Share

Gara-gara Tokek

Sore pun tiba di mana mereka mempunyai tugas masing-masing yang sudah dibagi oleh bapak, Ririn harus menyiapkan makan malam. Rini bagian mencari rumput buat makan kambing sedangkan Reno dan Rey memasukkan kambing ke kandang.

Tadi saat pulang dari sekolah, Ririn melihat ada terong ungu rencana akan di kukus nanti makanya di colek pakai sambal saja.

Keluarganya berjumlah enam orang sedangkan ayamnya bertelur cuma dua butir hari ini Ririn ingat pesan mamak nanti goreng saja telurnya buat adikmu, tapi gadis itu tidak tega kalau bapak dan mamak makannya hanya pakai sayur dan sambal.

Ririn memecahkan telur ayam yang hanya dua butir itu, kemudian segera menggorengnya buat lauk malam ini. Tidak lupa sambal korek pesanan bapak dan pucuk ubi rebus untuk pelengkapnya di tambah terong.

Waktu sekarang sudah jam 6 sore sebentar lagi magrib, saat Ririn keluar melihat kedua adiknya sedang menarik kambing untuk dimasukkan ke kandang.

Bapak pelihara kambing punya tetangga, katanya nanti kalau sudah beranak dibagi dua.

"Mbak ... bantuin!" rengeknya sambil menghentakkan kakinya, ia kesal karena sudah sore kambingnya tidak mau masuk kandang.

Ririn menghampiri keduanya sambil tersenyum melihat tingkah laku adik-adiknya, gadis itu segera mengambil alih pekerjaan Reno dan Rey.

"Sekarang mandi sana, biar mbak saja yang masukin!" perintahnya sambil menarik tali kambing dan membawanya ke kandang.

Adik perempuannya yang hari ini dapat tugas cari rumput untuk kambing baru pulang, bersamaan dengan bapak dan mamak.

Setelah kambingnya sudah masuk, Ririn segera membuat minum buat bapak dan mamak selagi mereka sedang mandi.

Tidak lupa ia hidangan sekalian makan malam, karena Ririn yakin kedua orang tuanya dan adik-adik pasti sudah lapar.

Kini mereka duduk lesehan beralaskan tikar pandan, dengan hidangan yang menurutnya enak. Karena untuk makan daging ayam biasanya tunggu hari besar, atau kalau enggak ada acara tetangga nanti dapat berkat(nasi kotak).

Gadis itu mengambilkan adiknya telur goreng dan sayur terong, saat sedang makan tiba-tiba semuanya menatap Ririn.

"Ada apa?" tanya Ririn.

"Mbak telurnya asin," kata Rey sambil minum air putih untuk menghilangkan rasa asin di mulutnya.

Bapak dan mamak tertawa melihat tingkah si bungsu, Ririn hanya tersenyum menanggapi ucapanya adiknya

"Maaf ya Dek, telur hanya ada dua jadi biar bisa jadi lauk dan semua bisa makan mbak banyakin garam," jawab Ririn

"Sudah makan saja, kita harusnya bersyukur malam ini masih dikasih kesehatan dan bisa makan dengan enak," ujar mamak sambil mencolek sambal korek pakai pucuk ubi.

Bapak hanya tersenyum, kemudian dia keluar untuk merokok di teras rumah. Kebiasaan siap makan merokok, tapi rokoknya bukan yang beli jadi.

Bapak racik sendiri pakai tembakau dan cengkeh, kalau di desa seperti itu. Gadis itu membuatkan kopi hitam untuk menemani Bapak duduk santai di malam hari.

"Pak besok Ririn ikut borongan tempat wak," katanya sambil duduk di tangga karena rumah kami panggung.

"Iya nanti bisa buat ongkos kamu ke kota," jawabnya sambil menyesap kopi hitam yang masih terlihat panas.

Mamak yang sudah siap mengikat kacang panjang ikut bergabung duduk teras, ia menatap jalan yang sepi dan gelap.

"Rin istirahat sana, besok katanya mau ikut borongan tempat, wak," kata mamak

"Iya Mak," jawab Ririn sambil pergi meninggalkan keduanya menuju ke kamar.

Ririn membaringkan tubuhnya di tikar pandan untuk istirahat, semoga besok bisa bangun pagi dengan semangat dan badan yang sehat. Gadis itu menatap langit-langit kamarnya.

Ririn sampai sekarang masih memikirkan sekolahnya, kalau pergi ke kota ikut Bibi dan ditabung buat biaya sekolah Rini karena tahun ini dia masuk SMP. Gadis itu menatap alas tidurnya, ia ke pikiran untuk membelikan kasur untuk bapak dan adik-adiknya nanti.

Ririn ingat kalau besok ia harus bangun pagi  untuk ikut borongan(kerja) ke sawah, ia kemudian bangun dan mengunci jendela kamarnya. Saat akan baring ia mendengar suara tokek yang saling bersahutan.

"Tokek diam berisik!" teriak Ririn sambil duduk di tepi dipan.

Tekek ....

Tekek ... suara itu terus bersahutan seakan si tokek sedang mengejeknya.

Diambilnya senter di dekat meja belajarnya, kemudian ia memanjat kursi sambil berpegangan lemari. Saat matanya menatap sekeliling di atas lemari untuk mencari keberadaan si tokek yang sudah mengganggunya tadi.

Ririn melihat kardus kecil ia sendiri lupa tempat apa sebelumnya, saat kakinya berjinjit karena kurang seimbang kursinya oleng dan Bruk ...

"Huwaaaa ... Mamak!" teriak Ririn menahan sakit.

Mamak yang baru saja mau masuk kamar mendengar anaknya teriak segera menghampirinya, "Astagfirullah Rin, tadi suara apa?" tanya Mamak sambil melihat sekeliling kamarnya yang masih rapi tidak ada jejak barang jatuh.

"Gara-gara tokek, Mak," jawab Ririn sambil mengusap punggungnya.

"Lah ... malah bawa-bawa tokek, Nduk," kata Mamak.

"Habis marahan sama tokek Mak, makanya Ririn jatuh dari kursi," ucap Ririn

"Kalau mau edan(gila), ya ... sendiri saja Nduk jangan ajak tokek," sahut Mamak sambil keluar kamar.

"Gara-gara kamu ini tokek, Mamaku bilang aku edan!" gerutu Ririn sambil mengomel.

Tekek ...

"Diam!" teriak Ririn

Tekek ...

"Terserah aku ngantuk," sahut Ririn. Tak beberapa lama gadis itu mulai memejamkan matanya karena sudah lelah, harapannya hanya satu besok bangun pagi dengan badan sehat.

***

Suara adzan subuh berkumandang, gadis itu masih terlelap karena masih begitu  mengantuk gara-gara tokek yang begitu bising. Terdengar ketukan pintu dua kali, tapi bukan seperti ketikan kalau orang lain yang mendengarnya melainkan seperti gebrakan.

Ririn menggeliat, kemudian perlahan ia membuka matanya. Dia keluar dari kamar sambil menatap ruang tamu yang kosong, tapi di dapur suara merdu ala Mamak mulai terdengar.

Bapak yang melihat anak gadisnya yang baru bangun hanya menatapnya datar, tapi Rini yang melihat itu tersenyum.

"Mbak mandi sana setelah itu sholat!" seru Rini sambil berlalu meninggalkan sang Kakak.

"Aku masih ngantuk," rengek Ririn sambil bersandar di dinding yang terbuat dari anyaman bambu.

"Astagfirullah, sudah jam berapa ini, Nduk. Mandi sana dan langsung sholat ya," kata Mamak sambil kembali ke dapur.

Dengan langkah gontai Ririn berjalan menuju kamar mandi, Mamaknya yang lihat itu hanya tersenyum.

"Gimana mamak membiarkan kamu merantau, Nduk!" katanya sambil mengusap dadanya yang terasa sesak.

"Mak," panggil Rini sambil mengambil teh yang sudah di buatnya tadi.

"Rin, kamu lihat mbak mu pasti tidur lagi" katanya sambil pergi ke kamarnya.

Rini segera menuju kamar mandi, ia mengetuk beberapa kali tidak ada suara sang Kakak. Dia sangat yakin kalau Ririn tidur lagi di kamar mandi.

Mamak datang menghampiri putri keduanya itu, karena merasa tidak ada pergerakan kemudian memanggil Bapak. Pria itu dengan sabar mengetik pintu hingga ada suara pintu terbuka.

"Aku masih ngantuk," ucap Ririn berdiri di tengah pintu dengan mata yang terpejam.

***

Di rumah juragan Halim kini sedang berkumpul sambil menonton televisi, walau tidak ada aliran listrik masuk di desanya, tetapi dia mempunyai genset untuk penerangan rumahnya, rencana ia ingin membeli yang lebih bagus jadi warga bisa juga menikmatinya.

"Aku setuju, Mas. Di sini banyak yang lulus SD, tapi lebih memilih membantu orang tuanya di sawah," ucap Hany

"Iya, apa Mama tahu kalau Ririn anak Pak Yanto juga tidak melanjutkan ke SMA, karena diminta untuk membantu keluarganya," kata Halim

"Setahu Papa anak itu lumayan kerjanya, bukankah Mama Mirna sedang mencari pengasuh buat Sasa," kata Hany

Hany hanya menarik napas dalam, sebenarnya dia kasihan dengan gadis itu, tapi entah mengapa Mak Wati selalu menjaga jarak dengannya. Ia menatap suaminya yang sedang mengecek apa saja pupuk yang habis dan benar-benar dibutuhkan warga desa.

Selama lima tahun ini kebutuhan warga untuk mendapatkan pupuk dari juragan Halim begitu mudah, kalau dulu mereka akan jauh keluar desa untuk mendapatkannya, yang membuat warga terbantu pupuknya boleh dibayar saat mereka panen nantinya.

"Mas besok jadikan berangkat, aku sudah kangen dengan Sasa pasti anak itu sudah besar," kata Hany

"Iya jadi, kita ikut pesawat siang saja, biar nanti Adam bisa menjemput waktu di Jakarta," ucap Halim

"Kapan anak itu menikah lagi? sudah hampir empat tahun masih asik menyendiri!" seru Hany

"Kamu itu, Ma! sama saja dengan Mama Mirna," ujar Halim

"Bukan apa-apa, Mas. Sasa itu pasti ingin memiliki seorang Bunda yang menyayanginya," jelas Hany

"Iya, tapi kalau Adam belum mau bagaimana, hem?" tanya Halim

"Makanya nanti pas di Jakarta kita bujuk dia," jawab Hany

Halim hanya mengangguk, dia tak ingin ribut dengan istri yang sudah menemaninya dalam suka maupun duka itu. Dia berharap pernikahan Nadia nanti berjalan lancar. Harapannya Bagas  untuk mengambil jurusan pertanian, tapi anak itu mengambil bisnis katanya ingin punya usaha sendiri.

Sebagai orang tua Halim tak ingin memaksa kehendaknya kepada putra satu-satunya itu, sedangkan Nadia sekarang sudah menjadi dokter ahli bedah itu yang dicita-citakan sejak kecil.

Pria itu beranjak dari tempat duduknya dan menyusul istrinya untuk masuk kamar, dilihatnya wanita itu sedang membereskan pakaiannya untuk dibawa besok.

"Jangan banyak-banyak, Ma," kata Halim mengingatkan sang istri.

"Mama hanya bawa oleh-oleh saja," ujar Hany

Halim hanya tersenyum melihat wajah istrinya yang kesal kepadanya, tapi dari dulu ia paling suka  saat melihat istrinya cemberut seperti itu.

"Ma, besok kalau ketemu Ririn coba tanya mau enggak dia menjadi pengasuh Sasa," ucap Halim.

"Iya, tapi jangan terlalu berharap. Mak Wati itu selalu menjaga jarak sama Mama," kata Hany

"Itu hanya perasaan Mama saja," ucap Halim

Hany hanya diam, dia tak ingin ribut dengan suaminya saat ini, tapi sebaiknya dia cerita juga besok saat bertemu ibu mertuanya apa boleh pengasuh Sasa dari kampung karena mengingat Adam saat pilih-pilih.

Dia ingat saat pengasuh Sasa membuat kesalahan Adam langsung memecatnya saat itu juga karena tidak terima wanita itu tiba-tiba memeluknya. Ia juga heran kenapa adik iparnya itu menjadi dingin semenjak bercerai dengan Fani.

Dari awal Hany tidak menyukai Fani karena pernah melihat wanita itu merayu suaminya, karena itu halim mengajaknya tinggal di desa, karena keduanya menyukai pedesaan seperti tempat tinggalnya saat ini.

"Astagfirullah!" teriak Hany

Bersambung ya, kira-kira ada apa dengan Hany?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status