Share

 DO IT PROPERLY
DO IT PROPERLY
Author: Melodearose

Prolog

“Melliatre, bukankah ini hari yang cerah untuk mengunjungi Ayah?”

Hari yang cerah di tanah pesisir seperti New Orleans. Angin berembus dengan lembut, hiruk-pikuk kota pelabuhan yang biasa ia dengar setiap harinya tak membuat kriteria ‘cuaca sempurna’ yang ada di pikirannya jadi hilang. Sembari menggendong kucingnya yang bernama Melliatre, Ascian tampak sangat menikmati suasana itu kendati kota tak setenang yang ia pinta.

Dia hanya sedang merasa suasana hatinya sangat baik pagi ini.

Jika ingin mengunjungi mereka yang sudah mati, lebih baik memilih hari yang cerah. Begitu prinsip yang Ascian Vade Bellion pegang selama ini. Kehilangan sang ayah di usia muda saja sudah membuatnya berduka, ia tak mau cuaca yang buruk mengingatkannya akan luka lama kalau saja dia ingin bertandang mengunjungi makam ayahnya. Karena itu, hari ini benar-benar cerah dan pas untuk menjenguk bagi Ascian.

Namun, siapa sangka? Ketika sedang memikirkan hal-hal yang biasa ia renungkan, Ascian dikejutkan oleh kehadiran seorang gadis berambut hitam panjang dengan poni pagar yang tiba-tiba saja menghampirinya. Gadis itu menggenggam tangannya dan mengajaknya berlari, entah untuk apa dan tanpa sadar Ascian turuti.

Seperti sudah diberi firasat, setelah ia ikut melangkah, tak berselang lama sebuah mobil truk sayur datang dan menabrak bangunan di dekatnya dengan keras.

Suara benturan yang keras memecah kedamaian pagi yang cerah itu. Suara kaca yang pecah menambah ramai suasana. Sesaat setelah kecelakaan itu terjadi, terdengar suara orang-orang mulai mendekat dan berkerumun di dekatnya terbaring. Ascian tidak tahu apa yang terjadi setelah itu, karena begitu ia terjatuh dengan keras ke sisi trotoar, kesadarannya perlahan-lahan hilang. Dia memejamkan matanya yang terasa berat, dan semua menghitam.

Setidaknya itu adalah beberapa hal yang berhasil Ascian ingat setelah ia terbangun di sebuah ruangan rumah sakit dengan tiga orang asing berada di ruangan yang sama dengannya.

Mereka dari The Heatens, Ascian tahu nama itu. Sebuah kelompok mafia terbesar di Baton Rogue yang akhir-akhir ini sering berseteru dengan kelompok mafia yang ibunya pimpin, Little Boy.

Hari itu masih cerah sampai sore menjelang, dan rasa sakit kepala Ascian masih bertahan. Tapi ketiga orang itu terus mengatakan kalimat tak masuk akal dan memusingkan. Yang lebih tidak bisa Ascian cerna dengan baik, adalah ketika satu-satunya gadis yang berada di sana dan bernama Naniana Kradse itu, mengatakan kalau ia datang untuk melakukan negosiasi dengan Ascian.

“Negosiasi? Denganku?” tanya Ascian. Raut wajahnya sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan atas apa yang Naniana bahas. Jika tidak mengingat kalau Ascian adalah pion penting dalam pemecahan masalah ini, Naniana sudah pasti menghajarnya sejak tadi. Apalagi ketika Ascian menambahkan kata-katanya. “Aku sama sekali tidak tertarik.”

Naniana tampak berada di ujung kesabarannya. Dia melihat ke langit-langit ruangan, berusaha meluapkan segala amarahnya agar tak mengamuk di tempat ini.

“Tuan Muda Ascian, aku juga sama sekali tidak tertarik untuk menjadi kekasihmu. Tapi semua ini aku lakukan untuk keamanan kel—”

“Tunggu!” Ascian menyela, membuat Naniana spontan menyadari kesalahannya. “Apa maksudmu dengan ‘menjadi kekasihku’?” Gadis itu berdecih samar, dia baru saja keceplosan. Kendati itu adalah hal yang pasti akan ia katakan nanti, tapi tidak tepat sekali kalau mengatakannya di detik-detik ini. Tentu saja Jay dan Jake yang duduk di belakangnya, berpikir hal yang sama.

Tapi apa mau dikata? Nasi sudah menjadi bubur. Ketimbang membuang bubur yang sudah jadi, Naniana hanya perlu menghiasnya sedikit agar bubur itu dapat diterima target tujuannya. “Iya ...,” ucapnya, menempelkan telunjuk ke dahi sembari menutup mata, “negosiasi yang aku maksud itu memang tentang kesepakatan kita agar kau bersedia untuk menjadi, ah tidak, kau memang harus melakukannya. Kau harus menjadi kekasihku!”

Naniana berkata dengan tegas dan yakin, tapi memang hal yang ia katakan bisa Ascian terima dengan mudah? Tentu saja itu akan menjadi keheranan besar bagi Ascian Vade Bellion sampai dahi pemuda itu mengerut tajam.

“Omong kosong apa ini?”

Ascian tidak menyangka kalau paginya yang damai akan berakhir di tempat ini, dan suasana hati yang baik itu akan jadi sekesal ini.

-Bersambung-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status