Share

MEREKA DATANG part 6

"Kamu kenal sama pemiliknya? Atau orang yang bekerja di sana?" tanyaku.

"Aku kenal dengan atasannya. Kalau mau, hari senin langsung datang nanti aku antarkan kalian," ujar Refaldy.

"Alhamdulillah, makasih, ya. Rejeki emang nggak ke mana ya, Rum."

Ratna tersenyum senang mendengar kabar baik itu, begitupun denganku. Allah memang baik, belum sejam aku berdoa tetapi sudah langsung diberi solusi.

"Boleh aku minta nomor barumu, Rum, buat nanti kabari soal kerjaan?" tanya Refaldy.

"Oh, iya. Aku lupa ngasih tau kamu kalau sudah ganti nomor."

Refaldy tersenyum seraya memberikan ponselnya padaku untuk kucatat nomor baru.

"Terima kasih."

Ia tersenyum memperlihatkan barisan giginya yang rapih.b1daaaap1

"Habis ini kalian mau ke mana?"

"Mau langsung pulang," jawab Ratna.

Refaldy menoleh ke arahku dan bibirnya seperti ini berkata sesuatu. Namun ia tak jadi bicara, malah terlihat salah tingkah.

"Em, Arumi. Apa mau sekalian lagi aku antarkan pulang?" tanyanya terlihat gugup.

"Apa kamu mau main ke rumah temanmu lagi?" tanyaku yang membuat Refaldy tambah terlihat salah tingkah.

"Emm, anu, i--iya," ujarnya sambil membuang pandangan ke arah lain.

Sementara Ratna memandangku dan juga Refaldy secara bergantian dengan senyum-senyum.

"Selalu kebetulan gitu ya." Ratna bersuara sambil tertawa pelan.

"Aku bareng Ratna aja deh."

"Sudah bareng Refaldy aja. Tiba-tiba perutku sakit, Rum."

Aku yakin bahwa Ratna hanya beralasan saja sakit perut. Agar Refaldy bisa kembali mengajakku untuk pulang bareng. Toh, tadi pun dia masih baik-baik saja denganku.

Tanpa berpamitan lagi Ratna langsung pergi meninggalkan aku berdua di sini dengan Refaldy.

Setelah kepergian Ratna tak ada obrolan apapun di antara aku dan Refaldy. Kami sama-sama canggung.

"Masih mau diam aja atau mau nganterin aku pulang?"

Akhirnya aku membuka obrolan lebih dulu untuk memecah keheningan di antara kami.

Tanpa bicara lagi--Refaldy langsung memberikanku satu helmnya.

"Memang sudah disediakan untukku?"

Aku bertanya padanya dan lagi-lagi itu membuat Refaldy tersenyum dengan membuang muka.

"Bercanda kok aku."

Gegas kuraih helm itu dan memakainya lalu segera naik ke motornya.

****

Di halaman rumah sudah ada tiga mobil yang terparkir. Suara nyaring dari teriakan anak-anak Mas Aron dan Mbak Wisna begitu melengking di telingaku.

Nampaknya mereka meminta sesuatu pada Bapak dan Ibu. Kenapa harus membentak seperti itu. Keterlaluan sekali mereka tak bisa mengajarkan sopan santun pada anaknya.

Kutarik napas lalu mengembuskannya pelan untuk mengontrol emosiku agar tak meledak-ledak.

"Eh, sudah pulang kamu, Rum. Pulang kerja bawa apa?" tanya Mbak Wisna.

"Bawa kaki sama pala!" ketusku.

Bukannya tanya kabarku bagaimana, ini malah langsung menanyakan buah tangan.

"Kamu gimana sih, Rum. Kok nggak bilang ke Bapak dan Ibu untuk beli seafood dan ikan, kita jauh-jauh lho ke sini untuk menengok orang tua!"

Mbak Delia baru keluar dari dalam rumah langsung membentakku di depan Refaldy.

Refaldy terlihat tak enak hati dengan keadaan ini. Aku mendelik menatap Mbak Delia dengan kesal, ingin sekali aku menyumpal mulutnya itu dengan kaos kaki yang sudah bau busuk.

"Maafkan keluargaku, nggak seharusnya kamu lihat ini," ujarku tertunduk menahan malu.

"Nggak papa, Rum."

"Siapa? Pacarmu? Calon suamimu? Baguslah kalau kamu sudah laku. Ah, tapi sepertinya dia hanya orang sederhana. Tidak bisa menaikkan derajat orang tua."

Mas Aron menyusul keluar dari dalam rumah dengan tatapan meremehkan Refaldy.

"Memangnya kamu sudah menaikkan derajat orang tua, Mas?" tekanku.

"Jangan lancang kamu, Arum!" bentak Mas Aron mendelik.

"Aku cuma berkata jujur. Mas nggak terima?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Aini Eny
jgn2 yg punya reatoran rifaldi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status