Beranda / Romansa / DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER / 5. Pengkhianatan Keluarga Sendiri

Share

5. Pengkhianatan Keluarga Sendiri

last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-21 17:24:38

Liana membuka pintu apartemennya dengan tubuh lelah dan pikiran yang masih dipenuhi bayangan Antonio. Namun, sesaat sebelum bisa melepas sepatunya—

"Kak!"

Suara itu membuatnya kaget. Di sofa kecilnya, Emilia Hart—adiknya yang berusia 19 tahun—duduk dengan wajah pucat dan mata berkaca-kaca. Rambut pirangnya yang biasanya ditata rapi kini kusut, dan baju klub malam yang masih melekat di tubuhnya mengisyaratkan bahwa dia baru saja pulang kerja.

"Emi? Apa yang kau lakukan di sini?"

Emilia menggigit bibir bawahnya, tangan gemetar memegang segelas air yang hampir tumpah. "Aku butuh uang, Kak."

Liana menghela napas panjang, melemparkan tas kerjanya ke kursi. "Untuk apa lagi? Bulan kemarin bukannya sudah aku berikan setengah tabunganku?"

"Ini berbeda—"

"Untuk menghidupi priamu lagi?!" Liana memotong, suaranya meninggi. "Leon itu sampah, Emi! Dia hanya memanfaatkanmu!"

Emilia menunduk, tapi yang keluar dari mulutnya berikutnya membuat Liana membeku.

"Aku... aku hamil, Kak." Suara kecilnya pecah. "Kalau Leon tidak aku beri uang, dia akan pergi meninggalkanku."

Ruang tamu yang sempit tiba-tiba terasa pengap.

Liana menatap adiknya—gadis yang dulu selalu mengikutinya ke mana pun, yang dulu bercita-cita jadi dokter seperti kakaknya—sekarang hancur oleh pilihan hidupnya sendiri.

"Sudah aku bilang dari dulu," Liana berusaha menenangkan suaranya yang gemetar, "Kuliah saja yang benar, malah kerja nggak jelas!"

Emilia mengangkat wajahnya, air mata mengalir deras. "Aku tidak secerdas kau, Kak! Hidup tidak semudah itu!"

Liana memejamkan mata. Dia lelah. Lelah dengan tuntutan pekerjaan. Lelah dengan ancaman Antonio. Dan sekarang, lelah dengan drama keluarga yang tak pernah berakhir.

"Kamu sudah memilih hidupmu," katanya akhirnya, suara hampa. "Maka jalani dengan caramu. Aku memang kakakmu, tapi tidak seharusnya menanggung hidupmu yang kacau dari dulu."

Emilia terisak, tapi Liana sudah berbalik menuju kamarnya.

Di balik pintu yang tertutup, Liana menatap kartu nama hitam Antonio yang tanpa sadar masih tergenggam di tangannya.

Dunia menuntutnya terlalu banyak.

Dan mungkin... hanya di pelukan pria itu, dia bisa sesaat melupakan segalanya.

"Kak, aku benar-benar butuh uang," rengek Emilia, suaranya pecah seperti anak kecil ketakutan. "Daddy kalah judi... Kalau tidak bisa membayar hutangnya, aku akan diberikan pada Tuan Blanco!"

Liana yang baru saja hendak masuk kamar berhenti di ambang pintu. Tulang punggungnya mendadak dingin.

Tuan Blanco.

Nama yang bahkan membuat para perawat di RS. St. Maria berbisik ketakutan.

"Kalau masalah Leon, aku masih bisa atasi," tambah Emilia cepat, melihat perubahan ekspresi kakaknya.

Liana memutar badan, matanya menyala-nyala. "Ini terakhir kali aku membantu," desisnya, "Dan tinggalkan Leon. Tinggalkan juga Daddy!"

Jarinya menari-nari di layar ponsel. Semua tabungan terakhirnya—uang yang seharusnya untuk biaya sertifikasi dokter spesialis—melayang dalam satu transfer.

Ding!

Notifikasi M-banking berbunyi di ponsel Emilia.

"Terima kasih, Kak! Aku pulang ya," gadis itu langsung beranjak, wajahnya cerah seolah badai telah berlalu.

Liana menangkap pergelangan tangan adiknya.

"Emilia," suaranya lebih kasar dari yang dia rencanakan, "Jangan lupa periksa ke dokter. Usiamu belum genap 20 tahun!"

Emilia hanya melengos. "Ah, dokter mana yang mau peduli pada pelayan klub seperti aku?"

Pintu apartemen tertutup dengan keras.

Dan Liana berdiri sendirian.

Baru saja mau mandi, pintu apartemen digedor kencang, Liana terpaksa menunda mandinya dan membuka pintu. Didepan pintu berdiri dua pria dengan penampilan menakutkan.

“Siapa kalian?” tanya Liana

“Kami utusa Tuan Blanco, mau menjemput anda,” jawab salah satu dari mereka.

“Untuk urusan apa?” tanya Liana.

“Ayah anda, Tuan Ricard Hart sudah menjaminkan tubuh anda sebagai penebus hutang-hutang judinya,”

Liana berdiri kaku di depan pintu, tangannya masih mencengkeram gagang pintu erat-erat. Udara dingin dari luar menyelinap masuk, tapi yang membuatnya menggigil adalah kata-kata pria itu.

Ayahku menjaminkan tubuhku?

"Kalian salah orang," Liana bergumam, mencoba menutup pintu.

Tapi salah satu pria dengan cepat menyelipkan sepatunya, menghalangi pintu. "Kami punya dokumennya, Nona. Tandatangan ayah Anda sendiri."

Dia mengeluarkan selembar kertas dari saku jasnya—surat perjanjian dengan cap merah darah di bagian bawah. Liana mengenali coretan tangan ayahnya yang berantakan.

Jantungnya berdegup kencang. Demi apa ayahku tega melakukan ini?

"Tuan Blanco tidak suka ditunggu," kata pria kedua dengan suara datar. Matanya kosong, seperti robot yang hanya menjalankan perintah.

Tiba-tiba, ingatannya melesat ke beberapa jam sebelumnya—Emilia yang merengek minta uang, air matanya yang meleleh, "Daddy kalah judi... Aku akan diberikan pada Tuan Blanco!"

Tapi sekarang...

"Ayahmu menjaminkan tubuhmu."

Artinya, Emilia tahu. Bahkan mungkin, dia terlibat.

Uang yang Liana kirimkan—tabungan terakhirnya—bukan untuk menebus hutang. Itu hanya tipuan.

Mereka bekerja sama.

"Aku tidak mau ikut," kata Liana, langkahnya mundur perlahan. Dadanya berdegup kencang, tangan menggenggam erat tepian meja di belakangnya.

Salah satu pria itu menyeringai, gigi kuningnya terlihat. "Tuan Blanco tidak menerima bayaran dalam bentuk uang, nona. Dia hanya mau satu hal—tubuhmu."

Liana merasakan tenggorokannya kering. "Tidak bisa seperti itu! Ini tidak masuk akal!"

Pria kedua mengeluarkan pisau saku, memainkannya di antara jari-jarinya dengan lihai. "Kami cuma menjalankan perintah. Jangan buat susah."

"Jangan macam-macam kalian!" Liana menjerit, meraih vas bunga di dekatnya dan melemparkannya ke arah mereka.

Tapi mereka terlalu cepat.

Salah satu menangkap lengannya dengan cengkeraman besi, sementara yang lain menekan sapu tangan basah ke hidung dan mulutnya. Bau kloroform menyengat.

"Ngggh—!"

Liana menggeliat, mencakar, tapi dunia di sekelilingnya mulai kabur. Suara tawa mereka bergema seperti dari ujung terowongan yang panjang.

"Ya Tuhan... Aku harus bisa keluar dari semua ini..."

Kepalanya berdenyut-denyut. Dingin.

Liana mengerang perlahan, mencoba membuka mata. Cahaya lampu temaram menyilaukannya.

Di mana... aku?

Lantai di bawahnya terasa keras, dingin—beton. Tangannya terikat di belakang punggung dengan tali plastik yang menggigit kulit. Bau disinfektan dan logam basah memenuhi hidungnya.

RSJ? Gudang?

Suara langkah kaki mendekat.

"Ah, akhirnya bangun."

Liana mengangkat kepala. Seorang pria bertubuh besar berdiri di hadapannya, wajahnya tertutup bayangan. Tapi matanya—sepasang mata hitam tanpa emosi—membuat darahnya beku.

Blanco Rivaldey

"Kamu lebih cantik daripada di foto," bisiknya, jarinya yang dingin menyentuh dagu Liana. "Ayahmu benar-benar menjual mutiara dengan harga sampah."

Liana menarik napas dalam-dalam. Harus tenang. Cari celah.

"Berapa hutangnya?" suaranya lebih stabil dari yang dia duga. "Aku bisa membayarnya. Dengan bunga."

Blanco tertawa, suaranya seperti gergaji besi. "Kamu pikir ini transaksi bank, nona? Hutang darah dibayar darah. Hutang daging, dibayar daging."

Dia memberi isyarat pada seseorang di belakangnya.

Pintu besi terbuka.

Dan Liana melihat Emilia berdiri di sana—wajahnya pucat, tangan gemetar memegang segelas whiskey.

"Maaf, Kak..."

Liana merasa dunia runtuh.

Tangan Blanco mencengkeram kerah kemeja Liana.

"Ssst... jangan berisik," bisiknya, napasnya berat menguar bau alkohol dan tembakau busuk.

CRACK!

Kancing-kancing kemeja itu terlempar ke lantai, satu per satu, seperti tetesan air mata yang pecah.

Liana menggigil hebat, kulitnya merinding terkena udara dingin gudang.

"Tidak—JANGAN!" teriaknya, meronta dengan sekuat tenaga. Tapi tali plastik itu semakin mengiris pergelangan tangannya, meninggalkan goresan merah.

Blanco tertawa, jarinya yang kasar menyusuri bahu Liana yang terbuka. "Kau lebih manis dari yang kubayangkan."

Dari sudut ruangan, Emilia menunduk, tangannya menutup mulut. Tapi dia tidak bergerak. Tidak berusaha membantu.

Pengkhianat.

Liana memejamkan mata, air panas mengalir deras di pipinya.

Antonio... Tolong aku.

Tangan Blanco mencengkeram bagian dada Liana dengan kasar, jari-jarinya seperti besi panas yang mencoba mencetak kepemilikan.

"Siapa yang sudah pernah menyentuh ini?" desisnya, napas beratnya menguar bau rokok murahan dan kebusukan. "Kekasihmu? Atau mungkin dokter-dokter nakal di rumah sakitmu?"

Liana menahan rintihan, matanya berkaca-kaca tapi tidak menunduk.

"Antonio Valentino," dia berdesis, suaranya seperti pisau dingin yang menusuk kegelapan.

Seketika, seluruh ruangan membeku.

"Bohong!" Blanco menggeram, suaranya melengking seperti logam tergores. "Tidak sembarang orang bisa mengenal Antonio Valentino!"

Sebelum Liana sempat bereaksi, tangan besar Blanco mencengkeram pergelangan kakinya dan—

RRIP!

Suara kain robek menggema di ruangan itu.

Udara dingin langsung menyapu kulitnya yang terbuka. Kini Liana hanya terbungkus dalam setengah pakaian dalam, tubuhnya menggigil bukan hanya karena dingin, tapi juga rasa hina yang membakar.

"Lihatlah ini," Blanco mendesis, matanya menyapu tubuh Liana dengan pandangan menjijikkan. "Antonio Valentino mau memakai barang bekas seperti kau?"

Dari sudut ruangan, Emilia menjerit kecil, tapi tetap tak bergerak—seperti boneka yang patah.

Liana menutup mata, air panas mengalir deras di pipinya. Tapi saat dia membuka mata lagi—

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   18. Kenapa harus Adikku?

    “Ya, siapkan Emilia untuk misi ini," kata Antonio dengan suara datar, namun penuh wibawa, sebelum menutup teleponnya.Liana yang mendengar nama adiknya disebut langsung terdiam. Tubuhnya membeku di balik pintu, seolah dunia berhenti berputar. Sudah sejak kejadian dulu—ketika Emilia nekat mencoba menjual informasi internal Antonio pada musuhnya—nasib adiknya it

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   17. Bercinta di Atas Laut

    Pernikahan terjadi di sebuah kapel kecil, sunyi dan sederhana. Hanya beberapa orang kepercayaan Antonio yang hadir—Armano, Jio, dan beberapa pengawal setia yang berjaga di luar. Tidak ada hambatan, tidak ada protes. Hanya janji suci yang diucapkan di hadapan altar.Liana sendiri tampak bahagia, meski hatinya masih dipenuhi keraguan. Saat Antonio menyematkan cincin di jari manisnya, dia merasakan getaran aneh—seperti rantai yang akhirnya terkunci."Sekarang kita suami istri," bisik Antonio, suaranya rendah namun penuh arti. "Jadi jangan harap bisa kabur dariku."Liana hanya melotot jengkel. Di saat hari yang harusnya bahagia pun, pria ini masih sempat-sempatnya mengancam! Sebuah cubitan mendarat di lengan Antonio."Bagaimana aku bisa kabur dari kamu kalau setiap malam saja kamu selalu membuatku susah jalan?" jawabnya, suara berbisik penuh gemas.Antonio terkekeh, matanya berbinar licik. "Karena aku memang ingin kamu selalu puas, sayang," balasnya, tangan tak sengaja meraih pinggang Lian

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   16. Jadi Wanita Tercantik

    Ponselnya terlempar ke sofa, dan dengan langkah cepat, ia bergegas keluar dari ruang kerjanya. Para pengawal yang melihatnya hanya bisa menunduk, tahu betul ekspresi itu—Antonio sedang dilanda hasrat yang membara.Di penthouse, Liana sedang membaca buku ketika pintu tiba-tiba terbuka dengan kasar. Antonio masuk, matanya gelap."Antonio? Apa yang—"

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   15. Gara-Gara Emilia

    Emilia masih terduduk lemas di ranjangnya, tubuhnya pegal dan hanya terbungkus selimut tipis yang tak mampu menyembunyikan kelelahan dan rasa malu. Bau parfum murah dan keringat pria asing masih menempel di kulitnya. Baru saja ia menyelesaikan layanan terakhirnya malam ini, dan yang ia inginkan hanyalah tidur dan melupakan segalanya.Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka tanpa suara, dan Antonio muncul, berdiri dengan sikap santai namun tatapannya jelas membuat siapa saja takut, bersandar di bingkai pintu. Matanya yang gelap menyapu ruangan yang sempit dan kotor ini, seolah menghakimi setiap debu dan noda yang ada.

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   14. Strategi Gail

    "Karena Tuan Antonio terikat janji untuk menjaga seorang wanita, dan kelak dia akan menjadi istrinya—penerus darah keturunan Brams," jawab Armano, suaranya datar tapi mengandung arti yang dalam.Liana terdiam.Janji?Penerus darah keturunan?Istri?Pikirannya berputar kencang. "Mana mungkin aku kan?" ujarnya, tawa kecil yang gugup meluncur dari bibirnya. "Pertemuanku dengan dia dari hal yang tidak direncanakan."Armano tersenyum, tapi kali ini senyumnya tidak seperti biasanya—lebih hangat, lebih manusiawi. "Sayangnya, setelah beberapa waktu ini, Tuan Antonio mencari informasi tentang Anda. Andalah orangnya.""Hah?!" Liana nyaris menjatuhkan gelas di tangannya, matanya membelalak."Soal itu nanti anda tanyakan sendiri pada Tuan Antonio pulang," kata Armano, tiba-tiba berhati-hati. "Saya tidak punya hak untuk menjelaskannya."Dia menunjuk sekeliling ruangan dengan gerakan halus. "Dan lagi pula, tempat ini terpasang CCTV ya

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   13. Sisi Lain Antonio

    Akhirnya, mereka duduk bersama di meja makan kecil yang diterangi cahaya lilin. Steak yang sudah sedikit dingin ternyata tetap nikmat, kentang panggangnya renyah di luar namun lembut di dalam, dan sayuran segarnya memberikan sentuhan ringan di antara rasa gurih daging.Antonio memotong steak dengan pisau tajamnya, matanya sesekali mengangkat untuk menatap Liana. "Enak," pujinya singkat sebelum menyuap daging ke mulutnya.Liana tersenyum kecil, hatinya berbunga-bunga meski berusaha tak menunjukkan kesenangannya.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status