BAB 29
Mas Ashraf menggendong tubuhku dan dibawanya ke kamar. Dia menerobos kerumunan Teh Selvi dan kedua kakak sepupuku tanpa basa-basi. Rupanya dia cukup kesal melihat mereka hanya menonton ketikaku terjatuh.
Dia membaringkanku perlahan. Setelah melihatku terbaring dengan nyaman, Mas Ashraf merogoh sakunya dan mengambol gawai. Dia terburu-buru menghubungi seseorang.
“Farrel! Tolong urus ketiga tikus yang hampir menyakiti istri saya … terserah kamu … buat mereka menyesal!” Kemudian dia mematikan teleponnya.
Mas Ashraf membaringkan tubuhnya pada tepi ranjang sambil memelukku.
“Mas, aku gak apa-apa! Kamu jangan berlebihan gitu!” Aku mendorongnya. Tidak enak juga ketika para tetangga sedang heboh menyambut kedatangan kami. Aku malah berdua-duaan di kamar seperti ini.
Dia masih terdiam ketika kudengar dari ruang tengah suara Farrel memanggil Teh Selvi dan yang lainnya.
BAB 30Mereka terlihat begitu akrab. Apakah wanita itu yang disebutnya sepupunya---Amanda? Tapi kenapa Mas Ashraf mengirimnya padaku? Aku segera memijit tombol telepon berwarna hijau dan menunggu nada tersambung padanya. Aku butuh klarifikasi secepatnya sebelum hatiku meledak karena cemburu.“Hallo … Sayang!” Suara bariton itu menyapaku dengan khas.“Mas, udah sampai?” Aku berbasa-basi.“Iya ini lagi sama Manda! Kenapa, Sayang?”“Mas, langsung pulang ke sini ‘kan?”“Hmmm … besok ya? Ini Manda minta di anter belanja pakaian dulu katanya, gak punya setelan buat melamar kerja! Lusa dia interview!”Aku mematikan teleponnya sepihak. Kenapa aku menjadi kesal seperti ini ya? Memang Mas Ashraf mengantar seorang wanita, tapi dia adalah Saudara sepupunya sendiri.Aku menyimpan telepon di atas meja kecil. Kulihat benda pipih itu
BAB 31“Iya, sedikit! Karenanya aku datang mencoba mendapat info dan kebenaran! Apakah betul yang Ibu Kang Hafiz sampaikan?” tanyaku tanpa berani memandangnya lama.“Tentang yang mana?” tanyanya sambil melirik ke arahku.“Karir dan cita-cita Kang Hafiz!” sambungku.Dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Matanya terpejam sebentar seolah sedang mengumpulkan sebuah kekuatan atau mungkin sedang merangkai cerita yang akan di sampaikan.“Ta … maafin aku waktu itu! Sebetulnya aku hanya sedang berlindung dari ketakutan yang luar biasa! Mendengar kabar pernikahanmu membuat otakku seakan tidak bisa berpikir apa-apa!” ucapnya menjeda.“Dulu aku hanya punya dua tujuan kenapa begitu bersemangat berkuliah dan rela meninggalkanmu sendirian di kampung ini! Tahukah tujuanku apa, Ta?” tanyanya. Dia masih terlihat seperti orang waras dan baik-baik saja. Ak
BAB 32Aku baru berbicara pada Farrel ketika hampir tiga perempat perjalanan kami lewati. Tiba-tiba aku teringat tentang permintaan Kakek untuk cucu-cucu kesayangannya. Apa betul yang dikatakan Kakek tentang mutasi jabatan itu?Aku masih menyandarkan tubuhku pada kursi belakang. Aku melirik Farrel yang tengah sibuk memegang setir sambil sesekali bersenandung.“Farrel, kamu apakan ketiga saudara sepupuku?” Aku menelisik. Farrel terdiam sesaat kemudian menjawab.“Hanya memberinya sedikit pelajaran!” ucap Farrel kemudian.“Tapi 'kan suami Teh Rema dan Teh Rena gak salah?”“Justru mereka yang paling salah!” Farrel beropini.“Kenapa bisa gitu?” tanyaku meminta penjelasan.“Mereka itu lelaki yang harus memimpin … jangankan memimpin sebuah Departemen … memimpin keluarga dan mendidik istri-istri mereka saja tidak becus!”
BAB 33Semenjak kehadirannya, banyak hal yang berubah dalam rumah ini. Memang Amanda sangat pandai mengambil hati Ibu Mertuaku. Dia akan selalu menunjukkan perhatian yang berlebihan padaku setiap ada suami dan Ibu Mertuaku. Seperti pada hari ini.Kami tengah duduk bersama di ruang tengah. Aku duduk di karpet dan bersandar di sofa sementara Ibu Mertuaku sedang duduk sambil memakan camilan sehatnya. Entah makanan apa yang dibuatkan Ami untuknya. Namun dia terlihat sangat khusuk.Aku berselonjor melemaskan otot kaki. Mas Ashraf tengah tertidur dalam pangkuanku sambil mengajak bicara calon bayi kami yang usianya masih kurang dari tiga bulan. Meskipun pada trimester awal kehamilanku tidak ada hal yang istimewa seperti ngidam yang aneh-aneh, tapi aku memang menjadi cepat merasa lelah.Pada saat seperti itulah, Amanda akan datang dan mencoba menarik simpatik Ibu Mertuaku dan Mas Ashraf. Gadis itu dengan gaya casualnya berleng
BAB 34Kedua orang itu berdiri di pojokan salah satu foodcourt yang berjejer pada salah satu sisi mall. Berseberangan dengan jejeran butik dan distro tempatku menyelinap mengunttit mereka. Tampak Amanda menengok ke sekitar sebelum menyerahkan uang itu. Aku pun memastikan diriku terlindung oleh pakaian yang di pajang dalam bilik kaca salah satu distro. Harusnya posisi ini sangat aman dan tidak terlihat olehnya.“Mbak, jadi mau ambil yang mana?” Seorang petugas distro menghampiriku. Mungkin dia mengira aku tengah kebingungan milih karena hanya berdiam di antara pakaian branded yang di pajang.Beruntung adegan itu sudah selesai. Aku segera memasukan gawaiku kembali ke dalam tas. Aku menoleh dan tersenyum ramah pada gadis penjaga distro.“Gak jadi, Mbak! Tadi saya habis WA dulu suami saya, katanya sudah beli!” Aku berpura-pura agar dia tidak merasa aneh dan curiga.“Baik, Mbak gak apa-a
BAB 35“Heyyy! Kalian apa-apaan?” Suara Amanda dari lantai atas bergema. Wanita itu terlihat sudah cantik dengan balutan gamis yang tadi kami beli bersama. Senyumnya merekah, kulihat sudut matanya memicing ke arah suamiku.Ketiga yang sedang bersimpuh itu hanya berani menoleh pada asal suara. Tampak wajah mereka memucat dan tetap dengan posisi mereka.“Siapa yang mengundang mereka?” Suara Mas Ashraf masih terdengar geram.“Mas, itu teman-teman Manda! Kenapa digituin?” ucapnya sambil menuruni anak tangga. Bibirnya mengerucut.“Ajari mereka sopan santun dan bagaimana memperlakukan orang yang lebih tua! Atau tidak usah ikut acara ini!” Mas Ashraf melewati Amanda begitu saja.“Bu, ayo!” Aku mengajak Ibu ke kamarnya.Ketiga wanita itu masih bersimpuh. Kini mereka saling melempar pandangan.Amanda sudah menyelesaikan langkah
BAB 36“Mas! Tungguin Manda!”Bukankah Mas Ashraf berjanji tidak akan mengajaknya. Aku menatap lelaki yang tengah berdiri di dekat pintu mobil itu.“Manda … maaf Mas lupa memberitahu, flight ticket kamu gak dapet … Farrel infonya terlambat!” Kudengar Mas Ashraf dengan yakin mengabarkan itu.“Apa? Mas becanda 'kan?” Senyum Amandaa yang sudah mengembang seketika meredup. Wajahnya terlihat cemberut.“Nanti tinggal minta Farrel saja buat belikan lagi! Ada juga team yang bernama tour guide, Manda!” Kulihat Mas Ashraf membujuk wanita itu.“Memang gak bisa beli sekarang? Manda udah siap-siap tau … tadi malem Farrel masih bilang bisa beli ticket!” ucapnya dengan wajah sudah tidak enak dipandang,“Maaf, waktu udah siang … Mas pergi dulu, ya! Bye semuanya!” Suamiku melambaikan tangannya ke arah kam
BAB 37 – POV AmandaHari itu adalah hari yang kutunggu-tunggu, bisa bertemu dengan seseorang yang sangat kusukai. Dia adalah kakak sepupuku---Ashraf Adireja Putra.Intensitas bertemu yang rutin membuatku tidak sadar jika sudah terlalu jauh tenggelam dalam pesonanya. Aku menyukainya bukan seperti adik menyukai kakaknya. Dia bagiku adalah sosok idaman yang kuharap bisa meredam semua gejolak dalam hati.Aku sudah mendengar jika dia putus dari Elisa---wanita yang teramat dia cintai sehingga dia tidak pernah memandangku dulu. Namun pada saat itu kuliahku belum selesai. Orang tuaku meminta agar aku menyelesaikan studyku dulu.Selama itu pula aku memantau pemberitaan selebritis tanah air. Mencari-cari info terkini tapi semuanya membuat harapanku tumbuh subur.Hingga kabar yang membuat hatiku hancur lebur kuterima. Kabar pernikahannya dengan seorang wanita dari kalangan biasa. Pada waktu itu aku tidak tahu siapa wanita itu? Akses