Share

BAB 6

Author: Evie Yuzuma
last update Last Updated: 2021-08-25 18:10:47

BAB 6

[Assalamu’alaikum, Ta! Kamu belum jawab pertanyaanku yang tadi, kenapa tidak menungguku?]

[Siapa ini?]

[Orang yang bertemu di halaman depan denganmu, kenapa kamu malah menikah dengan orang lain dan tidak menungguku?]

Aku tertegun. Entah harus menjawab apa. Kenapa dia harus datang kembali di saat seperti ini?

Aku membiarkan dan tidak membalas pesannya. Semakin tidak nyaman berlama-lama di sini. Aku harus segera kembali ke kota.

Segera kucuci semua gelas kotor yang sudah kukumpulkan. Piring-piring bekas, panci dan wajan bekas memasak tadi kucuci semua. Ibu dan Wa’ Imah juga tengah sibuk berbenah. Menjelang maghrib semua pekerjaan ini sudah selsai. Rumah kakek sudah bersih kembali.

Aku bergegas menunaikan ibadah sholat maghrib. Bersujud dan meminta petunjuk atas kehidupan masa depanku kelak.

Dalam untaian doa selalu kusisipkan dua nama yang selalu menjadi sumber kekuatanku. Nama Bapak dan ibu.

“Ya Allah … aku tidak pernah mengeluh dan menyalahkan keadaan terlahir dari keluarga miskin dan serba kekurangan … aku dengan sabar menerima semua takdir dan garisan nasib yang telah Engkau gariskan … aku tidak pernah mengeluh Ketika tidak bisa mengenyam Pendidikan tinggi dan kerja di kantoran seperti saudara-saudaraku yang lain … aku selalu mencoba ikhlas menerima semua ini Ya Allah … tapi kumohon Ya Allah … berikan jalan untukku memuliakan kedua orang tuaku, meninggikan derajatnya, membuatnya dihargai, dihormati dan dimuliakan … Aku sudah tidak kuat melihat kedua orang yang kusayangi direndahkan bahkan oleh keluarga sendiri hanya karena kami paling miskin di antara mereka … berikan padaku jalan untuk membungkam semua mulut yang selalu penuh hinaan, cibiran, cemoohan itu dengan kebahagiaan dan kesuksesanku di masa depan … Aku yakin dan percaya, Engkau Maha mengabulkan do’a … Kabulkanlah doaku Ya Allah!”

Aku berzikir dengan khusyuk. Menghabiskan Sebagian waktuku untuk berduaan dengan Sang Pemilik Kehidupan. Perasaan tenang mengalir begitu saja. Setiap kali aku bersujud di atas sajadah ini selalu ada satu kedamaian yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun.

Aku menjadi memiliki kekuatan berkali lipat untuk menghadapi kehidupan. Setelah selesai zikir dan doa, aku mengambil ponselku di mana ada Al-qur’an digital di sana. Namun baru saja aku mengucapkanbasmallah. Terdengar suara keributan di ruang teras rumah.

“Warman! Kamu tau ‘kan mobil Teteh itu mahal? Kenapa sampai banyak baretan kayak gini?!” teriaknya yang membuatku akhirnya berhenti pada ayat kedua.

Aku melipat mukena dan menyimpannya di atas lemari. Segera kuberlari ke teras menghampiri suara keributan yang menjadi.

“Maaf, Teh … tadi waktu saya cuci itu masih belum ada goresan-goresan seperti itu! Sumpah, Teh!” Kulihat wajah bapak pias karena mengetahui mobil mahal kakaknya tergores.

Tanpa kukira Wa’ Ikah melemparkan sapu ijuk yang tergantung di dekat sana. Dia lempar ke muka bapak.

“Nih, Warman! Teteh gak mau tau … mobil mahal Teteh harus mulus seperti sedia kala! Terserah kamu mau nyari uang ke mana? Kalau perlu jual saja gubuk reyot kamu itu, mungkin cukup jika kamu jual juga dengan tanahnya!” ucap Wa’ Ikah begitu tajam.

“Bukan saya yang buat, Teh! Tadi semua masih bagus! Dari mana atuh Teh, jangan buat ganti benerin mobil! Buat makan saja saya masih numpang sama Sinta!” lirih bapak.

“Oh, jadi mau coba lari dari tanggung jawab! Kalau kamu memang mau dimaafkan Kamu sujud di kaki teteh minta maaf! Kalau memang harga diri kamu jauh lebih rendah dari harga perbaikan mobil yang hanya sepuluh jutaan!” ucapnya sambil duduk menyilang kaki.

Kulihat bapak mengusap sudut matanya. Dia beringsut menghampiri Wa’ Ikah dan hendak bersimpuh. Ya Tuhaaan! Hatiku sakit sekali melihat bapak menangis. Aku sudah tidak tahan dan langsung datang menghambur memeluk bapak.

“Bapak! Berdiri Pak! Jangan rendahkan harga diri Bapak di hadapan mereka!” Aku menopang tubuh Bapak agar berdiri tegak kembali.

“Eh, si Babu ikut-ikutan! Memangnya kamu punya uang buat ganti kerusakan mobilnya?” Kali ini Teh Selvi turut campur dan berteriak mentapku.

“Ta, biar Bapak meminta ampunan saja sama Uwa’ mu. Dari mana Bapak bisa dapetin uang sebesar itu? Jual tanah dan rumah kita, nanti di mana kita tinggal?”

“Sinta yang akan bayar, Pak! Uang segitu tidak sebanding dengan harga diri Bapak!” Akhirnya aku tidak lagi peduli dengan apapun yang akan terjadi nanti. Yang terpenting saat ini aku harus menyelamatkan harga diri Bapak.

“Eh, Babu! Emang kamu punya duit? Ini sepuluh juta … bukan sepuluh ribu! Jangan ngimpi kamu!” teriak Teh Selvi lagi. Aku mangabaikan teriakannya. Aku melirik ke arah Wa Ikah.

“Wa’ mana nomor rekeningnya? Sinta gak bawa uang cash! Sinta  transfer aja sekarang!” ucapku sambil menatap wajah sombong mereka.

“Cih! Sok pahlawan! … Nih saya kirimkan kalau emang beneran punya duit!” Kini Teh Selvi yang menyalak. Dia mengambil ponselnya dan mengirim nomor rekening ke nomorku.

Aku bergegas ke dalam setelah mendudukan bapak! Mengambil ponsel yang tadi aku letakkan di dekat mukena.

Baru saja aku hendak keluar. Ibu menatapku cemas.

“Ta? Kamu memang punya uang sebanyak itu?” tanya ibu.

“Ibu tenang saja! Sinta punya banyak, bahkan lebih dari ini!” jawabku sambil membetulkan kerudung dan berlalu menuju teras. Semua orang sedang duduk menungguku.

Mereka menatapku tajam Ketika aku mendaratkan pantat di kursi sebelah bapak. Segera kubuka aplikasi internet banking. Rekening yang khusus suamiku buatkan untuk transfer uang bulanan. Ini pertama kali kupakai, karena sebelumnya aku terbiasa hidup dalam kesederhanaan. Terlebih di rumah besar itu semua kebutuhan tercukupi dengan baik.

“Wa’ Sinta akan transfer sepuluh juta rupiah! Tapi jika nanti tidak terbukti jika Bapak yang membuat kerusakan mobil Wa Ikah! Sinta akan menuntut balik!” ucapku dengan pandangan mata tajam. Harga diriku benar-benar terluka karena perbuatan mereka.

Tring

Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel Wa’ Ikah. Aku menunjukkan di depan semua yang hadir di sana bukti transfer uang sepuluh juta rupiah. Semua mata memandang dengan mulut menganga tidak percaya. Mungkin mereka bertanya-tanya, dari mana si babu yang mereka hina ini dengan mudah mendapatkan uang sebanyak itu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
irwin rogate
penghinaan terus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DINIKAHI KONGLOMERAT   Bab 127_SDK2_38

    Pov Author Selamat Membaca! Maafkan kalau kurang maksimal. Masih oleng Mak Othornya 😁 Rumah Madina dan Alka sudah ramai sejak pagi. Beberapa tetangga turut rewang karena untuk pertama kalinya Madina dan Alka akan menyelenggarakan acara empat bulanan kehamilan untuk cucu pertamanya. Awalnya Nyonya Sinta bersikeras agar semua perayaan dilaksanakan di rumahnya. Namun Madina menolak, karena ingin terlibat langsung dalam syukuran calon cucu pertamanya itu. Meskipun demikian, Tuan Ashraf tidak kalah antusias dalam menyambut kehadiran cucu-cucunya. Lelaki yang masih terlihat jelas garis ketampanannya itu tidak mau tinggal diam. Sejak pagi, semua orang dibuat berdecak kagum dengan kiriman beragam makanan dengan kualitas premium ke kediaman besannya. Beragam makanan itu untuk

  • DINIKAHI KONGLOMERAT   Bab 126_SDK32_37

    Pov Author Selamat Membaca! Alma menelan saliva. Benar-benar gugup dan takut. Khawatir jika dirinya memang belum hamil. Tidak kuasa melihat wajah Arya kecewa nanti. “Bismillah, semoga Engkau memudahkan segalanya,” batinnya. Arya menuju ke bagian pendaftaran. Beberapa pasang mata tampak mencuri-curi pandang pada lelaki yang menggamit jemarinya itu. Tampak mereka mengusap perutnya, mungkin berharap memiliki anak rupawan seperti lelaki gagah yang membersamai Alma. Usai daftar. Mereka duduk berjejeran dengan beberapa wanita hamil. Namanya juga poli kandungan, isinya kebanyakan wanita-wanita hamil pastinya. Tampak mereka bersama masing-masing pasangan. Hanya ada satu orang yang tampak sendirian, hamilnya sudah kentara mungkin sudah tujuh bulanan. “Hamil

  • DINIKAHI KONGLOMERAT   Bab 125_SDK2_36

    Pov Alma (bulan madu) Extra part Gaess! Selamat Membaca! Coba komen yang masih hadir di sini! 😁 Hari ini kami sudah berada di salah satu tempat yang jauh dari keramaian. Kata Bang Arya kami ini sedang bulan madu. Di sini hanya ada kami berdua. Entah seberapa kaya suamiku ini. Satu area pulau ini katanya hanya di sewa oleh kami selama seminggu. Selain para pekerja yang memang ada, tidak ada lagi pengunjung lainnya. Bang Arya melingkarkan lengan kekarnya pada pinggangku. Aku menyandarkan kepalaku yang tak terbalut kerudung ini pada dada bidangnya. Kami duduk bersisian tanpa cela. Sesiang ini masih betah menikmati suasana cottage terbuka yang kami tempati. Dari sini, kami bisa langsung menatap indahnya riak gelombang lautan. Hembusan angin sepoi yang mendamaikan.&n

  • DINIKAHI KONGLOMERAT   Bab 124_SDK2_35

    Pov Author “Bang, ini aku Alma---istrimu. Sadarlah, Bang! Maafkan aku yang bodoh ini! Kalau kamu sadar, aku berjanji akan mengabulkan apapun keinginanmu, Bang! Sadarlah, Bang!” ucapnya sambil terisak. Alma duduk pada kursi di tepi ranjang tempatnya berbaring. Detak jam dinding terdengar. Entah sudah berapa lama dia berbicara sendiri hingga akhirnya terlelap. Tiba-tiba dia menatap sosok berpakaian putih itu datang mendekat. Dia mengusap pucuk kepalanya dan berbisik. “Terima kasih, Dek … terima kasih sudah menjagaku,” lirihnya lembut. Wajahnya tampak. Gerak jemari yang digenggamnya membuat Alma mengerjap. Rupanya dia kembali tertidur dan bermimpi bertemu dengan Arya. “Bang, kamu sudah sadar?” Alma menata

  • DINIKAHI KONGLOMERAT   Bab 123_SDK2_34

    Pov Alma Selamat Membaca! “Alma! Maafkan aku. Rumah tangga ini tidak bisa kita lanjutkan! Terima kasih sudah memberiku kebebasan! Aku bisa leluasa memilih hidupku ke depannya! Aku pergi … jaga diri baik-baik!” “B—Bang, B—Bang Arya!” Satu sentuhan mengguncang bahuku. Aku mengerjap ditengah isak. Rupanya aku tertidur selepas shalat isya tadi di kamar belakang. “Ma, kamu kenapa? Mimpi?” Anggrainin tengah menatapku. “Astagfirulloh ....” Aku menyeka sudut mata yang hangat. Aku menangis. Isaknya terbawa ke alam nyata. Barusan aku bermimpi, Bang Arya benar-benar terasa nyata. Dia memakai pakaian

  • DINIKAHI KONGLOMERAT   Bab 122_SDK2_33

    Pov Author Selamat Membaca! Pikiran Arya berkecamuk. Semua campur aduk menjadi satu. Kalimat demi kalimat yang Azka ucapkan membuat dirinya benar-benar tidak bisa berpikir dengan baik. Ya, memang foto itu benar, dirinya dan Naila pernah mengikat janji untuk menua bersama. Semua yang Azka ucapkan itu benar, dia menikahi Alma karena pernah berjanji jika dia akan membalas hutang nyawa pada Azka dengan cara apapun juga. Menikahi Alma tanpa cinta, itu juga benar. Awalnya dia memperlakukan dengan baik karena rasa tanggung jawab akan amanah dari sahabatnya itu. Harusnya Arya senang ketika lelaki itu tidak lagi menuntutnya untuknya terkungkung dalam hutang budi. Dia sudah bisa bebas kembali ke dalam kehidupannya tanpa terikat janji pada Azka untuk memperla

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status