“Auch!”pekik Pak Atmo kesakitan. Ternyata kesaktian yang dipunyainya beberapa saat tadi langsung menghilang begitu pasukan pocong hancur.“Pak, kenapa kemari?” Terdengar suara Nikita tanpa wujud.Pak Atmo mengedarkan pandangan guna mencari keberadaan putrinya dengan meringis kesakitan.“Nduk, Bapak mau menolong Bu Silvia,”ucap Pak Atmo lirih.“Buka telinga Bapak. Biar aku obati.”Pak Atmo segera membuka kedua telapak tangan dan embusan angin sedingin es langsung masuk gendang telinga. Pria tua ini merasakan sensasi isis dan perih mirip terkena tetesan cairan alkohol.Beberapa saat menahan rasa tidak nyaman dan akhirnya terasa enteng di telinga. Pak Atmo merasa kuping telinga normal kembali dan tidak nyeri lagi.“Telinga Bapak sudah sembuh, Nduk,”ujar Pak Atmo dengan rona bahagia menyelimuti wajahnya.“Ya, udah. Bapak pulang saja! Biar aku yang urus Bu Silvia.” Terdengar suara Nikita masih tanpa wujud.Pak Atmo pun gegas beranjak pergi. Pria ini menyadari kekuatan fisiknya telah banyak
Galang terdiam untuk beberapa saat. Dia mempertimbangkan permintaan gadis itu. Bukan karena parasnya. Namun, karena rasa iseng akibat sudah lama tak ada teman kencan, sekaligus penasaran. "Tolong, Mas ...." Nadia kembali meminta, kali ini dengan emoticon menangis di ujung chatnya.Akhirnya Galang menuruti keinginan gadis itu, lalu mereka janji ketemu di kafe ini. Galang menatap wajah manis itu lekat. Hingga Nadia Resti Putri sedikit salah tingkah di atas sofa yang didudukinya. "Mau minta tolong apa?"tanya Galang dengan suara dibuat selembut mungkin."Nanti sehabis dari sini, boleh, gak, minta antar ke kamar mayat?"Nadia membalas sembari tersenyum menggoda.Indra penciuman Galang mengendus bau harum bunga melati bercampur anyir darah. Pria ini mencari sumber bau tersebut dan ada di sekitar Nadia. Namun, si pria mengabaikan itu. Bahkan bulu kuduk yang mulai meremang pun tidak dihiraukannya. Dia telah terbuai oleh paras cantik dan perilaku manis Nadia."Emang mau ngapain, ke kamar ma
"Khilaf? Hi hi hi hi! Sekarang, waktunya kau temani aku di liang lahat."Udara mendadak berubah menjadi sangat dingin, seolah ingin membekukan apa pun yang dilewatinya. Jangkrik dan binatang malam lain pun enggan bersuara. Hanya burung gagak yang terdengar bersahut-sahutan.Galang beringsut ke belakang menggunakan tangannya Dia merapatkankan tubuh ke dinding sambil bergeser hendak keluar kamar. Suara gesekan dedaunan yang diterpa angin membuat hati semakin ciut. Belum lagi aroma busuk bercampur wangi bunga melati yang menguar.Nikita tertawa melengking, lalu dengan cepat tangannya yang berkuku tajam mengoyak dada pria yang telah pucat pasi tersebut. Jemari tangan Nikita dengan kuku-kuku panjang mengeluarkan jantung Galang. Kemudian, jantung berlumur darah segar dijejalkan ke dalam mulut Galang.Mata lelaki itu terbelalak dan tubuhnya kejang beberapa saat. Kemudian tubuh itu pun diam tak bergerak dan langsung kaku. Beberapa waktu kemudian, ibunya mendatangi kamar Galang. Teriakan histe
Wanita sosialita tersebut telah terbebas nyawanya dari ikatan gaib milik Pak Kades. Dia telah jadi pengikut Nyi Dhiwot seperti dirinya. Kini, Pak Atmo bisa berjalan lebih tegap seperti tenaga pria muda setelah melakukan ritual khusus dengan Bu Silvia semalam di puncak Bukit Bajul tepat di bawah sinar terang bulan purnama. Sejak Pak Atmo jadi pengikut aliran sesat, dirinya mempunyai perilaku lebih liar daripada sebelumnya. Dalam tubuhnya telah bersemanyam jiwa lain, yaitu makhluk tak kasat mata yang merupakan kepercayaan Nyi Dhiwot. Kekuatan pemikat wanita melekat pada semua sendi tubuhnya, terutama bagian mata, bibir dan area vitalnya. Dalam beberapa hari ke depan, pria tua ini telah siap meminang janda mati Pak Kades dalam ijab kabul sederhana. Mayat seorang sekuriti telah berhasil menggantikan posisi Pak Kades. Mayat dalam wujud Pak Kades ditemukan tergeletak di pinggir hutan. Istrinya yang telah merasa tersakiti oleh perilaku bejat Pak Kades, bisa bernapas lega karena lepas dari i
"Ya ampun, Maaas. Aku pikir kamu pingsan, diapa-apain sama Fatimah, tahu ngga?!"Dahlan perlahan duduk, punggungnya bersandar ke dinding lalu ia memakai kaosnya kembali. "Fatimah orang baik. Kita gak boleh jahat padanya.""Tapi, tadi aku denger raung kesakitan kamu. Aku langsung mencarimu ke dapur karena suara berasal dari sana," ujar Nur. Dahlan tersenyum menyeringai dan itu membuat bulu kuduk Nur meremang. Wajah Dahlan tampak pucat pasi. Dia menatap istrinya tanpa ekspresi. Nur merasakan suatu keanehan dari sikap suaminya yang tidak seperti biasanya. Dia pun mengulang permintaan suaminya kembali. "Benar minta ayam mentah?"Dahlan pun mengangguk tanpa ragu. "Buruan bawa sini!"Nur menatap suaminya dengan hati bimbang, tetapi tetap patuh karena takut pada pandangan Dahlan yang menghunjam. Wanita ini beranjak meninggalkan kamar dan pergi keluar rumah. Namun tanpa disangka-sangka olehnya, Fatimah telah datang menghampiri dengan seekor ayam cemani hitam mulus di tangan."Ini ayam untuk B
"Nduk, ada suruhan orang kaya mencarimu,"ucap ibu mertua kepada Nur."Siapa, Bu?" Nur berucap dengan terbata-bata."Coba kamu lihat dulu. Sini, Ibu bantu kamu jalan,"balas ibu mertuanya lalu memapah Nur.Kedua wanita ini berjalan beriringan menuju ruang tamu. Namun ternyata orang yang dimaksud oleh ibu mertuanya tidak ada di sana."Ke mana orang tadi?" Ibu mertuanya celingukan. "Kamu duduk sini dulu."Setelah Nur duduk di kursi, wanita tua tersebut berjalan ke arah teras. Tamu yang dicarinya tetap saja tidak ditemukan. Di saat bersamaan, Nur mendengar suara raungan suaminya dari arah dapur. Wanita ini mencoba bangkit dengan hati-hati lalu melangkah perlahan menuju dapur.Sesampai di dapur Nur tidak melihat apa-apa. Wanita ini bingung karena sedari dia siuman tidak melihat Dahlan dan sekarang tiba-tiba mendengar raungan kesakitannya. Dia berjalan pelan-pelan menuju kamar dan benar saja, dia melihat Dahlan sedang duduk. Punggungnya bersandar ke dinding dan sedang memakai kaosnya. "Fatima
"Siapa kamu? Pergiii!"teriak Nur dengan kedua kaki gemetar karena takut."Aku, Nikita yang kalian culik. Karena ulah kalian itu pula, aku mati pendarahan. Anakku haus darah kalian. Hi hi hi hi!""Ka-Kamu? P-Per-gi!"teriak Nur sambil berusaha lari. Kedua kakinya telah dipegangi oleh sepasang tangan mungil bayi bertaring tajam dengan mulut mendesis serupa ular.***Tok! Tok! Tok!"Pak!"Sebentar ucap saat mau dari arah dapur menuju kamar lalu membuka daun jendela."Ada apa, Nduk?"tanya Pak Atmo kepada Nikita yang pakai kerudung karena tidak berani kena sinar matahari. Saat ini jam menunjukkan pukul lima pagi. Fajar masih mengintip dari ujung cakrawala."Aku telah dapat darah satu orang, Pak, buat ritual untukku," ucap Nikita terdengar samar-samar."Energimu hampir habis, Nduk. Istirahatlah! Nanti bapak panggil saat semua telah siap," ujar Pak Atmo sambil memandang perwujudan putrinya yang hampir lenyap."Baik, Pak." Nikita pun menghilang bersama desiran angin pag."Tok! Tok! Tok!"Assa
Rudi bertekat akan ada di desa tersebut sampai beberapa waktu. Dia akan menyelidiki kasus kerabatnya serta mencari bukti-bukti untuk dilaporkan ke polisi. Keberadaan Rudi di kampung, tentu saja telah diketahui oleh Nikita. Arwah penasaran wanita cantik ini akan memberi kejutan terhadap pria dari kota tersebut. Nikita tidak akan membunuh orang yang tidak bersalah. Namun, dirinya akan melakukan keisengan terhadap Rudi dan berharap agar pria tersebut akan buru-buru kembali ke kota."Tempat kamu ada di kota. Dan gak seharusnya sampe ikut campur dengan urusanku,"ucap Nikita di telinga Rudi."Suara siapa ini?"tanya Rudi sambil memegang tengkuk yang mulai merinding. Pria ini celingukan ke kanan dan ke kiri."Pulanglah, kalau masih ingin hidup!"seru Nikita di telinga Rudi. Tiba-tiba angin dingin berembus kencang mengempaskan tubuh pria tersebut hingga tersungkur di tanah. Rudi bangkit dari tanah. Kedua lutut dan sikunya lecet dan terasa perih. Dia mengusap sebentar lutut dan sikunya untuk m