Home / Romansa / DILEMA WANITA PENDOSA / JODOH SANG PENDOSA

Share

JODOH SANG PENDOSA

Author: Putri putri
last update Last Updated: 2025-06-21 23:20:53

“Selamat bekerja, semoga betah, ya!”

Hani tersenyum menyambut pelukan seorang wanita berambut pirang yang baru saja membatunya untuk agar bisa bekerja di sebuah toko roti langganannya. Wanita itu adalah salah satu seniornya di lokalisasi yang kini telah berhasil keluar dan berhasil membangun sebuah keluarga yang bahagia.

Kini giliran Hani yang sedang berjuang. Meski sedikit terlambat, tapi ia tetap bersyukur Tuhan memberinya kesempatan dan membuka matanya meski dengan cara yang sangat menyakitkan.

Tak ingin mengecewakan, Hani berusaha bekerja sungguh-sungguh meski ia tahu gaji yang dapatkan hanya cukup untuk makan dan membayar kontrakan rumah. Berbeda dengan pekerjaannya dulu yang dalam sekali bayaran bisa untuk membeli sebuah sepeda motor.

“Bekerja keraslah, Hani! Perut kamu butuh makan,” batinnya.

Awal merantau ke kota, Hani juga bekerja menjadi pelayan cafe. Dari situlah awal mula ia mengenal dunia hitam yang sempat mengubah hidupnya. Ia yang saat itu sangat membutuhkan uang untuk menebus sertifkat rumah yang digadaikan ayahnya, tergiur dengan bayaran yang di dapatkan teman kerjanya yang lebih dulu berprofesi sebagai wanita panggilan. Hingga suatu saat ia berhasil mencoba dan mendapatkan bayaran fantastis dari seorang lelaki yang pertama memakai jasanya.

Tangan Hani begitu gemetar saat melihat ratusan lembar uang merah yang baru saja ia terima. Seumur-umur ia tak pernah bermimpi memegang uang sebanyak itu bahkan memilikinya. Mulai saat itu Hani memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai pelayan dan menekuni dunia yang bisa membantunya membayar hutang lebih dari seratus juta hanya dengan tiga bulan bekerja.

Tapi saat ini semua itu hanya kenangan, Hani memutuskan untuk kembali ke tempat asalnya yaitu sebagai pelayan toko, sebuah pekerjaan yang pas bagi wanita yang tak pernah mengenyam pendidikan sekolah lanjutan.

“Hani, sedang apa kamu di sini?”

Hani terperanjat melihat lelaki yang sebenarnya tak ingin ia temui selamanya.

“Selamat datang, Pak, ada yang bisa saya bantu?” Hani berusaha profesional sebagai pekerja.

“Jawab, Hani! Atau aku akan membuat keributan di sini,” ancam Rahman yang kebetulan mampir untuk mengambil pesanan Nara.

“Saya kerja, Pak!”

“Kerja? Untuk apa? Bukankah uang kamu ...”

Rahman begitu tak mengerti dengan keadaan wanita yang tak lain adalah mantan istri kontraknya. Ia tak habis pikir apakah uang yang ia berikan pada Hani sudah habis sampai ia rela bekerja sebagai pelayan padahal nominalnya lebih dari cukup untuk menganggur selama beberapa tahun.

“Jangan tanyakan itu, semuanya sudah habis.”

“Sebenarnya berapa banyak kebutuhanmu? Apa hutang bapakmu sebanyak itu?”

“Tolong berhenti mengurusi hidupku, kerja sama kita sudah selesai. Biarkan aku hidup dengan caraku.”

“Tidak, datanglah ke apartemen tempat tinggalmu dulu, aku tunggu di sana. Bagaimanapun juga aku berhutang budi padamu, dan akan aku harus memastikan kamu baik-baik saja.”

“Terserah! Tak perlu menunggu karena aku tak akan pernah datang.”

Hani memilih pergi saat sepasang mata memperhatikan obrolan mereka. Ia tak mau nantinya ditegur karena terlalu banyak berbicara tak penting dengan seorang pelanggan.

“Kenal Pak Rahman?” tanya teman wanita yang baru dikenalnya.

“Kenal,” jawab Hani singkat.

“Kelihatannya akrab banget.”

“Memang, dia mantan pelangganku.”

“Pe-pelanggan?” ujar wanita bernama Ica itu tergagap.

Hani tak mau ambil pusing, daripada menutupi lebih baik ia berkata sebenarnya jika dirinya memang mantan wanita malam yang sedang berusaha bertobat. Hal itu ia lakukan agar temannya bisa memilih untuk tetap dekat atau menjauhinya. Hani tak mau orang-orang yang dekat dengannya dipandang sama buruknya dengan dirinya.

Tepat jam empat sore, Hani keluar dari tempat kerja dan memutuskan untuk langsung pulang ke rumah kontrakan yang berada tak jauh dari toko tempat kerjanya. Baru saja beberapa langkah meninggalkan toko, Hani dikejutkan oleh anak yang tiba-tiba menghadangnya.

“Mama ...!”

Hani mengembuskan nafas kasar saat melihat Danish yang kini tengah memandangnya sambil tersenyum memperlihatkan gigi-giginya yang sudah hitam sebagian.

“Aku bukan mamamu,” jawab Hani ketus.

Tak disangka anak laki-laki bertopi biru yang tadinya tersenyum manis tiba-tiba berubah datar dan langsung menunduk. Dari jarak yang cukup dekat Hani bisa melihat dada Danish naik turun serta beberapa kali mengambil nafas panjang yang artinya anak itu sedang menahan tangis.

Merasa bersalah, Hani memutuskan mendekat dan meraih anak itu ke dalam pelukannya. Meski sebal, tapi ia tetaplah seorang wanita yang mempunyai naluri sebagai ibu. Mungkin Danish belum tahu jika ia tak bisa seenaknya menganggap wanita asing sebagai mamanya.

Hani memandang tajam lelaki yang kini berdiri tak jauh dari dirinya. Sebagai seorang ayah, seharusnya Arif bisa menasihati anaknya agar tak selalu dekat dengan dirinya. Sejak pertemuan pertama, terhitung sudah lebih dari tiga kali anak dan ayah itu menghadang Hani di jalan.

Demi menebus rasa bersalahnya, kini Hani telah duduk sebuah kedai es krim untuk menemani Denish dan tentu saja dengan ayah dari anak itu juga.

“Memangnya mama Danish dimana?” tanya Hani setengah berbisik.

“Meninggal tiga bulan yang lalu,” jawab Arif santai.

Hani merasa sejak pertama bertemu raut wajah Danish berbeda dengan anak pada umumnya, rupanya ia tengah merasakan kepedihan karena kehilangan wanita yang telah melahirkannya. Pasti istri Arif mati muda karena memikirkan suami yang suka jajan diluar dan selalu membawa wanita lain saat dinas di luar kota karena ia sendiri sudah dua kali diajaknya. Benar-benar kasihan anak itu memiliki ayah bejat seperti Arif.

“Pokoknya aku enggak mau tahu, kamu harus beri dia pengertian kalo aku bukan mamanya. Aku enggak mau Danish terlalu berharap dan membuatnya sakit untuk kedua kalinya,” tegas Hani.

“Aku enggak bisa, dia sudah lima kali keluar masuk rumah sakit karena terus memikirkan mamanya dan saat dia sudah menemukan wanita yang dianggapnya sebagai mama, aku juga tak akan melepaskannya. Untung saja itu kamu!”

“Aku enggak mau, titik!”

“Aku kasih apa punya kamu minta, asal bukan nyawaku.”

“Sori, ya, aku udah pensiun. Aku sedang berubah jadi wanita baik-baik, jadi kamu jangan mengacaukan rencanaku!” Hani memperingatkan.

Ia tersenyum saat Danish tiba-tiba menyodorkan satu sendok es krim ke arahnya yang dengan cepat ia terima. Rupanya Danish tahu jika hatinya sedang panas sehingga anak itu berinisiatif untuk mendinginkannya.

“Pantas saja aku enggak pernah bisa hubungi kamu. Kamu juga enggak ada di daftar cewek yang ditawarkan mami.”

“Dasar lelaki buaya, jangan-jangan istrimu meninggal belum empat puluh hari kamu udah nyari pelampiasan,” tebak Hani.

“Itu tahu.”

Dasar garangan tak punya hati. Hani yakin mendiang istri Arif adalah wanita sholehah yang begitu mencintai suaminya hingga rela menahan rasa sakit hingga Tuhan memutuskan mengambilnya karena tak mau ia terus menjadi korban dari semua keburukan yang suaminya lakukan.

“Tolong pikirkanlah penawaranku, jika tak langsung menikah, paling tidak kita bisa bersandiwara sebagai suami istri di depan Danish dan akan aku anggap kamu sedang bekerja padaku sebagai seorang pengasuh dan aku akan menggajimu sepuluh kali lipat dari gajimu bekerja di toko itu.” Arif memohon.

“Maaf, aku tak bisa. Aku tak mau lagi hidup dalam sandiwara.”

“Kalo begitu kita menikah secara nyata, bukankah pendosa akan berjodoh dengan pendosa?”

Jika benar Tuhan menyiapkan jodoh dari kalangan yang sama, apakah begini caraNya mempertemukan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DILEMA WANITA PENDOSA   TAK PANTAS

    “Lakukan semua yang terbaik, dok, kalo perlu kita bawa ke luar negeri,” tegas Rahman pada seorang dokter yang baru saja memeriksa Amel.“Tak perlu, pak, anak bapak hanya demam dan sekarang sudah berangsur turun.”Rahman mengangguk, namun pikirannya tetap tak tenang melihat bayi yang baru mulai belajar merangkak itu terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Ia takut terjadi apa-apa dengan anaknya yang mungkin akan menjadi yang pertama dan satu-satunya anak yang memanggil dirinya dengan sebutan ayah.Tak hanya Rahman, Nara pun merasakan hal yang sama. Ia begitu panik saat tahu jika Amel demam dan beberapa kali muntah. Ia bahkan tak bisa berpikir apa-apa lagi saat melihat bayi itu terus menjerit seperti menahan sakit. Meski bukan ibu kandungnya, tapi Nara tetap berusaha menyayangi Amel sepenuh hati. Bagaimanapun juga anak itu telah menyelamatkan pernikahan serta harga dirinya sebagai seorang menantu keluarga Sanjaya. Sebenarnya ia bisa saja mengadopsi bayi lainnya tanpa proses sewa rahim,

  • DILEMA WANITA PENDOSA   PENYESALAN

    “Selamat jalan, Hani, semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi. Jangan lupa hubungi aku kalo nanti kamu sudah punya ponsel.”Ica melepas kepergian Hani dengan derai air mata. Meski baru kenal sebentar tapi Hani telah memberinya banyak pelajaran hidup dan bantuan yang sangat bermanfaat untuk keluarganya. Mengetahui wanita itu akan segera pindah, Ica sengaja mampir untuk sekedar mengucapkan selamat jalan dan berterima kasih.“Salah buat keluarga kamu, ya. Tetap semangat, oke! Yakinlah semua akan indah pada waktunya.” Hani memeluk Ica sekilas kemudian berjalan menyeret kopernya.Di tepi jalan, Arif sudah berdiri di samping mobilnya menyambut Hani yang berjalan semakin mendekat. Ia benar-benar sangat bahagia karena akhirnya Hani memutuskan untuk mau berpura-pura menjadi mama Danish juga tinggal bersamanya meski hanya sebagai pengasuh.“Siap?” tanya Arif setelah duduk dibalik kemudi sembari memandang wajah Hani yang kini duduk di sebelahnya.

  • DILEMA WANITA PENDOSA   BERTEMU

    Hani berjalan pelan melewati lorong rumah sakit yang penuh orang berlalu-lalang. Dia jan besuk seperti sekarang ini biasanya area rumah sakit cenderung ramai karena banyak orang yang datang untuk menjenguk sanak saudaranya. Setelah berpikir semalaman, Hani memutuskan untuk memenuhi permintaan Arif menemui Danish demi kesembuhan anak tersebut. Arif memang tak pernah memaksa hanya saja ia akan merasa berdosa jika sampai keadaan Danish terus memburuk bahkan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.Setelah menanyakan pada resepsionis perihal kamar yang ditempati Danish, kini Hani melangkah pasti menuju area beberapa ruang perawatan VVIP yang harga per malamnya setara dengan setengah gajinya kerja di toko tempat kerjanya kemarin.Hani berdiri sejenak di depan pintu setelah menemukan ruangan yang ia cari. Keraguan mendadak datang saat tangannya terulur hendak mengetuk pintu. Ia takut kehadirannya di sini akan membawa masalah baru dalam hidupnya yang kini sudah sangat rumit. Belum juga

  • DILEMA WANITA PENDOSA   BIMBANG

    “Hani, kamu kerja di sini?”“Kenapa enggak balik aja sih, Han?”“Jangan sok suci, deh!”Hani sudah mulai terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan mengejutkan dari beberapa teman lamanya yang tak sengaja melihat pekerjaan barunya. Semenjak bertemu Mami Can tempo hari, banyak teman-temannya yang penasaran dengan perubahan hidup Hani. Ada yang datang untuk bertemu dan da beberapa yang sengaja datang hanya untuk melihat atau menunjukkan rasa peduli dengan menawarkan bantuan. “Cantik sih, tapi murahan.”Kasak-kusuk mulai terdengar dari teman kerja yang kini mulai tahu jika Hani adalah mantan wanita malam. Wanita berpakaian minim yang akhir-akhir ini sering datang cukup menunjukkan jati diri Hani yang sebenarnya. Belum lagi masalah Rahman dan Arif yang beberapa kali berusaha menemuinya dijadikan bahan gosip terhangat yang hampir di bahas setiap jam istirahat atau pulang.“Apa rumor yang beredar itu benar?” tanya seorang lelaki berusia cukup muda yang kini duduk tepat di hadapan Hani.“Ya, be

  • DILEMA WANITA PENDOSA   MAMA

    Hari-hari Hani berjalan seperti biasa, berangkat kerja di pagi hari, bekerja sepanjang siang dan pulang menjelang petang sangat berbeda dengan pekerjaannya sebelumnya. Namun ada hal yang paling ia suka sekarang yaitu setiap hari bisa tidur dengan puas sepanjang malam. Ditempat kerja Hani juga merasa senang karena bisa bertemu banyak orang dengan berbagai karakter. Terkadang ada seseorang pembeli yang baik dan ramah hingga tak mau menerima uang kembalian atau malah bertemu tante-tante judes yang selalu memarahinya dan hal itu cukup membuat hidupnya sedikit berwarna. Semua itu sangat berbeda dengan pekerjaannya dulu yang setiap hari bertemu orang-orang sok manis namun mempunyai tujuan terselubung.“Yakin enggak mau balik? Om Hari sering nanyain kamu.”Hani mengingat perkataan Mami Can-mantan bosnya dua hari yang lalu saat mereka tak sengaja bertemu di toko. Meski Hani memilih merantau di berbeda kota, namun dunia ini terlalu sempit untuk menghindari orang-orang dari masa lalunya. Nyata

  • DILEMA WANITA PENDOSA   SALAH ATAU BENAR

    “Jadi kamu mantan wanita penghibur?” tanya Ica antusias.“Ya bisa dibilang seperti itu,” jawab Hani santai.“Udah dapet apa aja kerja begituan?”“Uang, mobil, rumah, jalan ke luar negeri dan banyak lagi.”Mata Ica membelalak saat mendengar semua hal yang disebutkan oleh teman barunya. Ia bahkan tak percaya gadis berwajah manis nan lugu seperti Hani pernah melakoni pekerjaan hina seperti itu.“Kenapa berhenti? Biasanya wanita seperti itu akan berhenti saat berhasil menemukan lelaki yang bisa menerimanya dan membuatnya bahagia.”Hani tersenyum kecut, omongan Ica memang tak sepenuhnya salah. Rata-rata temannya pensiun setelah berhasil menikah dengan lelaki kaya yang atau lelaki yang benar-benar menerimanya. Bahkan tak jarang mereka mau dijadikan istri kedua, ketiga bahkan keempat asalkan orang itu kaya dan mampu memenuhi kebutuhannya. Namun itu hanya sebagian besar, karena banyak juga yang memilih tak menikah sampai akhir hayat mereka dan Hani merasa ia akan menjadi golongan itu.“Apa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status