แชร์

SALAH ATAU BENAR

ผู้เขียน: Putri putri
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-21 23:21:53

“Jadi kamu mantan wanita penghibur?” tanya Ica antusias.

“Ya bisa dibilang seperti itu,” jawab Hani santai.

“Udah dapet apa aja kerja begituan?”

“Uang, mobil, rumah, jalan ke luar negeri dan banyak lagi.”

Mata Ica membelalak saat mendengar semua hal yang disebutkan oleh teman barunya. Ia bahkan tak percaya gadis berwajah manis nan lugu seperti Hani pernah melakoni pekerjaan hina seperti itu.

“Kenapa berhenti? Biasanya wanita seperti itu akan berhenti saat berhasil menemukan lelaki yang bisa menerimanya dan membuatnya bahagia.”

Hani tersenyum kecut, omongan Ica memang tak sepenuhnya salah. Rata-rata temannya pensiun setelah berhasil menikah dengan lelaki kaya yang atau lelaki yang benar-benar menerimanya. Bahkan tak jarang mereka mau dijadikan istri kedua, ketiga bahkan keempat asalkan orang itu kaya dan mampu memenuhi kebutuhannya. Namun itu hanya sebagian besar, karena banyak juga yang memilih tak menikah sampai akhir hayat mereka dan Hani merasa ia akan menjadi golongan itu.

“Apa kamu pernah jatuh cinta dengan salah satu dari mereka?” Bak wartawan, Ica terus memberikan pertanyaan.

Wanita bersuara cempreng itu sepertinya begitu ingin tahu tentang masa lalu Hani. Zaman sekarang jarang sekali menemui wanita yang rela melepas uang ratusan juta dan memilih menjadi pelayan toko dengan gaji tak lebih dari lima juta.

“Pernah, enggak?” Ica mempertegas pertanyaannya.

“Pernah, tapi seharusnya cinta tak boleh tumbuh di hati kami para pendosa.”

Pikiran Hani seketika menerawang pada sosok lelaki yang pernah mencuri hatinya. Perhatiannya dan sikapnya benar-benar membuatnya melayang hingga ia mengharapkan hubungan yang lebih. Namun ia tersadar, ia hanya mencari kepuasan karena setelah itu ia tetap akan kembali pada istri dan keluarganya. Dan yang lebih menyakitkan, di lain hari lelaki itu akan mencoba hal baru yaitu memilih menjadi pelanggan temannya.

Sekarang Hani merasa hidupnya sedikit lebih baik, paling tidak ia tak harus selalu dibayang-bayangi dosa yang setiap hari ia lakukan. Biarlah semua itu menjadi kenangan pahit yang tak pernah ia lupakan selama hidupnya.

**

Rahman memandang bayi mungil yang kini tengah terpejam di bok bayinya. Wajahnya yang lucu dan pipinya yang gembul membuatnya selalu ingin menyentuhnya. Semua bagian wajahnya sama persis dengan dirinya terkecuali bibir yang selalu mengingatkan pada sesosok wanita yang telah mau merelakan bayi itu menjadi miliknya juga istrinya.

Amelia Sanjaya, sebuah nama yang ia sematkan menandakan jika bayi itu memang asli darah dagingnya. Dalam keluarga Sanjaya, pantang bagi mereka menyematkan nama besar keluarga tanpa adanya ikatan darah. Oleh karena itu, sebuah ide gila tercetus untuk menyewa rahim seorang wanita demi mempertahankan nama baik keluarga dari isu yang beredar jika keluarga Sanjaya terancam tak punya penerus yang akan berbahaya karena bisa saja kekayaan mereka menjadi bahan rebutan anggota keluarga lainnya.

“Amel udah tidur, Mas?” tanya Nara, wanita yang kini telah menyandang gelar sebagai seorang ibu.

“Baru saja. Ayo kita istirahat, malam nanti dia pasti akan begadang,” ajak Rahman pada istrinya.

Sejak lahir, jadwal tidur Amel memang belum teratur, ia sering terbangun tengah malam dan kembali tidur menjelang subuh. Hal itu cukup merepotkan bagi Rahman dan Nara karena tentu saja mereka selalu kurang tidur, namun semua itu tak pernah menjadi masalah karena mereka sendiri yang memutuskan untuk tak memakai jasa baby siter penuh waktu agar bisa menikmati perannya sebagai orang tua yang mungkin tak akan terulang kembali.

“Apa suatu saat nanti Hani akan kembali dan mengambil Amel?”

Sebuah pertanyaan yang sering kali Nara lontarkan pada Rahman saat mengingat jika anak itu bukanlah darah dagingnya. Sebagai seorang menantu keluarga Sanjaya ia tak bisa berbuat apa-apa saat mengetahui jika dirinya belum bisa melahirkan seorang anak yang bisa melengkapi kebahagiaannya. Meski begitu ia tak pernah merasa khawatir jika Rahman akan meninggalkannya karena sejatinya pernikahan mereka juga di dasari sebuah perjanjian bisnis yang membuat keluarga Sanjaya tak bisa seenaknya membuangnya agar penggabungan usaha mereka tetap berjaya.

“Jangan berpikiran macam-macam, Hani tak akan bisa melakukan itu. Kita punya surat perjanjian dan semua hal yang bisa menggagalkan usaha Hani jika ingin mengambil Amel dari kita.”

“Kamu sudah tak berhubungan lagi dengan Hani, kan?” Nara menyelidik.

“Ti-tidak, memangnya kenapa?”

“Jangan bermain-main dengan perasaan jika tak ingin hancur!” Nara memperingatkan.

Meski hubungan mereka dengan Hani hanya sebuah bisnis, namun Nara tetap takut jika suaminya juga menggunakan perasaan dalam hubungan mereka.

Sebenarnya dulu ada beberapa kandidat wanita yang mau menyewakan rahimnya, namun pilihan mereka akhirnya jatuh pada Hani karena Rahman sedikit tahu seluk belum keluarga Hani yang sudah berantakan sejak awal. Lagi pula Nara juga menilai hanya Hani yang bisa meyakinkan dirinya jika wanita itu hanya membutuhkan uang tak lebih dari itu.

“Aku sudah berhubungan dengan banyak lelaki jadi jangan takut aku menggunakan hati apa lagi perasaan karena aku semua itu tak kumiliki.”

Rahman ingat betul perkataan dan janji Hani di depan di depan dirinya dan Nara yang menunjukkan profesionalismenya dalam bekerja. Meski wanita itu mau melakukan apa saja yang diperintahnya tapi ia tak pernah mencari perhatian padanya dengan alasan apa pun. Bahkan selama menjalani kehamilan, Hani tak pernah mengeluh kecuali dia menginginkan makanan atau barang yang ingin dibelinya.

Sejak awal Rahman merasa aneh karena Hani tetap cuek saat banyak wanita diluar sana berlomba-lomba mendekatinya. Jangankan menggoda bahkan berbicara saja hanya seperlunya. Namun hal itulah yang membuatnya semakin penasaran karena sejak dulu, ia hanya tahu Hani sebagai cewek tomboy pembuat keributan di sekolah namun tak pernah dekat.

Tak jauh berbeda dengan Nara yang takut Hani akan kembali, pikiran Rahman sejak awal memang tak pernah lepas dari wanita itu. Sejak mulutnya mengucapkan kata talak untuk Hani, hatinya terus diliputi rasa bersalah karena secara tak langsung ia telah mempermainkan hati wanita itu. Rasa khawatir terus menyeruak saat mengetahui jika kini Hani memilih hidup sebagai pelayan toko ketimbang menikmati uang yang ia berikan yang katanya habis entah kemana.

Benar apa yang dikatakan Nara, sebagai lelaki normal hatinya memang sudah tertambat pada Hani. Selama satu tahun kebersamaan mereka, wanita itu telah berhasil mendapatkan ruang tersendiri di hati Rahman. Entah benar atau salah, Rahman tak bisa membohongi diri sendiri jika ia kini merasakan rindu pada wanita yang telah melahirkan anaknya. Namun tanggung jawab besar pada bisnis keluarga membuatnya sulit untuk bergerak. Salah satu langkah saja bisa membuat reputasinya terancam. Akankah ia berani mengungkapkan atau terus menahan rasa itu agar hilang dengan sendirinya?

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • DILEMA WANITA PENDOSA   KETAHUAN

    “Selamat nambah cucu, Ma,” bisik Arif tepat di telinga Bu Rohmah begitu ia sampai di rumah.“Beneran Sayang?” tanya Bu Rohmah setengah tak percaya.“Iya, Ma, dan kemungkinan kembar,” jawab Hani.“Ke-kembar?” Hani mengangguk. “Selamat ya, Sayang.” Bu Rohmah meraih tubuh Hani dan memeluknya erat.Tak ada hal yang paling membahagiakan bagi orang tua selain berita hadirnya seorang cucu. Membayangkan rumahnya akan ramai oleh tangis bayi akan memberikan energi tersendiri bagi seorang yang sudah hampir memasuki lanjut usia. Bu Rohmah sangat bersyukur karena dimasa tuanya ia tak pernah kesepian. Apalagi sebentar lagi anggota keluarganya yang akan bertambah dua orang pasti akan membuat rumahnya semakin hangat.“Jangan capek-capek ya, Sayang. Katanya hamil kembar itu tenaganya harus ekstra. Kuat-kuat ya, Sayang. Nenek udah enggak sabar kepengin ketemu kalian.” Bu Rohmah mengelus perut Hani yang masih rata.“Aku enggak pernah capek, Ma.” Hani menyunggingkan senyum. “Kalo perlu kamu enggak usa

  • DILEMA WANITA PENDOSA   ANUGRAH

    “Tidakkah kau ingat saat kita berbagi kehangatan dulu.” Rahman mengelus lembut wajah wanita yang memenuhi layar ponselnya. Terhitung lebih dari seratus pose wanita itu tersimpan rapi di folder rahasia yang ia sendiri yang dapat membukanya.“Cantik.”Lagi-lagi Rahman memuji wanita cantik yang terlihat tengah tertawa renyah dengan salah satu temannya.Seperti biasa, disela kesibukan pekerjaannya, Rahman selalu menyempatkan diri bersua dengan wanita yang kini berhasil memorak-porandakan dunianya meski hanya sebatas gambar dan dunia maya. Hanya di kantor inilah Rahman bisa bebas mengekspresikan perasaannya pada wanita itu karena setelah pulang ke rumah nanti, ia harus berubah menjadi ayah sekaligus suami yang baik untuk anak dan istrinya.Rahman mengakui jika dirinya sudah setengah gila karena terus mengharapkan Hani. Meski wanita itu hanya hadir sesaat dalam hidupnya tapi telah berhasil meninggalkan bekas yang begitu dalam hingga ia tak dapat menghapusnya.[Jangan lupa makan, Sayang.]

  • DILEMA WANITA PENDOSA   BIARKAN AKU BAHAGIA

    “Hani?”“Caca?”Hani berlari kecil menghampiri salah satu teman seperjuangan dulu. Layaknya sebuah keluarga, mereka pernah bersama merasakan suka duka menjadi seorang wanita penghibur hingga Hani memutuskan untuk mengakhiri semuanya.“Kamu apa kabar? Denger-denger kamu udah nikah sama Mas Arif, ya? Selamat, ya,” ucap anita berpakaian minim itu terus memeluk Hani.“Makasih ya, Ca. Kamu sama siapa?” Hani melepaskan pelukannya, melihat penampilan Caca kali ini ia seperti melihat dirinya di masa lalu yang juga sering berpakaian seperti itu.“Aku sama Papi, Cuma dia ketemu klien bentar jadi aku jalan-jalan dulu, deh.”Hani mengangguk, ia tahu siapa yang Caca maksud sebagai Papi yaitu sebutan seorang klien yang umurnya sudah mendekati senja namun tak ingat dosa sehingga masih bermain-main dengan seorang wanita. Sebagian besar temannya memang malas dan malu jika berhubungan dengan seorang kakek-kakek namun jika ingat uangnya mereka langsung mengesampingkan rasa itu dan mau tak mau harus mene

  • DILEMA WANITA PENDOSA   PROGRAM

    Rahman menggeliat kan bada untuk merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Berbulan mencoba, akhirnya ia bisa menemukan cara untuk sedikit melupakan Hani. Dengan banyak bekerja ia bisa sedikit mengalihkan perhatian agar bayangan wanita itu tak masuk dalam pikirannya. Hampir setiap hari Rahman kerja sejak pagi hingga larut malam selain hari minggu yang khusus ia sediakan untuk anak semata wayangnya."Cantik." Rahman tersenyum melihat foto yang terpajang di meja kerjanya.Sebuah foto anak kecil berbaju pink bunga-bunga dipadukan dengan topi lebar dan sepatu kets berwarna putih seolah tengah tersenyum padanya. Foto itu ia ambil saat mereka berdua sedang berlibur ke luar negeri beberapa minggu yang lalu.Setelah Hani dan Arif melaksanakan syukuran bersama gengnya. Rahman memboyong keluarganya untuk berlibur ke luar negeri untuk sedikit menenangkan pikiran. Memang selama satu minggu di negeri tetangga, ia merasa sedikit tenang, namun setelah kembali r

  • DILEMA WANITA PENDOSA   KEBENARAN

    Sudah seharian Hani mendiamkan suaminya. Sejak Arif pulang kemarin sore, ia terus berusaha menghindar agar tak terlalu sering berinteraksi dengannya. Meski ia tetap melakukan tugasnya sebagai istri, namun sebisa mungkin ia bersikap dingin berharap lelaki itu tahu jika ia sedang dalam masalah.“Kamu sakit?” tanya Arif yang sudah mulai merasa berbeda dengan sikap istrinya.“Enggak,” jawab Hani singkat.“Perasaan dari kemarin diam aja. Kamu pengen sesuatu? Mau jalan-jalan atau makan di luar?” “Enggak.”“Terus? Uang belanja kurang?”Hani menggeleng.“Terus kenapa? Bilang dong! Aku bukan dukun. Aku salah apa?” Arif menarik tangan Hani yang hendak beranjak, ia paling sebal menghadapi wanita yang sedang dalam mode senyap seperti ini.“Kalo aku bilang, kamu mau jujur?” lirih Hani.“Iya, Sayang.”Hani melepaskan tangannya, ia berjalan menuju laci nakas tempat ia menyimpan nota yang ia temukan

  • DILEMA WANITA PENDOSA   KARMA

    “Kayaknya kita harus sering curi-curi waktu buat berduaan kayak gini,” ucap Arif saat bersiap untuk pulang.“Tapi tak perlu di hotel seperti ini. Aku serasa kembali ke masa lalu jadinya.”Arif terkekeh. Hani benar, dengan berada di sebuah hotel bersama, ia merasa sedang mengenang masa lalu yang begitu kelam. Namun kini, ia berjanji tak akan kembali ke masa itu dan akan mulai fokus menata masa depan dengan wanita yang kini telah berhasil ia perjuangkan.Sejauh ini, Arif tak pernah mengira akan sampai di sebuah titik di mana ia mau berkomitmen secara resmi dengan seorang wanita karena sebelumnya ia lebih memilih bebas dan tak mau terikat. Namun pada kenyataannya takdir telah mengubah semuanya. Dengan hadirnya Hani dalam hidupnya, membuat ia sadar jika seseorang lelaki juga butuh seseorang untuk bersandar. Tak hanya untuk dirinya tapi untuk anak semata wayangnya. Dan pilihan itu jatuh kepada Hani.“Terima kasih, Sayang.”Arif mengecup pipi

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status