Share

DILECEHKAN CALON SUAMIKU
DILECEHKAN CALON SUAMIKU
Author: Mata coklat

PERNIKAHAN

"Jangaaan! Aku mohon lepasin, toloooong!"

Aku terus berteriak, berharap ada seseorang yang mendengar teriakanku dan menolongku dari dekapan pria yang tidak bisa aku lihat wajahnya karena gelapnya malam itu.

Tubuhku seperti dihantam ribuan belati, sakit. Aku yang dalam perjalanan pulang sehabis menghadiri pesta perpisahan bersama teman-teman SMA ku dihadang oleh seorang pemuda yang tengah mabuk di jalanan.

Suasana malam yang sepi dan jalanan yang gelap membuat aku tidak bisa mempertahankan kesucianku. Tidak ada orang yang menolongku.

"Nak, kamu sudah siap?" tanya Bunda, membuyarkan lamunanku tentang malam itu.

Hari ini tepat 5 tahun setelah kejadian menyakitkan itu.

Aku yang ternodai malam itu tergeletak pingsan hingga akhirnya ditemukan warga dan langsung membawaku pulang, setelah salah satu dari mereka memberi tahu Ayahku.

Tidak ada yang tahu siapa laki-laki itu. Sampai saat ini, semua masih menjadi misteri.

"Insya Allah, Bun!" jawabku meyakinkan Bunda juga hati ini.

Setelah kejadian itu, aku menjadi trauma, hingga aku tidak melanjutkan kuliah.

Untung saja benih penjahat itu tidak tumbuh menjadi seorang bayi, karena kalau itu sampai terjadi mungkin aku tidak akan siap untuk hari ini, hari di mana aku akan mencoba memulai hidup baru dengan berta'aruf.

"Pemuda ini sama kayak kamu, Nak," kata Pak Ustadz Danu yang duduk di hadapan aku dan Bunda.

"Maksudnya Pak Ustadz?"

"Dia baru 4 tahun hijrah, setelah dulu hidupnya dipenuhi kegelapan akibat salah didik keluarganya yang berfikir kalau kasih sayang bisa dibeli dengan harta" jelas Ustadz Danu, guru mengaji di tempat dulu aku belajar agama memantapkan untuk hijrah.

Setelah menunggu beberapa menit, datang seorang pemuda tampan berkulit putih bersih menghampiri kami.

Setelah mengucapkan salam dan kami menjawabnya, pemuda itu bersalaman dengan Ustadz Danu.

"Mungkin, sebelum kita melangkah lebih lanjut. Apa Zahra mau bertanya sesuatu?" tanya Ustadz Danu, seakan memberi kesempatan hati untuk mengakui semua tentang masa laluku

Membuka perlahan mulut ini, aku pun memberanikan diri mengutarakan isi dalam hati.

"Sebelum kita melanjutkan ta'aruf ini. Aku mau jujur. Aku sudah tidak perawan, Kak," tuturku.

Aku terus menundukkan pandangan. Aku tidak mau memulai hubungan dengan kebohongan, apalagi semua pasti akan terbongkar dimalam pertama kami nanti.

Bayangan pemuda bertato sepasang sayap di punggung yang malam itu merenggut kesucianku hadir seketika.

Sesaat setelah perbuatan bejatnya aku yang masih setengah sadar melihat dia bertelanjang dada meninggalkanku. Pantulan cahaya rembulan membuatku bisa melihat tato itu di punggungnya.

"Aku tidak masalah," ucap Kak Alvin, pemuda yang saat ini di hadapanku sebagai calon suami.

"Aku korban pemerkosaan, Kak," lirihku tanpa aku sadari air mata mulai menetes.

Ustadz Danu pun membantuku menceritakan kejadian di malam itu pada kak Alvin. Ia memang tahu semua tentangku.

Aku mengangkat wajah ini yang awalnya tertunduk lalu melihat raut wajah Kak Alvin. Terlihat ada kegusaran, lagak tubuhnya seperti ketakutan, dan matanya seakan menahan air mata. Entah sikap apa yang dia tunjukan ini.

"Permisi, Ustadz, aku harus pergi. Assalamu'alaikum!" pamitnya.

Dia berdiri tanpa mengucapkan apapun tentang kelanjutan hubungan ini, berlalu pergi meninggalkanku, Bunda dan Ustadz Danu.

Bunda memegang tanganku, pandangan kami bertemu dalam satu pemikiran. Ada apa dengan Kak Alvin?

Sejak hari itu tidak ada kabar dari kak Alvin, seminggu sudah aku digantung.

Hingga pada suatu hari Ustadz Danu datang menemuiku dan memberi tau semuanya.

"Assalamu'alaikum," sapa Ustadz Danu begitu masuk ke teras rumah kami.

Aku dan Bunda menyambutnya. Kukira setelah ini ada kabar baik soal Kak Alvin, tapi ternyata malah kabar buruk yang membuat dadaku berdetak keras.

"Nak Alvin itu... yang melakukan hal buruk sama kamu, Nak."

Seluruh tubuhku gemetaran. Lelaki yang kukira akan menuntunku dalam jalan kebenaran, tapi malah menjadi awal semua traumaku.

Tanpa sadar, air mataku mengalir. Entah karena ketakutan, marah, atau malu.

"Nak Alvin memasrahkan kelanjutan hubungan ini padamu, Nak. Walaupun Nak Alvin sangat berharap bisa menikahi kamu," lanjut Ustadz Danu.

"Dia ingin menikahiku untuk bertanggung jawab, atau apa?" aku bertanya. "Aku tidak ingin dikasihani."

"Bukan begitu, Nak..."

"Dia yang merenggut kesucianku secara paksa, lalu sekarang ia yang memasrahkan kelanjutan hubungan in padaku."

"Zahra, Alvin sangat berharap bisa menikahimu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dulu!"

"Tapi Bu!"

"Tidak kah kamu memberikannya kesempatan untuk memperbaiki diri?"

Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus menerima perjodohan ini, dan meneruskan berta'aruf, sementara pemerkosa itu adalah calon suamiku?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status