"Truth or dare?"
"Dare!" Laki-laki itu menjawab dengan suara lantang.
"Wow! You're gentleman bro!" Decak kagum dari temannya itu membuat laki-laki yang sedang menenggak wine nya tersenyum devil.
"Yah! Aku bukan seorang pengecut! Katakan, apa tantangan nya!"
"Mudah. Bisakah kau menaklukkan DJ bar-bar itu?" Chris, si penantang mengarahkan matanya pada seorang DJ wanita yang sedang memutarkan musik klub.
"Hanya dia? Heh! Mudah bagiku. Apa imbalannya?"
"Saham ku 3% dan kapal pesiar Daniel yang terbaru."
"Hem…" Dia terlihat sedang mempertimbangkan apa yang diucapkan Chris.
"Oke. Deal!"
"Tapi, jadikan juga dia simpanan mu selama 2 bulan. Jika kamu berhasil aku akan menambah saham ku senilai 2%. Bagaimana?"
"Simpanan? CK! Aku terima itu!"
"Oke,oke. Kita Cheers untuk memberikan semangat kepada teman kita yaitu, Nicholas!" Kini Daniel bersuara.
Tiga gelas berisi minuman alkohol itu saling berdentingan. Lalu mereka meminumnya sampai tandas.
Sesekali mata tajam Nicholas melirik ke arah DJ wanita yang akan menjadi target tantangan yang diberikan oleh teman-temannya.
*Aku pasti bisa menaklukkan wanita itu. Dia bukan apa-apa bagiku!* Batinnya berucap.
Nicko duduk termenung di dapur. Dengan ditemani sebotol wine, Nicko mengingat kembali dimana di sebuah klub malam dirinya dan kedua temannya memainkan sebuah permainan truth or dare menggunakan botol wine yang telah habis untuk membuat putaran. Pada saat botol yang tengah berputar itu berhenti tepat di arahnya. Salah satu temannya bernama Chris memberikan dua pilihan tantangan. Antara truth or dare. Dan Nicko memilih dare. Tak disangka, dari sebuah permainan truth or dare ini akan membuat kehidupan Nicko berubah dari yang sebelumnya. Berawal dari sebuah tantangan yang akan membuat Nicko merasakan bagaimana perjalanan cinta yang sebenarnya.
Sekarang pukul dua belas malam. Nicko merasa lega, suara teriakan Adita sudah tidak bermunculan lagi. Pasti wanita cantik itu sudah tertidur karena kelelahan. Berteriak, memberontak dan mencaci maki Nicko. Sebelumnya, Nicko menyuruh sekretaris Vans untuk membelikan obat bius cair untuknya. Setelah sekretaris Vans datang Nicko langsung menyadap kamar Adita. Dia menambah beberapa titik kamera pengawas. Dan pengharum ruangan. Dengan cerdik, Nicko mencampurkan obat bius cair itu ke dalam cairan pengharum ruangan dengan komposisi yang telah disesuaikan. Tiga pengharum ruangan, Nicko taruh di kamar Adita. Dengan tata letak yang terpisah.
Cukup lama Nicko duduk dalam kesunyian malam. Sampai pukul dua dini hari Nicko memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Dia butuh istirahat dan pikiran yang jernih untuk mengahadapi kemarahan Adita besok pagi nanti. Yang pasti Nicko tau, Adita tak akan mudah mengampuni nya setelah dia tau bahwa dia hanyalah seorang wanita taruhan. Nicko tak mau gegabah dalam mengambil tindakan dan keputusan. Apapun yang terjadi nanti nya, Nicko tidak ingin menyakiti Adita ke sekian kalinya. Cukup hanya ini rasa sakit yang terakhir. Setelah itu Nicko akan meyakinkan kesungguhan perasaannya dan membuat wanita cantik nya bahagia.
Mentari pagi sudah menampakkan sinarnya. Burung-burung pun bersiul ria. Nicko mengerjapkan matanya. Dia melakukan perenggangan pada area lehernya yang kaku karena posisi tidurnya yang tidak benar. Biasanya, Nicko akan mengusel pada dada Adita jika dia akan tidur. Tapi, sekarang jangan harap Nicko bisa melakukan kegiatan rutinnya setiap kali akan tidur malam. Bisa-bisa dia terkena amukan Adita lagi nanti. Bahkan tak segan-segan Adita akan mematahkan tulang leher Nicko. Benar-benar menyeramkan. Membayangkan itu, Nicko menjadi tersenyum tak jelas. Apa menurut nya itu hal yang lucu?Gila memang Nicko sekarang.
Nicko melangkah pergi ke kamar mandi. Dia menyegarkan badannya dengan guyuran air dingin. Berharap masalah nya ini bisa terselesaikan dengan kepala dingin. Setelah selesai, Nicko segera berpakaian. Dan membuat sarapan pagi untuk nya dan Adita. Sambil membawa tab nya Nicko mengawasi gerak-gerik Adita. Ternyata wanita cantik sekaligus bar-bar itu masih tidur. Tak apa, Nicko tak akan mengganggu waktu istirahat Adita.
Nicko berharap setelah Adita bangun, wanita cantik nya bisa mendengarkan penjelasan dari dirinya. Syukur-syukur sih, Adita juga bisa mempercayai Nicko kembali. Nicko mengambil handphone nya. Disana ada dua panggilan masuk dari mommy Dewi. Nicko menebak pasti mommy Dewi ingin mengirimkan sarapan lagi kesini.
"Halo mom? Mommy jangan kirim sarapan lagi ke apartemen aku."
"Loh, kenapa?"
"Ehm … aku sudah memasak mom. Rugi nanti kalau makanan nya tidak habis."
"Oh begitu. Ya sudah tak apa."
"Maaf ya mom."
"Iya. Ya udah sarapan yang benar. Mommy tutup teleponnya ya."
Nicko kembali menyimpan handphone nya. "Maaf mom. Ini bukan waktu yang tepat mommy datang ke apartemen." Nicko bergumam sambil menatap kosong ke depan.
"Aku akan menyelesaikan masalahku sendiri mom. Aku tak akan melibatkan mom dan Daddy. Ini hidupku bukan hidup mom dan Daddy."
Nicko mencuci piring setelah dia menghabiskan sarapannya. Sekarang tinggal dia menghampiri Adita untuk memberikan sarapannya. Nicko mengecek keadaan Adita di kamar terlebih dahulu melalui tab nya. Nicko menyimpulkan mungkin Adita sedang ada di kamar mandi. Karena Nicko tidak melihat Adita dari sisi yang lain kamera pengawas nya.
Nicko menaruh nampan berisi sepiring sarapan bergizi dan segelas susu coklat hangat di meja. Nicko duduk sambil memperhatikan pintu kamar mandi.
Ceklek.
Adita membuka pintu, dia terperanjat kaget melihat Nicko yang sedang memperhatikannya dari sofa.
"Morning." Sapa Nicko sambil tersenyum lembut.
"Sedang apa kamu?!" Adita masih ketus dan judes dengan Nicko. Rasa sakit hatinya masih membekas di dada. Adita tak mau terperdaya oleh Nicko untuk kesekian kalinya.
"Aku bawa sarapan buat kamu. Ini udah siang loh. Ayo makan!"
"Pergi! Tinggalkan aku sendiri!" Adita masih berdiri terpaku di ambang pintu kamar mandi.
"Kalau aku tidak mau bagaimana?"
Adita membuang pandangannya asal. Dia muak melihat senyuman Nicko. "Kalau begitu. Biarkan aku yang pergi!"
Seketika senyum Nicko memudar. Dia menatap tajam Adita. "Jangan harap kamu bisa pergi dari sini!"
"Ouh. Apa masih ada tantangan lagi tuan Nicholas? Apa yang anda lakukan kepada saya selanjutnya, hah?" Adita melipat tangannya di dada. Dia menyenderkan tubuhnya di pintu. Adita menatap remeh Nicko.
"Ehm … apa jika saya tetap tinggal bersama anda. Anda akan mendapatkan gelar pangeran? Oh, atau raja?"
"Atau … penguasa dunia?"
Nicko bangkit dari duduknya. "Ya, benar sekali sayang. Aku akan menguasai dunia mu." Nicko tersenyum menggoda.
Dia berjalan menuju pintu kamar. "Aku akan meninggalkan mu. Makanlah dengan baik!" Nicko keluar dari kamar Adita.
"Argh … sial! Sial!" Umpat Adita kesal. Dia mengepalkan tangannya.
"Lihat saja nanti. Sampai mana kesabaran mu untuk terus mengurung ku disini!"
Sempat sekali si cacing perut berbunyi disaat dia sedang meluapkan kekesalannya. Adita memegang perutnya. "Apa kamu tidak bisa makan selama satu Minggu, cacing? Aku tak Sudi memakan pemberian laki-laki bajingan itu!"
Seolah menjawab. Perut Adita kembali berbunyi dengan diselingi rasa perih. Mungkinkah asam lambungnya naik?
"CK! Kau ini. Bahkan jika aku bisa, aku akan mencongkel mu dari dalam perut ku sekarang ini!" Akhirnya Adita menyantap makanan yang tersaji di meja.
Di dalam ruangan kerja Nicko. Dia tersenyum bahkan sempat tertawa melihat Adita yang sedang berbicara dengan cacing perutnya.
"Kenapa gaya bahasa mu seperti seorang psichopath sayang? Ahahaa … kalau kau mencongkel paksa cacing perut mu. Maka yang akan kau dapatkan ialah usus yang ada di perut mu itu." Nicko memegang keningnya sambil menggelengkan kepalanya. Dia merasa terhibur sekarang. Wanita nya benar-benar konyol jika dilihat dengan seksama.
Nicko mencari rekaman cctv kemarin malam. Dia ingin tau pasti bagaimana Adita bisa mendapatkan berkas penting pengalihan saham dan berkas kepemilikan kapal pesiar. Setelah mendapatkan, Nicko memutar nya. Dia menatap dengan seksama layar laptopnya.
"Rupanya ini memang kesalahanku. Kenapa aku begitu ceroboh? Harusnya aku taruh dulu berkas itu di ruangan kerjaku." Nicko menghela napasnya.
"Kalaupun aku tidak menaruh nya disitu. Pasti hal ini tidak akan terjadi." Nicko memejamkan matanya. Dia mencoba rileks untuk sejenak.
Di layar monitor laptop. Terlihat jelas sekali saat Adita sedang membersihkan debu-debu laci meja dan rak-rak. Dia tak sengaja menemukan berkas milik Nicko. Adita tak membacanya bahka dia berniat untuk menaruhnya di ruang kerja Nicko. Namun, karena Adita teledor. Dia menjatuhkan berkasnya, alhasil berkas itu terbuka Adita tak sengaja membaca isinya. Dan semuanya terungkap. Adita tau asal muasal Nicko si konglomerat muda yang secara tiba-tiba saja mendekati dirinya.
Di dalam kamar Adita.
Dia mendobrak paksa pintu kamarnya yang terkunci. Dia menendang kuat dengan kakinya bahkan menggebrak nya dengan sekuat tenaga. Adita tak putus asa. Dia memutar otaknya. Kali ini, matanya menangkap jendela di kamarnya. Adita segera menghampiri. Sayang seribu sayang. Jendela itu terdapat jeruji besi sehingga tak ada peluang Adita bisa keluar. Mustahil jika dia bisa melewati lubang mungil itu. Yang ada tubuhnya akan terjebak sana.
"Nicko benar-benar sialan! Apa gunanya aku sekarang? Dia bahkan sudah mendapatkan apa yang dia mau! Lalu, untuk apa aku terus disini?" Adita bergumam lemah.
"NICKO! LEPASKAN AKU! BAJINGAN KAU! AKU AKAN MEMBUNUHMU JIKA AKU BERHASIL KELUAR DARI SINI!" Adita berteriak kencang sampai memperlihatkan urat di lehernya.
"Aku akan membunuhmu! Keluarkan aku sekarang juga! Nicko!"
Bruakk!
Bruakk!
"Buka pintunya Nicko!" Adita terus menendang kencang pintu kamar. Adita sempat berpikir kalau dia mempunyai nomor kontak Hulk. Si tokoh Avengers favoritnya. Dia akan memanggilnya sekarang. Menyuruh Hulk itu melempar Nicko sejauh-jauhnya. Dan setelah itu mengeluarkan Adita dari kamar ini. Dengan sekali jentikan jari saja, pasti pintu kokoh ini akan jebol dengan mudahnya.
"NICKO! Sialan! Buka pintunya!"
Dari luar kamar Adita. Nicko mendekap tangannya. Dia bahkan menarik sudut bibirnya. Dia ingin tau sebesar apakah tenaga Adita.
"Di saat seperti ini. Tenaga mu seperti banteng yang sedang mengamuk. Tapi, saat aku telah memegang kendali atas tubuh mu. Kau bahkan seperti seorang kucing kecil. Malu-malu tapi mau."
"Buka pintunya Nicko! Aku akan membunuhmu! Buka pintunya!"
Nicko berdiri lebih dekat ke pintu. Dia berbicara dengan Adita. "Kau akan membunuhku sayang? Ah, kejam sekali." Suara Nicko sampai ke telinga Adita.
"Aku akan membunuhmu Nicko! Buka pintunya sialan!"
"Aku akan mencekikmu sampai wajahmu membiru!"
Tak sekalipun ada rasa takut di dalam diri Nicko. Dia telah merencanakan langkah selanjutnya. Semua sudah tersusun sedemikian rupa di otak cerdiknya. "Kau ingin keluar bukan? Tapi, dengan satu syarat!" "Apa syaratnya sialan?!" "Mudah. Hanya perlu kamu patuh pada ku. Itu saja." "Apa maumu hah?!" Ternyata Adita masih terbakar amarah. Nicko tak gentar melaksanakan rencananya. "Aku akan mengatakan sesuatu padamu. Ini penting Adita!" Sejenak, Nicko tidak mendengar suara Adita. Apakah wanitanya baik-baik saja di dalam? Seketika pikiran Nicko menjadi kalang kabut. Dia memasukkan kunci di knock pintu. Bersamaan dengan Adita mulai bersuara lagi. "Baiklah. Tapi, buka kan pintu ini terlebih dahulu." Nicko memutar kunci pintu. Dia membuka pintu dengan perlahan dan. Bruakk! Adita menendang pintu dengan keras. Sampai Nicko jatuh terpelanting ke lantai. Dengan cepat Adita berlari keluar kamar meninggalkan Nicko yang tersungkur di lantai. "Sialan kau Adita!" Nicko segera bangun. Dia
Nicko melihat tubuh Adita yang sudah sangat memprihatinkan. Bagaimana seluruh tubuh indah itu terdapat tanda kepemilikan di mana-mana. Malam ini, Nicko dan Adita bertarung hawa nafsu dengan dahsyat. Nicko tidak bisa mengelak. Dia juga terhanyut dalam suasana intim ini. Adita yang sangat ganas menyerang Nicko membuat laki-laki itu, sulit untuk menghindar. Nicko tau, ini merupakan pengaruh dari obat perangsang gairah yang Adita minum. Tapi, yang masih menjadi pertanyaan di pikiran Nicko. Bagaimana bisa wanita nya mendapatkan obat seperti itu? Apakah Adita membelinya? Tapi, kapan? Bukankah selama tiga hari berturut-turut Adita dikurung di sini? "Aku akan mengecek lagi rekaman kamera pengawas." Nicko segera memakaikan piyama tidur Adita. Setelah itu, dia pergi dari sana. Nicko segera membersihkan tubuhnya. Dia melakukan semua kegiatan rutinitas nya dengan sangat kompeten dan ulet. Sekarang, Nicko berada di ruang kerja pribadi miliknya. Jari-jarinya yang terampil menekan keyboard laptop d
Adita melihat tubuh Nicko tersungkur di lantai kamarnya. Laki-laki itu sepertinya tidak merasakan kesakitan. Secepatnya Nicko berdiri. Dia menatap wajah Adita dengan sangat tajam. Bersamaan dengan itu, Adita menjadi salah tingkah. Apakah Nicko akan memarahinya? "Ehm … aku minta maaf Nicko. Aku, tidak sengaja tadi." Adita berkata dengan suara yang pelan. Setelah itu dia menundukkan kepalanya. "Kau tau apa yang telah kau lakukan sayang?" Nicko melipat tangannya di dada. "I-iya. Aku tau Nicko. Aku meminta maaf padamu. Aku tau aku salah. Aku telah lancang terhadap mu." "Bukan yang itu sayang." Nicko mencondongkan tubuhnya ke depan. Dia memegang dagu Adita. "Ini perihal kemarin malam. Apa yang kamu lakukan? Hem?" Suara Nicko yang terdengar halus namun penuh dengan rasa intimidasi. Membuat Adita menelan ludahnya dengan susah payah. "A-aku hanya mandi saja. Aku … merasa kepanasan." "Yakin seperti itu? Kamu tidak mencoba untuk membohongi ku kan, sayang?" Deg! *Membohongi? Se
"Nicko angkat dulu handphone mu ini!" Adita semakin cemas. Dia masih belum siap untuk berurusan dengan keluarga Alexander's. Nicko menyenderkan tubuhnya. Dia menghembuskan napas malasnya. Jari nya menggeser tombol hijau di layar handphone. Dan langsung terlihat wajah Naila dari layar. "Naila?" Nicko terkaget. Kenapa adiknya memakai handphone mommy Dewi untuk menelepon nya? Apalagi ini adalah panggilan video. Jarang sekali Naila melakukan nya dengan Nicko. Mereka memang sering kali tidak rukun. Hanya bertengkar dan bertengkar setiap harinya di mansion Alexander's. "Kamu kenapa pakai handphone mommy? Dimana mommy?" "Kakak jadi ikut ke Bali tidak? Besok kita akan berangkat." Adita membekap mulutnya. Dia sepertinya mengenali suara itu. Tapi Adita tidak mengingat nya sama sekali. "Mommy sedang membantu Daddy mencari sesuatu. Aku sedang berkemas kak. Mommy yang menyuruh aku menelepon kakak." *Pasti Daddy lupa menaruh pengaman rudalnya. Aku yakin, daddy dan mommy akan kemba
Waktu terus berjalan. Sekarang, matahari sudah tepat berada di tengah-tengah. Tanpa condong ke kiri ataupun ke barat. Cahaya panas matahari pun semakin terik. Sejak pagi, Adita masih berada di dalam kamarnya. Tak sedikitpun dia berkeinginan untuk keluar. Hanya berbaring, berguling dan jungkir balik. Sampai pada akhirnya kram perut nya datang membuat Adita diam tak berkutik. Rasa sakitnya melampaui penderitaan dirinya. Kram perut akibat bawaan dari menstruasi. Adita memegangi perutnya dengan erat. Tubuhnya berbaring meringkuk di atas kasur guna mengurangi nyeri yang ada. Keringat dingin pun tak henti-hentinya keluar dari dahi Adita. Wanita itu benar-benar menahan rasa nyerinya. Di tempat lain. Perusahaan Alexander's group tepatnya. Nicko menyenderkan tubuhnya di kursi jabatan nya. Dia merenggangkan otot lehernya yang sedikit pegal karena terus-menerus menatap layar laptop sejak pagi. Dia melihat jam tangannya. "Em, Pukul 12 siang." Dia bergumam. "Apa Adita sudah makan? Apa y
"Aaahhh …" Adita tidak sengaja mendesah kuat. Dia belum menyadari kalau Nicko sedang menatapnya dengan penuh tanda tanya akibat suara sensual nya yang dia keluarkan begitu saja. Nicko tersenyum. Dia sudah mengerti sekarang. Dengan gerakan yang dapat membangkitkan gairah Adita, Nicko mengusap paha Adita yang hanya memakai hot pants berwarna hitam. Lidahnya kembali menyapu perut Adita. Lagi-lagi Adita mendesah kuat tanpa sadar. *Disaat kau sedang kedatangan tamu bulanan seperti ini, kamu justru semakin menggoda Adita. Sialan!! Apa yang harus aku lakukan?!* Nicko memejamkan matanya. Sambil melakukan tugasnya meringankan sakit perut Adita, dia juga mendengarkan sahutan suara sensual Adita yang sedari tadi keluar masuk telinga nya. Sudah dipastikan telinga Nicko memerah sekarang. Tak henti-hentinya jakun Nicko naik dan turun. *Damn! Aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi! Kau sungguh menggoda Adita!* Nicko beralih mengurung Adita di bawah kungkungan nya. Dia melihat mata Adita
Setelah kegiatan yang cukup panas, Adita akhirnya kembali terlelap dalam keadaan tanpa mengenakan busana atasan. Dia tertidur di dalam pelukan hangat Nicko. Skin to skin tadi membuat Adita mengeluarkan tenaganya untuk menahan gejolak hasrat yang sudah menggebu-gebu. Dan pada akhirnya Nicko mengakhiri menggoda Adita. Puncaknya mereka masuk ke dalam alam mimpi sambil berpelukan mesra. Tak terasa, waktu terus berjalan. Matahari pun mulai menggelap. Berganti dengan cahaya rembulan. Perlahan sepasang mata dengan bulu mata lentik hitam mulai terbuka. Alisnya menaut menstabilkan cahaya redup yang baru saja ia lihat. "Kenapa gelap seperti ini?" Nicko menggeser tangannya yang menjadi bantal Adita. Wanita cantik itu masih terlelap. Nicko merilekskan tangannya yang sedikit kaku. Setelah itu, dia berjalan untuk menyalakan lampu kamar. Dia juga menutup jendela kamar. Agar angin malam tidak masuk begitu saja. Nicko duduk di tepi ranjang. Dia membelai rambut panjang Adita. Nicko mendekatkan wa
Keesokan harinya, semua aktivitas Adita dan Nicko kembali berjalan seperti biasa. Adita yang menjahili Nicko dengan cara yang tak lazim membuat Nicko harus menyingkirkan jauh-jauh fantasi liar nya. Tak mungkin Nicko akan menerjang Adita begitu saja. Wanita itu masih dalam zona datang bulan nya. Nicko harus menunggu sekitar lima hari lagi. Setelah itu, dia akan menggempur tubuh Adita habis-habisan. Sebagai akibat balasan telah berani menantang Nicko dengan mini dress nya. Sekarang, Nicko sedang duduk di sofa sambil memangku laptopnya. Kedua mata nya dengan tajam dan fokus menatap layar laptop. Kacamata anti radiasi UV laptop bertengger gagah di hidung mancung Nicko. Dari lantai atas, Adita menatap dirinya di cermin. Tubuhnya berputar membuat dress nya tersingkap ke atas. Seolah-olah terbang. Flounce dress of shoulder yang berwarna putih sedikit menerawang itu melekat indah di tubuh Adita yang proporsional. Adita menyemprotkan sedikit parfum. Lalu berjalan keluar kamar. Kakinya men