Share

RENCANA TUHAN part 5

Hari minggu pun tiba, katanya mereka akan sampai di rumah siang kalau tidak sore. Masih tetap sama, meminta Ibu untuk masak makanan enak permintaan mereka.

"Bu, inget pesan Arumi. Masak sederhana aja, uang yang Arumi kasih jangan dipakai untuk beli seafood atau apapun itu untuk mereka. Kalau mereka nggak mau makan yasudah jangan dipedulikan," ucapku berpesan sebelum berangkat kerja pagi.

"Iya, Nduk. Tapi boleh nggak Ibu beli ayam satu ekor untuk anak-anak mereka?" tanya Ibu ragu.

"Boleh, Bu."

"Makasih, Nduk."

Aku lalu berpamitan pergi bekerja pada Ibu dan Bapak. Bapak badannya masih kurang sehat, ia hanya berbaring saja di atas ranjang dengan kasur kapuk.

"Nanti Arumi akan izin pulang lebih cepat, Bu," kataku sebelum benar-benar pergi.

****

"Rum, dengar-dengar toko kita akan gulung tikar," bisik Ratna.

"Hah, gulung tikar bagaimana? Kenapa begitu?" tanyaku terkejut.

Toko roti ini lumayan ramai pembeli. Apalagi jika weekend seperti ini, pendapatan pun cukup banyak. Kenapa bisa sampai gulung tikar. Lalu nanti aku harus bagaimana.

"Pak Robin punya utang banyak ke rentenir untuk pengobatan mamanya di luar negeri." Ratna menjelaskan.

"Kita harus cari kerja ke mana lagi, ya, Rum?"

Ratna menghela napasnya panjang dan menyenderkan kepalanya di pundakku.

"Entah, tapi kita memang harus mencari pekerjaan lagi sebelum toko ini benar-benar bangkrut."

Keningku berdenyut nyeri, kupijit pelan agar sedikit menghilang rasa nyerinya.

"Semuanya disuruh kumpul di pantry. Pak Robin ingin bicara tentang toko ini," kata Anwar.

Aku dan Ratna saling padang beberapa detik. Kami sudah tahu Pak Robin akan membicarakan apa nanti.

Lalu ... kami berjalan tanpa semangat ke arah pantry. Semoga saja ada keajaiban agar toko roti ini tak jadi gulung tikar.

Ya ... semoga saja.

Semua karyawan sudah berkumpul semua di pantry. Ternyata Pak Robin juga menyuruh anak shift sore untuk masuk juga.

Berkali-kali Pak Robin menghela napas panjang, wajahnya tak lagi ceria seperti dulu. Tubuhnya pun kini sedikit kurus, mungkin beban pikirannya terlalu berat.

"Sebelumnya saya ingin meminta maaf pada kalian semua. Saya harus menyampaikan kabar tak enak pada weekend yang cerah ini."

Lalu, Pak Robin mulai menyampaikan maksud dan tujuannya mengumpulkan kami semua di pantry.

Raut wajah keterkejutan nampak di wajah semua karyawan. Tapi kami bisa apa? Posisi Pak Robin pun kali ini sangat miris. Ia pun berat harus merelakan dan kehilangan toko rotinya ini.

Pak Robin memberikan amplop cokelat kepada kami semua. Katanya anggap saja ini sebagai pesangon. Tak banyak, tapi patut disyukuri karena masih diberi rejeki.

"Terima kasih semua untuk kerja samanya selama ini. Semoga setelah ini kalian bisa dapat pekerjaan yang lebih baik lagi dari sini. Good luck."

Pak Robin meninggalkan pantry dengan lemas. Begitupun para karyawan.

Ini hari terakhir kami bekerja dan melayani pembeli. Toko akan tutup setelah roti-roti terjual semua. Pak Robin bilang kasih harga murah saja agar toko cepat tutup.

Para pelanggan menyayangkan dengan tutupnya toko ini.

"Mbaknya aja yang gantiin jualan roti-roti kaya di toko ini."

"Iya, benar. Sayang banget karena sudah banyak pelanggan."

Aku juga mau seperti itu, tapi aku tak mempunyai modal untuk menyewa ruko.

Usaha seperti ini harus di tempat yang ramai tak mungkin di tempat yang sepi seperti desaku. Harus berjualan di alun-alun desa dan itu harus menyewa ruko.

Jangankan menyewa ruko, sampai saat ini saja uangku belum cukup untuk membeli motor bekas.

'Tolong beri solusi dan jalan keluarnya ya Allah ...,' batinku.

****

Selesai menutup toko jam sebelas. Semua roti habis tak bersisa karena dijual murah.

"Cari-cari kerja, yuk, mumpung masih siang," ajak Ratna.

"Jangan sekarang, Rat. Hari senin pagi aja kita melamar pekerjaan. Hari ini aku ada urusan di rumah."

"Baiklah, nanti kabarin aja kalau kamu udah nggak sibuk," sahut Ratna.

Entah datang dari arah mana, tapi Refaldy selalu muncul di sampingku bak jelangkung yang tak diundang.

"Katanya toko tempat kalian bekerja gulung tikar ya?" tanyanya tanpa basa-basi lagi.

"Iya, nih. Kita lagi bingung mau cari kerja di mana lagi. Padahal aku tulang punggung keluarga," keluh Ratna.

"Apa kalian mau kerja di restauran?" tanya Refaldy.

"Mau, aku mau."

Ratna semringah mendengar kabar baik dari Refaldy. Apakah ini jawaban atas doaku tadi?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Vira Noviyanti
Jangan lupa tinggalkan komentarnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status