🏵️🏵️🏵️
Tiga bulan yang lalu, aku telah menciptakan kesalahan yang sangat besar. Aku dan Mas Yuda telah berbuat sesuatu yang tidak pantas, kami melakukan hubungan terlarang. Saat itu, tidak ada beban sama sekali karena aku yakin kalau Mas Yuda pasti akan bertanggung jawab.
“Kamu ikhlas, Sayang?” tanya Mas Yuda kepadaku kala itu.
“Iya, Mas. Tapi kamu janji nggak akan ninggalin aku.”
“Aku tidak akan pernah meninggalkanmu karena aku mencintaimu. Aku selalu berharap agar kamu menjadi ibu dari anakku.” Mas Yuda mengucapkan janjinya saat itu.
Aku tidak sanggup membayangkan jika apa yang dikatakan Mas Yuda akan menjadi kenyataan. Bagaimana caranya aku menjelaskan semuanya kepada Papa dan Mama? Aku sekarang baru ingat, telah tiga bulan lamanya, tidak kedatangan tamu istimewa.
Apakah aku hamil? Aku tahu kalau saat ini rasa cinta yang ada dalam hatiku masih ada untuk Mas Yuda. Aku belum mampu mengeluarkannya dari hati dan pikiran. Apalagi setelah aku menyerahkan diri kepada laki-laki itu.
“Kita berobat, yuk, Sayang.” Aku terkejut mendengar ajakan Mama yang tiba-tiba muncul di ruang keluarga.
“Nggak perlu, Mah. Nay bawa istirahat aja, nanti juga pasti enakan.” Aku berusaha menolak permintaan Mama dan mencoba meyakinkannya.
“Ya, udah, kamu istirahat sekarang.” Mama memapahku ke kamar karena aku merasa sangat lemas.
“Nay rebahan, ya, Mah.” Aku menghempaskan tubuh ke tempat tidur. Mama pun keluar dari kamarku.
Aku harus memastikan apa yang kurasakan saat ini. Jika memang anak Mas Yuda benar ada dalam rahimku, apa yang akan Papa dan Mama katakan? Luka lama belum sembuh, aku kembali menambahnya dengan kepedihan yang menyakitkan.
Kamu ke mana, Mas Yuda? Aku tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Kenapa kamu tega meninggalkan aku yang telah menyerahkan diri kepadamu? Apa yang akan terjadi jika memang benar kalau aku kini mengandung anakmu?
Dalam tiga bulan ini, aku tidak memperhatikan diriku sama sekali. Mulai dari persiapan pernikahan hingga Mas Yuda pergi begitu saja tanpa pamit. Aku tidak menyadari kalau selama tiga bulan terakhir ini, tidak mengeluarkan darah kotor seperti layaknya yang terjadi terhadap wanita dewasa.
Aku dan Mas Yuda melakukannya hanya sekali. Apakah yang kami perbuat tersebut akan secepat ini membuahkan hasil? Saat melakukan hubungan yang belum pantas untuk kami saat itu, aku dan Mas Yuda merasakan kebahagiaan.
Ia juga berharap saat itu agar apa yang telah terjadi segera meunjukkan hasil. Mas Yuda mengaku sudah tidak sabar ingin memiliki keturunan karena ia merupakan anak tunggal dalam keluarganya.
“Aku berharap agar apa yang kita lakukan akan menunjukkan hasil yang kuharapkan.” Mas Yuda langsung mendekapku saat itu.
Ketika itu, aku sangat bangga dan terlena karena merasa beruntung memiliki laki-laki yang sangat mengharapkan diriku. Aku juga memiliki harapan yang sama dengan Mas Yuda, segera memiliki keturunan dengannya.
Akan tetapi, saat ini aku justru sangat takut jika semua itu menjadi kenyataan. Apa kata orang-orang nanti? Ditinggalkan suami setelah ijab kabul, tetapi kenapa bisa hamil? Aku yakin, mereka pasti akan kembali mengolok-olokku.
🏵️🏵️🏵️
Waktu menunjukkan jam delapan malam, aku tetap pada niat untuk memastikan apa yang kurasakan saat ini. Aku meminta izin kepada Papa dan Mama dengan alasan ingin menemui Tasya. Mendengar nama Tasya, mereka tidak dapat menolak.
Sebenarnya, aku terpaksa berbohong. Tujuanku meminta izin kepada Papa dan Mama hanya untuk membeli alat tes kehamilan ke salah satu apotek yang jaraknya tidak dekat dari rumah. Aku ingin memastikan apakah saat ini aku sedang mengandung anak Mas Yuda atau tidak.
Aku segera melajukan kendaraan roda dua yang aku dapatkan sebagai hadiah dari Papa karena saat itu meraih juara umum di bangku SMA. Motor tersebut telah berrahun-tahun selalu setia menemaniku. Aku pun menyusuri jalan hingga tiba di tempat tujuan.
Aku memarkirkan kendaraan roda dua tersebut, lalu memasuki apotek dan bertanya kepada yang jaga. Wanita hitam manis tersebut segera membungkus pesananku, lalu aku segera meninggalkan tempat itu. Aku kembali melaju dan menyusuri jalan menuju rumah.
Tanpa sengaja, pandanganku tertuju pada sosok yang telah membuatku terluka. Ia sedang menikmati makanan di salah satu kafe yang ada di kota ini. Tempat itu sangat terlihat jelas dari jalan umum. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan, aku segera menepi dan menghampiri dirinya yang saling berpandangan dengan wanita di depannya.
“Jahat kamu, Mas!” Aku mendaratkan tamparan di pipinya.
Mas Yuda tampak terkejut melihat keberadaanku. Ia pun berdiri. “Kamu kenapa ada di sini?” tanya laki-laki itu kepadaku.
“Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu ninggalin aku di hari pernikahan kita?” Aku menaikkan suara.
“Aku terpaksa, Sayang. Aku harap kamu mengerti.” Ia meraih tanganku, tetapi langsung aku tepiskan.
“Terpaksa kamu bilang? Kamu pikir aku percaya?” Aku kembali memberikan tamparan di pipinya.
“Berhenti!” Wanita yang dari tadi bersama Mas Yuda, tiba-tiba berdiri. Aku Akhirnya menyaksikan sendiri keadaan wanita yang sedang berbadan dua tersebut.
Aku sangat terkejut lalu melangkah mundur. Sugguh, ternyata foto yang Tasya tunjukkan saat itu benar adanya. “Siapa dia, Mas?” tanyaku kepada Mas Yuda sambil menunjuk ke arah wanita itu.
“Aku wanita yang akan melahirkan anak Yuda. Kenapa?” Justru wanita itu yang memberikan jawaban.
“Apa itu benar, Mas?” Aku kembali bertanya kepada laki-laki tersebut.
Mas Yuda tidak memberikan jawaban. Ia hanya menunduk dan tidak menatapku. Aku makin kesal dan membenci laki-laki itu. Ia dengan tega telah membuat hati dan perasaanku makin hancur. Aku sangat menyesal karena terlalu mencintai dirinya.
“Diammu sudah menjawab semuanya. Aku minta pisah. Ini cincin pernikahan kita.” Aku dengan perasaan tidak menentu, mengeluarkan kalimat itu lalu menyerahkan cincin pernikahan kami kepadanya.
“Aku nggak mau pisah dari kamu. Aku sangat mencintaimu, Sayang.” ia tidak menerima cincin yang kuberikan.
Tanpa berpikir lebih lama lagi, aku pun melemparkan cincin tersebut ke wajahnya. “Kamu akan menyesal karena telah mencampakkan diriku!” ucapku kepada Mas Yuda lalu beranjak dari tempat itu.
Aku masih mendengar ketika Mas Yuda berusaha mencegah kepergianku. Namun, wanita yang sedang bersamanya menghentikan langkahnya. Sekarang aku sudah pasrah dengan apa yang terjadi terhadap diriku.
Kamu jahat, Mas. Kamu tidak ingat lagi dengan apa yang terjadi di antara kita. Pengorbanan yang kulakukan tidak kamu hargai sama sekali. Bisa-bisanya wanita lain kini mengandung anakmu. Inikah balasan atas cinta tulusku?
Hatiku sangat perih setelah menyaksikan laki-laki yang aku cintai lebih memilih wanita lain dibandingkan diriku. Ini untuk kedua kalinya, Mas Yuda tidak pernah menjadikanku sebagai pilihan. Semua itu terbukti saat dia pergi meninggalkan acara pernikahan kami.
==========
🏵️🏵️🏵️Aku menyusuri jalan sambil mengingat apa yang telah aku saksikan tadi di depan mata. Aku masih merasa seperti mimpi mengingat datangnya penderitaan bertubi-tubi. Aku tidak mampu membendung air mata yang telah menganak sungai.Aku ingin berteriak dan mengatakan pada dunia kalau saat ini, aku merasa menjadi wanita paling menderita. Laki-laki yang sangat aku cintai ternyata hanya ingin memberikan kehancuran dan penderitaan yang amat mendalam kepadaku.Mas Yuda telah melupakan semua janji yang pernah ia ucapkan. Ia tidak ingat lagi betapa besar pengorbanan yang kulakukan untuknya. Ia sama sekali tidak menghargai penyerahan diriku.Saat ini, aku tidak dapat berbuat apa-apa. Aku hanya berpikir bahwa perpisahan adalah jalan terbaik untukku dan Mas Yuda. Aku akan mencoba menghapus semua kenangan tentangnya. Ia tidak pantas mendapatkan cinta dari wanita yang telah ia campakkan.Kebersamaan yang pernah terjalin selama ini, hanya akan menjadi kenangan semata. Mas Yuda bukan milikku lag
🏵️🏵️🏵️Aku tidak mungkin menyalahkan Papa, walaupun beliau bersikap seperti itu kepadaku. Sangat jelas kalau anaknya ini yang bersalah. Aku telah menghancurkan kepercayaan dan harapannya. Hati Papa dan Mama pasti sangat sakit.Terus terang, aku bingung harus bagaimana melanjutkan hidup. Di satu sisi, aku tidak tahu harus bertindak seperti apa dengan anak yang kini ada dalam rahimku. Namun, di sisi lain, aku juga tidak mungkin membuang bayi yang belum lahir ini.Lamunanku tiba-tiba buyar karena dikagetkan nada panggilan masuk dari ponsel di nakas. Aku pun meraih benda itu, ternyata ada nama Mas Yuda di layar. Entah kenapa, setelah mengetahui laki-laki itu yang menelepon, aku merasa kesal.Aku tidak ingin menerima panggilan masuk tersebut karena tidak sudi berhubungan lagi dengan Mas Yuda. Hatiku makin sakit saat mengingat dirinya bersama wanita lain. Apalagi perempuan itu mengaku akan melahirkan anak dari suamiku.Mas Yuda sudah beberapa kali menelepon, tetapi tidak aku hiraukan. Ak
🏵️🏵️🏵️ Akhirnya, kami pun tiba di desa orang tua Papa. Kakek dan Nenek terlihat bahagia. Aku langsung memeluk laki-laki dan wanita tua tersebut secara bergantian. Mereka tetap tersenyum walaupun telah mengetahui apa yang terjadi terhadapku saat ini. Papa dan Mama meminta maaf kepada Kakek dan Nenek atas apa yang telah menimpa hidupku. Hatiku kembali sakit karena membuat keluarga turut bersedih atas perbuatan yang kulakukan. Aku hanya bisa diam mendengar pembicaraan mereka. “Saya titip Nay, Pak, Buk. Saya ingin agar dia tinggal di sini sampai melahirkan.” Papa kembali menyampaikan niatnya kepada Kakek dan Nenek. “Ibu ngerti, Nak. Sebelum ke sini, kamu sudah menghubungi Ibu dan Bapak untuk hal ini. Kami suka kalau Nay tinggal di sini.” Aku bahagia mendengar jawaban Nenek. “Terima kasih, Pak, Buk. Kami tidak tahu harus bagaimana lagi kalau Bapak dan Ibu tidak bersedia memberikan izin Nay tinggal di sini.” Mama turut menimpali. “Tidak perlu berterima kasih, Nak. Kami orang tua Nay
POV YUDA 🏵️🏵️🏵️ Aku telah melakukan kesalahan yang sangat sulit untuk diterima, meninggalkan wanita yang sangat aku cintai di acara pernikahan kami setelah ijab kabul selesai. Ia tidak percaya kalau semua itu terpaksa aku lakukan. Lima bulan yang lalu, Om Heru—kakak kandung Mami, memintaku bertanggung jawab atas sesuatu yang tidak kulakukan. Mira—keponakan laki-laki paruh baya tersebut telah hamil tiga bulan dengan pria yang tidak bertanggung jawab. Saat pertama kali bertemu Mira di rumah Om Heru, wanita itu mengaku tertarik kepadaku. Walaupun aku telah mengaku memiliki kekasih dan akan segera menikah, ia tidak peduli. Ia tetap bersikeras agar aku bersedia menjadi orang istimewa dalam hidupnya. Om Heru meminta tolong agar aku bersedia memenuhi permintaan keponakannya. Beliau bercerita bahwa saham terbesar dalam perusahaannya berasal dari orang tua Mira. Melihat sikap Om Heru yang memohon kepadaku, aku pun bersedia berpura-pura menjadi kekasih Mira. Akan tetapi, Mira ternyata b
🏵️🏵️🏵️ “Kamu mencoba untuk mencari alasan?” Papa mertua kembali membuka suara dengan nada tinggi. Aku akhirnya menceritakan apa yang terjadi selama ini. Mulai dari awal pertemuan dengan Mira hingga memaksaku meninggalkan Nayla. Aku berharap setelah kedua mertuaku mendengar penjelasan tersebut, mereka akan memberikan maaf kepadaku. “Kamu pikir saya percaya dengan alasan omong kosongmu?” Aku terkejut mendengar ucapan papa mertua setelah mendengar penjelasanku. “Itu kenyataan yang sebenarnya, Pah. Saya tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan wanita yang sangat saya cintai.” Aku kembali meyakinkan kedua orang tua tersebut. “Cukup! Tidak perlu basa-basi lagi. Sekarang juga, kamu angkat kaki dari rumah ini!” Papa mertua berdiri sambil menunjuk ke arahku. “Jangan usir saya, Pah. Saya datang untuk menjemput Nayla. Tadi saya dengar dia mual saat kami berbicara di telepon, saya khawatir sama dia.” Aku tetap bersikeras untuk bertemu dengan wanita yang telah resmi kunikahi. “Nayla ngga
🏵️🏵️🏵️“Aku ke kamar, ya, Pih, Mih.” Aku pun beranjak dari ruang keluarga menuju kamar.Aku menghempaskan tubuh ke tempat tidur yang telah sebulan aku tinggalkan. Seandainya Mira tidak mengusik kehidupanku kala itu, mungkin saat ini sang pujaan hati pasti berada di kamar ini. Kami akan mengukir sejarah yang mampu menciptakan keindahan.Aku melihat jam dinding telah menunjukkan angka sebelas. Aku meraih ponsel dari saku celana lalu mengetik pesan untuk dikirimkan kepada Nayla. Mungkin saat ini ia sudah tidur. Semoga besok, ia membaca apa yang telah kukirimkan kepadanya.[Aku sudah ke rumah orang tuamu, Sayang. Aku berharap dapat membawa kamu pulang ke rumah orang tuaku. Tapi mereka bilang kamu nggak ada. Aku sedih karena tidak dapat bertemu dengan istriku. Kamu di mana, Sayang?]Setelah mengirimkan pesan kepada Nayla, aku pun meletakkan ponsel di nakas. Aku tetap memikirkan wanita itu hingga mata ini sulit untuk terpejam. Saat lamunan tetap mengarah kepada Nayla, tiba-tiba terdengar
🏵️🏵️🏵️ Aku tidak berhasil memejamkan mata tadi malam. Hati ini tidak tenang memikirkan Nayla yang belum tahu di mana keberadaannya. Aku segera menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuh. Hari ini, aku akan kembali ke rumah orang tua Nayla untuk mencari informasi. Setelah selesai mandi, aku pun bergegas ke meja makan untuk sarapan. Mami dan Papi telah menunggu kehadiranku. Aku menghempaskan tubuh ke kursi lalu mulai menikmati menu yang dihidangkan oleh asisten rumah tangga di rumah ini. “Apa rencana kamu hari ini, Yud?” Papi membuka pembicaraan. “Aku ingin mencari keberadaan Nayla, Pih.” Aku memberikan jawaban sambil mengunyah makanan. “Wajah kamu, kok, kelihatan nggak bersemangat?” tanya Mami sambil memperhatikan diriku. “Aku belum tidur dari semalam, Mih. Kepikiran Nayla terus. Bagaimana mungkin aku memejamkan mata, sedangkan aku tidak mengetahui di mana keberadaan istriku?” Aku menghentikan makan karena kembali memikirkan Nayla. “Mami ngerti, tapi kamu juga harus jaga keseh
🏵️🏵️🏵️ Waktu menunjukkan pukul 18.15 WIB, saatnya menjalankan kewajiban sebagai umat Islam. Setelah tinggal di rumah ini, aku baru menyadari betapa banyak dosa yang telah tercipta saat menjalin hubungan sebagai kekasih Mas Yuda. Aku terbuai dengan perhatian dan kasih sayang yang Mas Yuda tunjukkan hingga aku khilaf dan bersedia menyerahkan diri kepadanya. Aku dan laki-laki itu akhirnya melakukan hubungan yang belum pantas kami perbuat. Aku beranjak dari tempat tidur lalu membuka pintu dan mendapati Mas Yuda yang sedang duduk di depan pintu. Aku berusaha untuk kembali masuk kamar, tetapi ia meraih tanganku lalu menciumnya. Keadaan ini membuat hatiku sangat bimbang. “Sayang, jangan hindari aku. Aku nggak kuat dengan sikap kamu yang seperti ini. Aku ingin kita kembali bersama lagi.” Mas Yuda masih menggenggam tanganku. “Lepasin, Mas! Aku mau sholat.” Aku berusaha melepaskan diri dari laki-laki itu. “Kita sholat berjamaah, ya, Sayang. Aku imam untukmu dan calon anak kita.” Aku ter