“Maksud Bapak, saya hamil,” seru Ratih dengan mimik terkejut.
Derryl tidak menjawab hanya mengendikkan bahu sambil berjalan menuju mobilnya. Ratih hanya diam menatap dengan jengkel pria yang berusia lebih muda darinya ini berlalu begitu saja di depannya.
“Ayo, masuk!! Aku gak mau kena sakit maag gara-gara telat makan,” ujar Derryl. Dia sudah masuk ke dalam mobil dan kini melonggokkan kepala keluar dari jendela mobil memanggil Ratih.
Ratih menghela napas panjang kemudian menggelengkan kepala. “Eng ... terima kasih, Pak. Saya naik taxi online saja.”
Derryl berdecak sambil menggelengkan kepala kemudian tiba-tiba keluar mobil dan berjalan menghampiri Ratih yang berdiri tak jauh dari mobilnya.
“Apa kamu ingin aku bukakan pintu mobil?” Sontak Ratih menoleh ke arah Derryl dan menggeleng dengan cepat.
“Enggak, bukan begitu, Pak.”
“Gak perlu malu. Aku tahu, kok menjadi pria gentlemen. Lagipula aku juga harus menjagamu, ‘kan?” Derryl mengatakan hal itu sambil mengedipkan sebelah matanya. Ratih yang melihatnya semakin terkejut bahkan kedua alisnya saling bertaut mengernyit menatap Derryl.
“Yuk, masuk!” Derryl sudah berdiri sambil membukakan pintu mobil untuk Ratih.
Ratih hanya diam sambil bengong menatap bos barunya ini. Ia sungguh tidak mengerti dengan sikap CEO barunya ini. Apa jangan-jangan karena kejadian semalam Derryl jadi merasa bertanggung jawab dengan Ratih saat ini.
Ratih yang awalnya bergeming di tempatnya, akhirnya mau tidak mau masuk ke dalam mobil Derryl. Derryl mengkuti dan tak lama kemudian sudah melajukan mobilnya meninggalkan kantor tersebut.
“Bapak mau ke mana?” tanya Ratih begitu mobil yang mereka tumpangi sudah melaju di jalan raya.
“Mau makan ke restoran yang kamu maksud tadi sekalian mengambil mobilmu.”
“Kalau gitu kenapa lewat sini? Harusnya keluar tadi ambil ke kiri, Pak. Bukan ke kanan.”
Derryl berdecak sambil menoleh ke arah Ratih.
“Kenapa gak bilang dari tadi?” dumel Derryl kesal.
“Bapak gak tanya. Saya pikir Bapak mau beli bensin dulu di depan.” Memang tak jauh dari kantor mereka berada ada pom bensin di sana.
Derryl tidak menjawab kemudian sudah mencari jalan putar balik untuk kembali ke tujuan semula. Ratih hanya mengulum senyum melihat tampang atasannya tampak kesal. Entah mengapa, dia tiba-tiba teringat kejadian kemarin yang meminta Derryl mengantarnya pulang. Tidak pulang, malah akhirnya mereka hanya putar-putar jalan saja.
“Bapak gak tahu jalan di sini?” Ratih memecah keheningan dengan pertanyaannya.
Tidak ada jawaban hanya anggukan di kepala Derryl yang terlihat.
“Hmm ... pantes.” Ratih mengatakannya dengan lirih, tapi terdengar jelas di telinga Derryl membuat pria itu spontan menoleh ke arahnya.
“Apa kamu gak dengar yang dikatakan Pak Samuel tadi. Aku baru di sini dua hari, tiga hari ini. Wajar jika aku belum hapal jalan,” urai Derryl.
Ratih hanya mengulum senyum sambil mengangguk-anggukkan kepala. Kini pertanyaannya tentang kejadian kemarin terjawab sudah. Pantas saja Derryl hanya mengajaknya muter-muter jalan kemarin.
“Itu!! Itu restorannya, Pak. Jangan kelewatan!!” Derryl mengangguk kemudian sudah mengarahkan mobilnya masuk ke area parkir.
Ratih tersenyum lega saat melihat ada mobilnya yang juga ikut terparkir rapi di sana. Dia memang sudah menghubungi pemilik restoran tadi pagi untuk menjaga mobilnya hingga dia datang.
“Terima kasih, Pak sudah mengantar saya. Saya langsung pamit pulang saja,” ucap Ratih begitu turun dari mobil.
“Eh ... enak saja memang aku sopirmu!” sentak Derryl marah.
Tentu saja Ratih terkejut mendengarnya, tapi sepertinya tidak salah jika Derryl bersikap seperti itu. Ratih terdiam menatap Derryl dengan tajam sambil berulang menelan ludahnya.
“Terus saya harus gimana, Pak? Bukannya tadi saya juga gak minta diantar ke sini?” Ratih tidak mau kalah.
“Temani aku makan! Baru kamu boleh pulang.”
Ratih langsung membisu dan tidak menjawab permintaan Derryl. Sementara pria tampan berkulit putih itu sudah berjalan nyelonong mendahuluinya.
“Sial!! Kenapa juga harus bertemu dengan orang macam dia,” gumam Ratih lirih.
Ingin rasanya Ratih segera membalikkan badan dan pergi meninggalkan Derryl begitu saja. Namun, tiba-tiba Derryl menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Ratih.
“BURUAN!!” ucap Derryl dengan menatap tajam ke arah Ratih.
“Iya, iya, Pak.” Ratih bergegas mempercepat langkahnya dan berjalan masuk mengikuti Derryl ke dalam restoran tersebut.
Suasana restoran sedikit lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena berbarengan jam pulang kantor dan waktu makan malam membuatnya seramai itu.
“Bisa dibantu untuk berapa orang, Kak?” sapa ramah seorang waitres menyambut.
“Eng ... dua orang, Mbak,” jawab Derryl.
Tak lama waitres itu sudah menyilakan mereka masuk dan menunjukkan tempat mereka duduk.
“Silakan dipilih dulu menunya!” Sekali lagi waitres itu berlaku ramah dengan menunjukkan buku menu ke arah Derryl dan Ratih.
“Kamu saja yang pilih makanannya! Aku ngikut. Aku ke toilet dulu.” Derryl sudah berpamitan pergi meninggalkan Ratih.
Sementara Ratih hanya menganggukkan kepala dan tampak sibuk memesan beberapa menu. Awalnya dia bingung juga apa yang disukai bosnya, tapi karena Derryl sudah menyerahkan semua padanya jadi Ratih memilih secara acak.
“Baik ditunggu sebentar untuk pesanannya ya, Kak.”
Waitres itu sudah undur diri dan membiarkan Ratih duduk sendiri di sana. Kini matanya tampak beredar mengamati seluruh isi restoran ini. Dia memang sudah sangat mengenal setiap sudut restoran ini. Ini salah satu restoran favoritnya dan Wisnu.
Ratih menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala. Entah mengapa dia kembali teringat kejadian kemarin dan juga yang baru saja ia alami tadi. Semuanya terasa cepat dan bagai mimpi saja. Ya ... mimpi terburuk.
Ratih akhirnya memutuskan memainkan ponsel sambil menunggu pesanan. Baru saja ia menscrol laman medsosnya, tiba-tiba sebuah tawa yang sangat dikenal terdengar di telinga Ratih. Pelan Ratih mengangkat kepala. Ia mencari arah suara itu dan langsung terkejut saat melihat pemandangan yang menyakitkan berada tak jauh di depannya hanya berjarak dua meja saja.
“Jadi kapan kalian akan menikah? Ayah dan Ibu tidak sabar menunggu cucu darimu, Fani,” ujar seorang pria paruh baya dengan senyum merekah.
Ratih sontak membisu. Ia sangat mengenal siapa pria itu. Dia tak lain dan tak bukan adalah Pak Samudro, ayah dari Wisnu yang notabene mantan mertua Ratih.
“Aku akan melamarnya minggu depan, Yah dan bulan depan baru akan menikah,” jawab Wisnu yang duduk di depan Samudro.
Suaranya terdengar jelas di telinga Ratih. Entah mengapa juga angin membawa suara mantan suaminya itu sampai ke sini.
“Baguslah kalau begitu. Semakin cepat semakin baik. Kamu tidak keberatan menjadi istri kedua Wisnu ‘kan, Fani?” Kini sebuah suara wanita yang menyeletuk.
Pelan Ratih mengangkat kepala dan melihat wanita paruh baya yang selalu memandangnya sebelah mata sedang berbicara di sana. Dia tak lain adalah Ibu Wardhani, ibu dari Wisnu. Ratih menarik napas panjang sambil menundukkan kepala. Tanpa diminta terlintas di benaknya sikap acuh tak acuh dan menjengkelkan Ibu Wardhani saat berbincang dengan Ratih. Sangat berbanding terbalik dengan ini.
“Bu, aku sedang mengurus perceraian dengan Ratih. Dia tidak mau dimadu.” Rupanya kini giliran Wisnu bersuara.
“Baguslah. Untuk apa juga memelihara wanita mandul seperti Ratih.”
Sekali lagi ucapan Ibu Wardhani terdengar sangat jelas di telinga Ratih. Tanpa diminta wanita berwajah manis yang duduk selisih dua meja dari keluarga Wisnu itu sudah berurai air mata. Ia tidak kuasa mendengar terlalu banyak semuanya sehingga Ratih memutuskan untuk bangkit dan pergi saja.
Sayangnya Ratih harus melewati meja tempat keluarga Wisnu berada untuk keluar dari sana. Ia buru-buru membalikkan badan saat hendak melewati meja mereka. Ia memilih jalan memutar saja agar tidak melihat wajah orang-orang yang melukai hatinya di sana.
Namun, baru dua langkah tiba-tiba ada tangan yang menyentuh bahu Ratih menahannya bergerak seketika. Ratih mematung, tidak berani menoleh. Ia takut Wisnu melihatnya dan kembali menahannya seperti saat di kantor tadi.
“Kamu mau ke mana?”
“Kamu mau ke mana?” tanya si Pemilik tangan.Ratih melirik sekilas dan melihat Derryl sedang berdiri di belakangnya sambil menyentuh bahunya. Ratih menghela napas panjang, merasa lega saat tahu bukan Wisnu yang sedang mencegat langkahnya.“Saya ... saya mau ke toilet, Pak,” jawab Ratih lirih.Derryl hanya manggut-manggut kemudian mengizinkan Ratih melangkah pergi meninggalkannya. Sementara dia sendiri kembali duduk di tempatnya tadi. Sedikit bergegas Ratih masuk ke dalam toilet. Ia terpaksa bohong kali ini. Ratih tidak mau Derryl tahu apa yang sedang dialaminya saat ini.Ratih menarik napas panjang sambil menatap pantulan bayangnya di depan cermin dekat vanities di toilet restoran tersebut. Toilet di restoran tersebut mempunyai dua bilik dan keduanya tampak tidak ada yang memakai sepertinya Ratih sedikit lega kali ini.“Aku harus kembali dan tidak boleh membuat Pak Derryl curiga,” gumam Ratih.Memang sudah
“Sudah puas?” tanya Derryl sambil mengurai pelukannya.Ratih mengangguk sambil tersenyum kemudian mengambil beberapa tisu dan menyeka air matanya.“Syukurlah, jadi kamu bisa mengemudikan mobilnya dengan baik kali ini,” lanjut Derryl.Ratih kembali mengangguk. Derryl ikut mengangguk kemudian sudah bersiap keluar dari mobil Ratih. Ratih mengikuti bos barunya itu keluar mobil dan berdiri di samping mobilnya.“Bapak mau langsung pulang?”“Iya. Sudah malam. Kamu juga harus pulang. Aku tidak mau kamu besok datang terlambat gara-gara pulang larut malam.”Ratih hanya tersenyum cengengesan mendengar ucapan Derryl.“Apa Bapak sudah hapal jalan pulangnya?”Derryl menghentikan langkahnya dan membalikkan badan menoleh ke arah Ratih sambil tersenyum.“Kamu mau mengantarku pulang?”Buru-buru Ratih menggeleng dengan cepat. Entah mengapa tanpa diminta bayangan
“HAH!!?”Mata Ratih terbelalak kaget sementara mulutnya sudah terbuka lebar. Ia sangat terkejut saat Derryl mengatakan dengan santai tentang ajakan kencannya.“Bapak sedang bercanda, ‘kan?” lanjut Ratih.“Apa wajahku terlihat bercanda sekarang?” Derryl menunjuk wajahnya dengan telunjuk dan menatap tajam ke arah Ratih.Ratih hanya diam, buru-buru menunduk dan bergegas bangkit. Kenapa juga bos barunya ini bersikap makin aneh padanya. Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu di malam itu dan Derryl bertingkah seolah ingin bertanggung jawab atas diri Ratih kali ini.“Aku tunggu jam 12 di ruanganku nanti,” ucap Derryl kemudian. Dia sudah bangkit kemudian berlalu pergi begitu saja mendahului Ratih yang masih tertegun di tempatnya.“Apa memang telah terjadi sesuatu antara aku dan dia di malam itu?” gumam Ratih pelan.Kemudian wanita berwajah manis itu melirik ke arah perutnya.
“Ayah ... .” Lirih Ratih bersuara.Ia sangat terkejut saat melihat Pak Samudro, mantan mertuanya berada di tempat ini.“Tepatnya mantan ayah, Ratih. Kamu lupa kalau Wisnu sedang mengurus perceraian kalian,” sahut Pak Samudro.Ratih hanya diam dan menganggukkan kepala. Ia tidak lupa, bagaimana mungkin ia bisa melupakan perceraiannya. Bukankah dia yang lebih menginginkan hal itu, bukan Wisnu. Hanya saja Ratih masih menjaga tata krama dalam berinteraksi dengan orang yang lebih tua.“Siapa, Pak?” tanya seorang wanita.Sepertinya wanita itu salah satu relasi bisnis Pak Samudro. Perempuan paruh baya itu terus menatap Ratih tanpa kedip. Memindainya dari ujung rambut hingga ke ujung kaki seakan sedang mencari cela pada Ratih.“Dia mantan menantuku. Mandul, makanya dicerai anakku,” jawab Pak Samudro.Entah mengapa pria paruh baya itu sengaja mengeraskan suaranya saat menyebut kata ‘mandul&r
“Sa—saya ... saya baik-baik saja, Pak,” ucap Ratih terbata.Wanita berwajah manis itu berusaha tegar dan melupakan apa yang baru saja dialami di resto tadi. Sementara Derryl hanya diam, meliriknya dengan tajam membuat Ratih risih dibuatnya. Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya Derryl bersuara.“Oke, baiklah. Maaf, bukan maksud saya untuk mencampuri urusanmu.”Ratih hanya manggut-manggut paham dengan maksud ucapan bosnya. Dia kembali fokus mengamati lalu lintas di depan sana. Hingga selang beberapa saat, mobil yang mereka tumpangi sudah masuk ke parkiran kantor.Ratih sudah bersiap turun, tapi Derryl menahan tangannya membuat wanita manis itu urung membuka pintu mobil dan menoleh ke arah Derry.“Sekali lagi aku ucapkan terima kasih mau menemani kencan makan siang bersamaku,” ucap Derryl.Ratih hanya mengangguk sambil tersenyum. “Iya, Pak.”Kemudian Derryl turun lebih dulu dengan
Ratih tersenyum menyeringai kemudian langsung mengarahkan ponsel yang sedari tadi dia bawa dan dengan cekatan mengambil beberapa kali gambar dua insan dalam keadaan polos itu.“Ratih!! Kamu apa-apaan?” Wisnu bergegas bangkit sambil menutup bagian bawah tubuhnya dengan kain seadanya.“Aku hanya mengumpulkan bukti untuk mempercepat proses perceraian kita.” Ratih terus tersenyum.Sementara wanita patner bercinta Wisnu itu hanya duduk terdiam di atas kasur sambil menutupi tubuhnya dengan sisa selimut yang tersisa.“Jadi tidak hanya dengan Fani kamu melakukannya. Bahkan asisten rumah tangga kita kamu embat juga?”Wisnu berdecak sambil menggelengkan kepala.“Aku pria normal, Ratih. Kamu pergi meninggalkan aku dan Fani sedang sibuk dengan pekerjaannya. Wajar jika aku menuntaskan hasratku dengan Sumi, lagian Sumi juga tidak keberatan. Kami melakukannya atas dasar sama-sama suka,” bela Wisnu.Rat
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Derryl kemudian.Ia sudah masuk ke dalam lift dan terkejut saat melihat ada beberapa barang yang dibawa Ratih. Ratih hanya diam membisu. Memang ini adalah salah satu alasan Ratih tidak mau tinggal di apartemen ini. Ini adalah tempat Derryl tinggal, tempat dia pernah menghabiskan malam bersama pria berondong itu.“Eng ... mulai hari ini Ratih tinggal di sini, Pak,” Mawar menyahut. Tentu saja jawaban Mawar membuat Ratih terkejut begitu juga Derryl.Pria tampan itu menoleh ke arah Ratih dengan kedua alis yang terangkat. “Benarkah? Jadi kita tetanggaan mulai sekarang?”Ratih tidak menjawab hanya meringis menunjukkan gigi putihnya.“Kamu tinggal di lantai berapa, Tih? Siapa tahu aku bisa main ke sana.” Ratih semakin terkejut dengan pertanyaan Derryl, matanya sontak terbelalak menatap pria tampan itu. Lagi-lagi ia menyesal harus menuruti saran Mawar malam ini. Kalau
GUBRAK!!Ratih jatuh dan menyenggol meja sudut di sampingnya, membuat semua benda yang ada di atasnya jatuh berserakan ke lantai. Derryl sontak berdiri, menghampiri Ratih dan membantunya berdiri.“Kamu baik-baik saja?” tanya Derryl penuh kekhawatiran.Ratih hanya diam mengangguk sambil bersunggut-sunggut menatap Derryl. Kalau saja dia tidak menghindari bosnya pasti dia tidak akan jatuh seperti ini.“Iya, saya baik-baik saja.” Ratih berdiri sambil menepuk pantatnya yang kesakitan. Derryl yang berdiri di depannya hanya mengulum senyum melihat ekspresi menggemaskan Ratih.“Sebenarnya tadi Bapak mau ngomong apa?” Ratih kembali teringat dengan ucapan Derryl.“Oh ... itu. Aku mau nebeng kamu ke kantor. Mobilku saatnya service berkala hari ini. Apa kamu tidak keberatan?”Ratih menelan ludah sambil melirik sekilas. Kalau mau jujur, dia sangat keberatan. Dia tidak suka mereka semakin akrab, bagai