共有

BAB 4

作者: NawankWulan
last update 最終更新日: 2024-07-01 12:14:24

"Apa perpisahan ayah dan bunda karena Tante Vonny?" Sedikit ragu Aldo mengatakannya. Namun, pertanyaan polos anak lelakinya itu justru membuat Meira shock seketika. 

"Tante Vonny?" ulangnya lirih. Aldo mengangguk pelan. 

"Iya, Bun. Ayah pernah memperkenalkan tante itu pada Aldo saat ngobrol di handphone nenek. Ayah bilang itu teman kantornya kok, Bun. Bukan siapa-siapa. Aldo harap bunda dan ayah tak marahan lagi. Jadi, Aldo tetap bisa sekolah di sini." Wajah polos Aldo tak kuasa membuat Meira menitikkan air mata. Dia bisa memendam rasa sakitnya sndiri, tapi melihat Aldo seperti saat ini membuat batin Meira semakin tersiksa. 

'Apakah Mas Baim benar-benar memiliki wanita idaman lain sampai menjatuhkan talaknya begitu saja padaku? Apakah Tante Vonny yang dia perkenalkan pada Aldo itu adalah wanita idamannya? Jika memang iya, kepergianku rasanya bukanlah keputusan yang salah.' Berbagai pertanyaan dan pernyataan lalu lalang di benak Meira. 

Meira menghela napas panjang. Dia berusaha meyakinkan hatinya untuk melangkah, karena tetap tinggal di rumah itu jelas tak mungkin. Meira sadar status talaknya. Dia tak ingin merendahkan harga dirinya di depan Baim dan keluarga besarnya. 

Apapun yang terjadi setelah ini, Meira tetap ingin pergi dan tak akan menengok ke belakang lagi. Dia ingin meniti masa depan, bukan terus terbelenggu pada masa lalu yang menyakitkan. Soal Aldo, Meira akan berusaha menjelaskannya perlahan. 

"Kita mau kemana, Bun?" Aldo kembali bertanya saat aku tak mengajaknya ke rumah ayahnya.

"Kita kan mau pindah, Sayang. Oh iya lupa. Kamu mau pamit sama nenek dan Tante dulu ya?" Meira tersenyum tipis. Aldo pun mengangguk meski sedikit ragu. 

Meski sering disakiti fisik dan hatinya oleh Tante dan neneknya sendiri, tetap saja Aldo begitu menghormatinya. Anak sekecil itu memang jarang yang pendendam. Dia tetap menyayangi mereka dengan tulus. 

Meira harus kembali menata hati saat membalikkan badan dan melangkah kembali ke rumah berlantai dua itu. Ibu dan Lina pasti kembali menghinanya seperti tadi. 

Baru melewati pagar, teriakan Rumi, kakak kandung Baim membuat langkah Meira dan anak lelakinya terhenti seketika. Aldo merapatkan tubuhnya seperti biasa tiap kali mendengar teriakan saudara perempuan ayahnya itu. Rumi dan Lina tak jauh beda. Sama-sama sering membuat ulah dan memfitnah. 

Namun, di depan Baim mereka seolah menjadi ipar yang begitu perhatian pada Meira. Sandiwara palsu yang sering kali dibongkar Meira di depan suaminya sendiri. Namun, berkali-kali memberi bukti, berkali-kali pula tak percaya bahkan meminta Meira untuk tak menjelek-jelekkan saudaranya.  

Beruntung selama ini ada Ahmad, bapak mertua yang selalu membela Meira dan Aldo. Namun, setelah Ahmad tiada lima bulan lalu suasana semakin berubah. Rumah yang sebelumnya lebih adem karena senyum dan ketulusan Ahmad pada Mei dan cucunya, berubah menjadi rumah yang panas seolah berdiri di atas bara. 

"Ngapain kalian datang lagi? Bukannya Baim bilang kalian suruh segera angkat kaki dari sini??" Rumi menunjuk wajah Meira dengan jarinya. 

"Sorry. Kami ke sini karena Aldo mau pamitan, bukan minta uang saku!" sentak Meira kemudian. 

"Halah, alasan! Bilang saja nggak punya duit buat jalan, makanya ke sini lagi. Ini ada sisaan belanja tujuh puluh ribu. Bisa buat ongkos atau makan siang kalian berdua!" Aldo semakin mengeratkan pelukan lalu berbisik pelan. 

"Kita pergi saja, Bun. Aldo nggak suka lihat bunda disakiti." Seketika kedua mata Meira berkaca. Dia tak menyangka jika anak lelakinya akan bicara seperti itu. Meira memeluk jagoan kecilnya dengan hangat. Tak peduli berulang kali Rumi memintanya untuk mengambil uang yang disodorkannya. Meira tahu jika Rumi sengaja meremehkan dengan uang itu. Rumi pasti mengira jika Meira sangat membutuhkan uang dan mau tak mau mengambil uang yang diberikannya. 

"Ambil saja. Nggak usah malu-malu," ucap Rumi lagi saat Meira kembali berdiri lalu mengusap pelan puncak kepala Aldo dengan lembut. 

"Maaf, Mbak. Kami nggak butuh uangmu. Ambil saja buat beli es krim." Meira mengulas senyum tipis sembari melirik anak lelakinya yang ikut tersenyum. 

"Ribut lagi. Ribut lagi. Lagian kamu, Mei. Apa kurang jelas ucapan Baim tadi pagi? Kenapa masih di situ?" Soraya yang sudah dandan rapi ikut menimpali. Mungkin mau belanja atau sekadar jalan-jalan. Entah. 

Selama ini Meira tak terlalu memusingkan hal-hal seperti itu. Terserah mau belanja, menginap di hotel ataupun menghabiskan jatah bulanan. Meira hanya ingin mereka tak selalu mengusik hidupnya. Namun, keinginannya ternyata sia-sia. Nyatanya, mereka seolah tak rela melihatnya bahagia dan dimanjakan oleh Baim, suaminya sendiri. 

Beragam cara sudah mereka lakukan untuk mengadu domba Meira dengan Baim. Hanya saja selama ini Meira bisa mengatasinya. Lagi-lagi karena masih ada Ahmad yang menjadi penengah di antara mereka. 

Kini, setelah laki-laki hebat itu pergi, ibu dan saudara perempuan Baim seolah sorak-sorai dan bersekongkol untuk menjatuhkan Meira. Bahkan sengaja membuat Mei dibenci oleh suaminya sendiri. 

"Cucu ibu minta uang saku tuh," lirik Rumi ke arah Aldo yang masih memeluk pinggang bundanya. 

"Aldo nggak pernah minta saku kok, Nek. Cuma mau pamit saja. Aldo dan bunda mau pergi," ucap jagoan kecil itu lirih. Tepatnya sedikit takut melihat ekspresi budhenya yang menyeramkan baginya. 

"Kamu yang ngajari anakmu buat minta-minta, Mei?" Ibu menoleh. 

"Maaf, Bu. Aku nggak seperti ibu yang selalu mengajari anak-anaknya untuk minta duit pada suamiku. Aku selalu mengajari Aldo untuk menabung jika menginginkan sesuatu. Sekali lagi maaf kalau prinsip hidup kita tak sama. Permisi!" Meira tersenyum tipis sebelum meninggalkan dua perempuan itu. Mereka yang masih mematung di teras rumah dan tak bisa membalas sepatah katapun ucapan Meira. 

*** 

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード
コメント (7)
goodnovel comment avatar
caravan2710
demen lah.. kalo pemeran utama nya gk mencla mencle...
goodnovel comment avatar
Istna Zena cantik
mending gak usah pamitan dari pada diejek terus ".
goodnovel comment avatar
viodiah septiana
kerennn istri hebat klg durjana
すべてのコメントを表示

最新チャプター

  • DITALAK LEWAT WA DINIKAHI DUDA KAYA   BAB 316

    "Assalamualaikum." Salam terdengar dan semua yang duduk di ruang tamu itu pun membalas salamnya. Tak hanya Rudy yang kaget melihat tamu itu, tapi juga Ken dan Hanum. Mereka saling tatap lalu Rudy meminta Hanum duduk kembali saat menantunya itu akan menyambut tamunya. "Biar bapak saja. Kamu ajak ngobrol mama dan papa dulu, Num," pinta Rudy sembari beranjak dari sofa. Laki-laki itu menatap tajam ke arah tamunya lalu menarik pergelangan tangan perempuan itu untuk menjauh. Di bawah pohon mangga halaman rumah, Rudy menghempaskan tangan perempuan itu. "Aku sudah cukup sabar selama ini, War. Bahkan setelah kujatuhkan talak pun, aku masih mengurusi tempat tinggal dan jatah iddahmu. Jangan bikin aku semakin muak dan menjadi mantan suami yang tega. Mau apalagi datang ke sini?" sentak Rudy tak terima kedatangan mantan istrinya itu. Rudy yakin Mawar sengaja datang tepat di saat kedua orang tua Ken berkunjung. Entah apa rencananya, tapi Rudy yakin jika itu rencana yang buruk. "Kamu apa-apaan

  • DITALAK LEWAT WA DINIKAHI DUDA KAYA   BAB 315

    "Kenapa, Ken?!" pekik Sundari yang spontan memeluk menantunya lebih erat. "Hati-hati, Mas. Ada apa?" Hanum ikut bertanya. "Astaghfirullah. Ada kucing nyebrang tiba-tiba. Maaf, Ma, Pa, Sayang. Itu kucingnya sudah diseberang," tunjuk Ken ke seberang jalan. Seperti yang lain, Ken pun berdebar tak karuan. Dia nyaris menabrak kucing itu kalau nggak mengerem mendadak tadi. Jantungnya berdegup kencang. Ken memilih menepikan mobilnya lebih dulu untuk menetralkan debar dadanya. "Atau papa yang gantiin nyetir?" Wicaksono menawarkan. "Nggak, Pa. Tadi memang aku agak kurang fokus, makanya sedikit oleng saat ada kucing." Ken kembali melajukan mobilnya perlahan. "Kenapa kurang fokus? Ada masalah di kantor?" tanya Wicaksono lagi. Sundari mengusap punggung Hanum beberapa kali untuk menenangkan. Tak lupa mengusap perut menantunya yang makin membuncit itu. "Sudah nggak apa-apa," ujar Sundari pada Hanum. Kedua perempuan itu pun saling tatap lalu sama-sama tersenyum. "Nggak ada masalah, Pa. Cuma

  • DITALAK LEWAT WA DINIKAHI DUDA KAYA   BAB 314

    Jarum jam menunjuk angka tujuh pagi. Suasana di rumah Ken cukup berbeda kali ini. Kemarin sore, papa dan mamanya datang dari Jogja untuk menjenguk mereka, sekalian akan berkunjung ke rumah besan. "Akhirnya mama merasakan kembali masakan Hanum," ujar Sundari di ruang makan. Hanum tersenyum, sembari menuangkan air putih ke gelas mertuanya. Dia sengaja menyiapkan sarapan pagi untuk mereka hari ini. Ada soto, rawon dan ayam goreng. Dibantu Bi Santi membuat sate telur puyuh, perkedel dan beberapa gorengan. "Kangen ya, Ma?" Ken menimpali. "Kangen banget. Nggak cuma masakannya yang bikin kangen, tapi orangnya juga. Bulan depan mama sudah longgar, nggak banyak kegiatan. Makanya, pengin ajak Hanum keliling Jogja. Nanti kalian bareng mama sama papa ke Jogja ya? Kita adakan acara empat bulanan Hanum sama tujuh bulanan Mbak Meira sekalian di sana biar makin seru," ujar Sundari begitu bersemangat. Ken menatap Hanum beberapa saat lalu sama-sama tersenyum. "Iya, Ma. Kan sejak awal juga begitu

  • DITALAK LEWAT WA DINIKAHI DUDA KAYA   BAB 313

    Malam ini langit terlihat lebih cerah dengan hiasan beragam bintang. Malam pertama setelah Mawar pergi dari rumah yang sudah lebih dari 10 tahun dia tinggali. Rudy baru keluar dari pintu dengan secangkir teh hangat dan pisang goreng yang dibelinya di warung tadi. Dia memilih duduk di teras sembari menikmati cerahnya langit dan lalu lalang kendaraan di depan rumah. Sesekali terdengar suara tawa dari pos ronda yang tak jauh dari rumahnya. Baru menyeruput tehnya, tiba-tiba terdengar dering handphonenya di ruang tengah. Perlahan Rudy bangkit dari kursi lalu melangkah ke sofa ruang keluarga. Handphone masih menyala dengan seringnya yang nyaris usai. Senyum pria lebih dari setengah abad itu pun tampak jelas di sudut bibir. Anak kesayangannya memanggil, membuatnya lebih tenang tiap kali mendengar suara merdunya. "Assalamualaikum, Pak. Bapak lagi ngapain? Sudah makan?" tanya Hanum terdengar semringah dari seberang. "Wa'alaikumsalam, Num. Bapak lagi ngeteh sama makan pisang goreng di teras.

  • DITALAK LEWAT WA DINIKAHI DUDA KAYA   BAB 312

    Heboh. Ulah Mawar tak hanya membuat keluarga Rudy berantakan, tapi juga menimbulkan kehebohan di lingkungan rumahnya. Para tetangga mulai sibuk membicarakan mantan istri dan anak tirinya itu. Rudy masih cukup bertanggungjawab atas kepergian mantan istrinya itu. Dia mencarikan kontrakan selama tiga bulan untuk Mawar, setidaknya sampai masa iddahnya selesai. Rudy tak mau melepas tanggungjawab begitu saja. Dia cukup tahu agama. "Biaya sewa sudah kulunasi sampai tiga bulan ke depan. Kamu tak perlu memikirkan soal itu. Aku juga akan memberikan nafkah iddah satu juta lima ratus ribu selama tiga bulan ke depan. Tenang saja, aku nggak akan lalai dengan tanggung jawabku sendiri. Tapi, kalau selama iddah kamu kembali berhubungan dengan lelaki itu, otomatis tanggungjawab nafkah iddahku selesai," ucap Rudy sebelum Mawar meninggalkan rumahnya. Mawar cukup kaget dengan pernyataan mantan suaminya itu. Namun, di balik rasa kecewanya karena diceraikan, Mawar masih bersyukur Rudy bertanggungjawab at

  • DITALAK LEWAT WA DINIKAHI DUDA KAYA   BAB 311

    Pagi ini begitu cerah dan bersinar, tapi tidak buat Mawar. Semalaman menangis ternyata tak membuat nasibnya berubah. Tetap saja mendung dan suram. Bahkan sepagi ini dia sudah menata semua barang-barang penting miliknya dan milik Rena. Wajahnya sembab karena kebanyakan menangis. Dia juga sudah mulai lelah merutuki diri sendiri, menyesali semua kekhilafannya dan memaki orang-orang yang menyakitinya. Namun, tak ada manfaat. Hatinya justru semakin pedih dan sakit. Jarum jam menunjuk angka enam dini hari. Suasana di sekitar rumah yang biasanya lengang, entah mengapa ini mulai berisik. Ada yang menyapu di halaman, dengan obrolan-obrolan yang benar-benar terdengar jelas di telinganya. Pagi hari yang dia harapkan sedikit lebih menenangkan, nyatanya membuat hati Mawar semakin panas. "Kalian tahu kan soal Jeng Mawar." Suara tetangga terdengar lagi. "Videonya viral di mana-mana.""Video apa? Saya belum tahu.""Dih, kamu mah jeng. Sibuk kerja makanya nggak tahu gosip terhot di kampung kita."

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status