dada. Andai sah-sah saja menghajar, tentulah wajah Bara sudah ia hancurkan malam ini juga.

"Jangan mencemooh Tuhan, Nduk!" Suara Pak Basuki semakin membuat bahu Diandra berguncang. "Bisa jadi apa yang kamu anggap baik adalah sesuatu yang sebenarnya buruk di mata Allah. Begitu pula sebaliknya," ucap Pak Basuki bijak. "Jika sebelum menikah saja Bara sudah berani menjamah tubuh wanita lain, lalu bagaimana jika kalian nanti sudah sah menjadi pasangan suami istri? Tidak menutup kemungkinan Bara akan melalukan kesalahan yang sama, Dian, dan itu tentu akan semakin menyakitimu."

Bu Anis melepas pelukannya dan membiarkan Pak Basuki mengambil alih kepala putrinya yang senantiasa menunduk menyembunyikan wajahnya yang berantakan karena air mata.

"Kamu berharga, Di, itu sebabnya Allah menunjukkan buruknya Bara sebelum kalian berdua menikah. Selalu ada hikmah di setiap kejadian, Nak, kamu harus bisa legowo."

Diandra mengangguk lemah, "Tapi dadaku sakit, Pak. Ini sakit sekali," adu Dian seraya menenggelamkan wajahnya di pelukan Sang Bapak.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jessica
baru baca ud naik tensi Krn emosi ......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Digerebek warga

    ***"Ini gapapa kalau Pak ... eh, Mas Birru menginap di rumah, Bu?" Ragu Diandra bertanya pada Bu Anis yang duduk di sebelahnya. "Apa kata tetangga ....""Memang apa kata tetangga, Dian?" sahut Pak Basuki seraya menahan tawa. "La wong kalian saja sudah menikah, bapak yang jadi walinya, kalian menikah juga dinikahkan penghulu, memangnya nanti apa kata tetangga?"Diandra menggaruk alisnya yang tidal gatal. "Entahlah, Pak," jawabnya asal. Birru melirik Diandra lalu menyahut, "Atau saya pulang saja, besok pagi saya jemput ....""Tidak perlu, Le," sela Bu Anis. "Menginap saja, apa yang kamu takutkan, Nak?"Birru mengangguk patuh. Pria berwajah tegas nan tampan itu terlihat begitu tenang, namun siapa yang tahu dalamnya hati seseorang? Perlahan, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. ***"P-- Pak Birru mau ngapain?" Diandra yang bersiap tidur tiba-tiba terduduk dengan sorot mata ketakutan. Birru melongo, namun beberapa detik kemudian pria bertubuh tinggi itu terkekeh lirih. "Saya s

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Mari kondangan

    ***"Saya ....""Kamu mulai ragu karena kedatangan Khansa, Diandra?" tanya Birru menyelidik. "Kenapa, apa karena dia adik Hana? Kamu tidak percaya kalau saya ingin memulai kehidupan dengan orang yang baru? Denganmu?"Diandra menggeleng lemah. Pikirannya berkecamuk bukan karena ragu pada perasaan Birru, hanya saja ... ada sedikit rasa takut mengingat tatapan mata mengerikan yang Khansa lemparkan padanya. Tatapan mata tajam yang seolah-olah berkata, ‘Aku akan menyingkirkan kamu secepatnya.’Dengan berkata ‘setuju’ itu artinya dia harus siap melindungi Aleetha, juga Birru dalam hidupnya. "Saya tidak menaruh hati pada Khansa, Dian," ucap Birru meyakinkan. "Tidak sedikitpun.""Saya percaya, Pak," jawab Diandra nyaris tidak bersuara. "Tapi ...."Birru mengernyit menatap Diandra yang masih saja menggantung pembicaraan. ***Plak ....!Bibi Melani merasakan telapak tangannya panas setelah melayangkan tamparan keras di pipi Bara, calon menantunya. Sementara Aluna, perempuan yang mengenakan dr

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Permintaan Aleetha

    ***"Lun, bagaimana kalau kita menikah setelah kamu melahirkan?"Aluna yang sedang menyeruput minuman dingin di depannya seketika tersedak. "Uhuk ... apa, Mas?" tanya Aluna. "Bisa kamu katakan sekali lagi?"Bara menggaruk rambutnya dengan gusar, "Begini, Lun ....""Kamu mau menikahiku setelah aku melahirkan, begitu?"Bara mengangguk ragu, "Lun, menikah butuh biaya besar, keluargaku dan keluargamu sama-sama ingin pesta meriah untuk pernikahan kita, jadi apa salahnya kita menabung lebih dulu supaya ....""Supaya kamu bisa kembali pada Diandra setelah aku melahirkan, begitu? Supaya kamu tidak perlu repot-repot menikahiku karena sudah tidak ada janin di perutku, iya, Mas?" Aluna mendelik, dadanya naik turun meluapkan emosi. "Pintar ya kamu!" sindir Aluna kemudian tertawa sumbang. "Bukan seperti itu, Lun ....""Lalu seperti apa?" bentak Aluna menyela. "Kamu mau aku menanggung malu ini seorang diri, hah?" Air mata Aluna berkejaran luruh membasahi pipi. "Aku hamil anak kamu, Mas, tega seka

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Saingan Baru

    ***"Pikirkan baik-baik perkataan Ibu, Birru." Bu Mirna berbicara sambil melirik sinis ke arah Diandra. "Kamu boleh menikahi wanita lain, tapi jangan harap Aleetha akan hidup bersamamu."Birru membuang muka seraya menghela napas kasar. "Kita bahas ini setelah Aleetha sembuh total ya, Bu," ucapnya jengah. "Tidak bisa," sahut Bu Mirna. "Ibu butuh kepastian. Sekarang katakan di depan kami semua, kamu lebih memilih perempuan ini atau memilih Aleetha.""Bu, ini keterlaluan ....""Keterlaluan?" Ulang Bu Mirna. "Ibu hanya ingin memastikan keadaan Aleetha baik-baik saja. Ibu tidak mau tidak punya Mama tiri yang tidak jelas asal-usulnya.""Diandra punya orang tua," sergah Birru sambil menahan geram. "Dia perempuan baik, santun, dan bahkan Aleetha sendiri lah yang memintanya untuk menjadi Ibu sambung. Ini semua kemauan Aleetha, Bu!""Cukup, Birru!" bentak Bu Mirna. "Jangan mengkambinghitamkan cucuku!"Deru napas Birru memburu. Emosinya hampir tidak bisa dikendalikan mendengar penolakan Bu Mirn

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Ancaman

    ***"Ibu datang hanya untuk membahas masalah ini?" tanya Birru dengan kening mengernyit. "Aleetha terbaring tidak berdaya di dalam, dan Ibu datang hanya untuk mencaci keputusan yang saya buat?"Bu Mirna gelagapan, wanita paruh baya itu sempat membuang muka kemudian menatap kedua mata Birru yang masih menyisakan basah. "Ibu-- Ibu hanya terbawa emosi, Birru. Kamu bahkan memutuskan ini semua tanpa persetujuan Ibu," elak Bu Marni parau. "Meskipun Hana sudah tiada, tapi ada Aleetha diantara kalian, Ibu gak bisa membayangkan bagaimana hancurnya dia jika nanti diasuh oleh wanita asing."Birru menelisik wajah Diandra yang semakin tenggelam menatap lantai Rumah Sakit. Sepuluh jemari perempuannya itu saling bertaut. Birru bisa melihat dengan jelas jika Diandra sedang gemetar hebat saat ini."Kamu sudah berjanji tidak akan menikahi siapapun setelah kepergian Hana, Nak. Tapi apa yang Ibu dengar, hah? Ini kabar buruk, Ibu mendengar kabar yang teramat menyakitkan bagi Ibu, dan kamu tau ... Hana pas

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Rintangan lain

    ***"Nih, lihat, Lun!"Diandra yang hendak memasuki mobil seketika menoleh. "Ada apa, Bi?" tanyanya kebingungan. Aluna geleng-geleng melihat Diandra, kemudian bertanya, "Dia calon mertua kamu?"Melihat ada hal yang kurang beres, Pak Ranajaya keluar dan mendekati Diandra yang nampak jengah. "Saya Ranajaya, calon mertua Diandra." Pria paruh baya itu mengulurkan tangan dan disambut kikuk oleh Aluna juga Bibi Melani. "Emang ada calon mertua dan calon menantu sedekat ini?" sindir Aluna. "Jangan-jangan kamu main-main sama keduanya ....""Aku bukan kamu, Lun," sela Diandra sengit. "Halah, ngaku aja! Aku sama Papanya Mas Bara aja gak sedekat ini loh, kita masih ada jarak," sahut Aluna membanggakan diri. "Jaman sekarang main sama anak dan Bapaknya itu udah lumrah, udahlah, ngaku aja!""Astaghfirullah, Aluna!" teriak Bu Anis dari ambang pintu. "Apa sih, Budhe, teriak-teriak, aku gak budek!" gerutu Aluna kesal. "Kamu jangan keterlaluan ya, Lun ...." Bu Anis menuding wajah Aluna dengan telu

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Menjelang Pernikahan

    ***"Dia pikir calon suaminya yang duda itu kaya raya?" Aluna menggerutu. "Itu cuma mobil rentalan. Diandra goblok!""Ada apa, Lun?"Aluna berjingkat kaget mendengar suara Bu Anis. Perlahan, putri Bibi Melani itu menoleh dan menjawab, "Lain kali Diandra itu dinasehati lah, Budhe. Jangan sombong, jangan songong, toh mobil yang dipakai cuma mobil sewaan.""Mobil sewaan?" tanya Bu Anis. Aluna mengangguk, "Iya kan? Mobil yang dipakai calon suaminya Diandra itu mobil sewaan kan, Budhe?"Bu Anis melongo menatap Aluna yang menggebu-gebu merendahkan Birru. "Cuma bisa sewa mobil aja sombongnya minta ampun. Nih ya, Mas Bara yang jelas-jelas kaya dan punya mobil mewah ....""Lun, kamu gak lupa kan kalau Bara itu dulu calon suami siapa?" sela Bu Anis menohok. "Kamu gak malu membangga-banggakan seseorang yang didapat dari hasil merebut?""Eh, Budhe ... kok nyolot sih," sahut Aluna tidak senang. "Mas Bara sama Diandra itu gak jodoh, jadi jangan salahkan aku dong! Lagipula Mas Bara yang mau sama a

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Kamu hanya belum tau, Aluna

    ***"Bi, tenanglah!" Bu Salma mendekat dan menepuk-nepuk punggung putranya dengan tangan gemetar. "Aleetha anak yang kuat, dia pasti bisa melewati ini semua."Birru mengangkat wajahnya dari bahu Diandra. Wajah yang biasa terlihat teduh, siang ini berubah sendu dengan keadaan rambut yang cukup berantakan. Birru mengusap air mata di pipi Diandra sebelum akhirnya duduk di salah satu bangku tunggu. Diandra terpaku dengan sorot mata yang masih saja menatap pintu ruang ICU. "Nduk," panggil Bu Anis. Diandra menoleh, air matanya sudah kering sementara bibirnya terasa kelu untuk sekedar menjawab panggilan dari Sang Ibu. "Kamu belum salat?""Belum, Bu.""Pergilah ke musala, salat lah dulu," pinta Bu Anis.Diandra melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Benar saja, jarum jam sudah menunjukkan pukul 13.00 siang."Salat sama saya." Birru berdiri. "Saya juga belum salat, Diandra. Ayo!""Ya, Pak."Tidak ada percakapan apapun sepanjang perjalanan menuju musala Rumah Sakit. Setelah wu

  • DIKIRA DUDA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT    Kehilangan Aleetha

    ***"Seyakin itu kamu pada gadis kampung ini, Mas?" tanya Ayesha parau. "Selama ini aku yang menemani keterpurukan kamu setelah kematian Hana, tapi ... ha ... ha ... aku tidak menyangka seleramu ternyata daun muda," imbuh Ayesha sambil tertawa sumbang, namun matanya berkaca-kaca."Tiga tahun aku rela menemani kamu tanpa ikatan. Tiga tahun kamu menggantung perasaanku dan ... dan sekarang kamu menunjukkan di depan mata kepalaku sendiri betapa brengseknya kamu, Mas Birru!" Ayesha menuding wajah Birru dengan penuh emosi. "Selama ini aku berusaha menjadi calon Ibu yang baik untuk Aleetha ....""Kalau kamu baik, harusnya Leetha tidak terbaring di Rumah Sakit saat ini, Sha!" bentak Birru. Napasnya memburu, urat-urat di lehernya menegang, matanya berkaca-kaca membayangkan wajah Aleetha yang tertidur pulas di ruang ICU, gadis itu seperti enggan membuka mata, atau Hana sedang berdongeng hingga Aleetha menolak untuk pulang? Entahlah. "Ini bukan kesalahanku!" Suara Ayesha tak kalah tinggi. "Gadi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status