Home / Romansa / DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER / 4.Pilihan yang Serba Salah

Share

4.Pilihan yang Serba Salah

last update Last Updated: 2025-07-21 17:24:03

Pagi itu, Liana tiba di RS. St. Maria dengan langkah berat. Setiap gerakan masih terasa sakit, mengingatkannya pada malam yang seharusnya tidak pernah terjadi.

"Dokter Hart!"

Suara itu membuatnya tertegun. Dokter Lincard, dokter senior neurologi, berdiri di depan ruang pemeriksaan dengan alis berkerut. Matanya yang tajam mengamati Liana dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Kamu baik-baik saja?"

Liana mengangguk cepat, tangan gemetarnya menyelipkan rambut pirangnya ke belakang telinga—gerakan yang justru membuat Dokter Lincard semakin curiga.

"Aku baik-baik saja, Dok. Hanya... kurang tidur."

Dokter senior itu mengerutkan kening, tapi memilih tidak mengejar. "Ruangan satu sudah penuh. Pasien stroke post-op perlu evaluasi ulang. Kamu tangani?"

"Siap, Dok."

Sepanjang pagi, Liana menyibukkan diri dengan rutinitas yang ia hafal di luar kepala. Memeriksa refleks Pasien A. Mengevaluasi perkembangan motorik Pasien B. Menandatangani resep untuk Pasien C.

Tangan-tangan yang ia pegang hari ini terasa biasa saja. Tidak seperti tangan besar dengan cincin emas yang masih membekas dalam ingatannya.

Di ruang istirahat, ia mendengar para perawat berbisik:

"Katanya si Bos Valentino mau check-up hari ini?"

"Iya, tapi dibatalkan tiba-tiba. Ada urusan bisnis."

Liana meneguk kopinya terlalu cepat. Lidahnya terbakar, tapi itu lebih baik daripada memikirkan mengapa dadanya sesak mendengar kabar itu.

Dokter Lincard mendekat, meletakkan berkas di hadapannya. "Laporan EMG untuk pasien kita kemarin. Kamu yang analisa?"

"Ya, Dok."

Seharian berkutat dengan pasien-pasien neurologi membuat Liana merasa seluruh ototnya kaku. Ia memilih mampir ke kafe kecil di seberang rumah sakit, tempat yang biasa ia datangi untuk menghilangkan penat. Udara sore yang hangat dan aroma kopi yang kental sedikit membuatnya rileks.

Dia menguap lebar, menutup matanya sejenak—

"Kopi hitam tanpa gula. Tepat seperti kesukaanmu."

Suara itu.

Dalam.

Menggema.

Tak mungkin salah.

Liana membuka matanya dengan cepat—dan melotot.

Antonio Valentino duduk di hadapannya, sempurna dalam setelan jas abu-abu yang mahal, lengannya yang kekar bersandar di atas meja. Senyum kecil mengembang di bibirnya—seperti dia tahu betapa jantung Liana tiba-tiba berdetak kencang.

Liana tak salah prediksi, pria dihadapannya dikenal sebagai pemilik Valentino Grup, penguasa bisnis hotel dan club-club malam besar.

"T-Tuan... Anda salah meja?" suara Liana terdengar lebih tinggi dari biasanya.

Antonio menyilangkan kaki dengan tenang, matanya yang gelap menatapnya tanpa ragu.

"Tidak, Dokter Liana. Aku tidak salah meja."

Liana menelan ludah. Dia tahu namanya. Dia tahu tempat kerjanya. Dia bahkan tahu bagaimana dia memesan kopi.

Ini bukan kebetulan.

"Apa yang Anda inginkan?" Liana berusaha keras agar suaranya tidak gemetar.

Antonio mengangkat cangkir kopinya sendiri, menyeruput perlahan sebelum menjawab.

"Kau meninggalkan hadiahku di kamar hotel."

Liana menggigit bibir bawahnya. Liontin berlian itu.

"Saya tidak butuh hadiah dari orang asing."

Antonio tertawa pendek, suaranya seperti petir yang menggema di tulang dada Liana.

"Kita bukan lagi orang asing, Dokter. Tidak setelah apa yang terjadi."

Liana merasakan panas menjalar dari leher ke pipinya. Ingatan tentang malam itu—tangan Antonio di tubuhnya, desahannya di telinganya—kembali dengan jelas.

"Saya tidak ingat apa-apa," bohongnya.

Tapi Antonio hanya menyipitkan mata, seperti bisa melihat langsung melalui kebohongannya.

"Oh? Kalau begitu..." Dia tiba-tiba membungkuk ke depan, mendekatkan wajahnya hanya beberapa inci dari Liana.

"Mungkin aku harus mengingatkannya padamu."

Liana menarik napas tajam. Dia bisa mencium aroma kayu dan tembakau yang melekat pada Antonio—bau yang sama dari semalam.

"Anda gila," bisiknya.

Antonio tersenyum—senyum yang sama sekali tidak mengandung kegembiraan.

"Tunggu sampai kau benar-benar melihat kegilaanku, Dokter Hart."

"Apa maumu?" Liana mempertanyakan dengan suara rendah, jari-jarinya mencengkeram cangkir kopi hingga buku-buku putihnya terlihat.

Antonio tak bergeming. "Jadilah wanitaku."

Liana terhenyak. "Enak saja!" Napasnya tersengal, suaranya naik setengah oktaf. "Aku dokter! Aku bukan wanita malam yang bisa kau pesan untuk menemani malam-malammu!"

Antorio menyeringai, matanya yang gelap menangkap setiap perubahan ekspresi di wajah Liana.

"Kamu memang bukan wanita malam," ujarnya perlahan, "Hanya saja semalam, kamu malah mengiraku sebagai gigolo bayaranmu."

Wajah Liana langsung memerah. Ingatan samar itu kembali—dirinya yang mabuk, menggumamkan sesuatu tentang "membayar untuk pelayanan terbaik" sambil meraba-raba dompetnya.

"Aku—itu—"

"Kamu tetap seorang dokter," Antonio memotong, suaranya tiba-tiba serius. "Dan aku menghormati itu. Makanya aku minta kamu jadi wanitaku—satu-satunya."

Liana menggeleng, bingung antara merasa terhina atau terpana oleh keteguhan di mata Antonio.

"Ini bukan abad pertengahan. Wanita tidak bisa begitu saja dimiliki!"

Antonio tiba-tiba meraih pergelangan tangan Liana, sentuhannya panas dan solid.

"Bukan memiliki," bisiknya, "Tapi saling memiliki."

Dia mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya—sebuah kartu akses hitam dengan logo "V" berlapis emas.

"Ini untukmu. Akses tak terbatas ke seluruh propertiku. Rumah sakit mana pun yang ingin kau tuju untuk riset. Dana penelitian tanpa batas."

Liana menatap kartu itu, lidahnya terasa kering.

"Dan sebagai gantinya?" tanyanya waspada.

Antonio mendekatkan bibirnya ke telinga Liana, nafasnya hangat di kulitnya.

"Jadilah tempat satu-satunya di mana aku bisa merasa... hidup."

"Kalau aku menolak?" Liana memandang Antonio dengan tatapan menantang, meski jantungnya berdegup kencang.

Antonio tidak segera menjawab. Jarinya yang besar mengetuk-ngetuk meja kayu dengan ritme yang membuat Liana semakin tegang.

"Maka dengan terpaksa," ujarnya akhirnya, suaranya serak namun penuh keyakinan, "Kamu akan tinggalkan pasien-pasienmu. Dan kamu hanya akan memiliki satu pasien saja selamanya."

Dia menyipitkan mata, senyum tipis yang mengancam mengembang di bibirnya.

"Yaitu aku."

Liana menelan ludah. "Itu tidak lucu."

"Aku tidak bercanda, Dokter Hart." Antonio mengeluarkan ponselnya, menggeser layar, lalu memutarkan sebuah rekaman.

Suara Liana sendiri terdengar:

"Aku bayar berapa pun... Aku butuh pria yang bisa membuatku lupa semuanya malam ini..."

Wajah Liana memucat.

"Ini pemerasan," bisiknya.

Antonio mengangguk, tanpa sedikit pun rasa bersalah. "Ini jaminan. Aku tidak akan menyebarkan rekaman ini—asal kamu setuju menjadi dokternya. Dokter pribadiku."

Liana menatap sekeliling kafe, mencari jalan keluar yang tidak ada.

"Kenapa aku?" suaranya pecah. "Apa yang istimewa dariku?"

Antonio tiba-tiba menangkap dagu Liana, memaksanya menatap langsung ke matanya yang gelap.

"Karena hanya denganmu," bisiknya, "Aku bisa merasakan sakit. Dan untuk pria sepertiku, bisa merasakan sakit itu... sebuah kemewahan."

Antonio berdiri dengan gerakan halus, jasnya yang sempurna bahkan tidak sedikit pun berkerut. "Pikirkan baik-baik," ujarnya, suaranya seperti beludru yang menutupi baja.

Dia meletakkan kartu nama hitam berlogo emas di atas meja—nomor kontak dan alamat penthouse-nya tercetak sederhana tanpa embel-embel.

"Jika sudah memutuskan," Antonio menatap Liana dengan pandangan yang membuat nafasnya tersendat, "Tolong datanglah ke penthouse-ku."

Liana tidak menjawab. Jari-jarinya menggenggam erat serbet kertas sampai hancur.

Dengan anggukan terakhir, Antonio berbalik dan pergi. Langkahnya percaya diri, seolah sudah tahu apa yang akan Liana pilih.

Di luar kafe, mobil hitam mewah langsung membukakan pintu untuknya. Jio melirik ke arah Liana melalui jendela kafe, matanya penuh peringatan.

Dan Liana...

Liana tetap duduk.

Di hadapannya, kopinya sudah dingin. Seperti perasaannya yang membeku antara marah dan sesuatu yang lebih berbahaya—penasaran.

Kartu nama itu berkilau di bawah lampu kafe, seperti ular yang menggoda.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   18. Kenapa harus Adikku?

    “Ya, siapkan Emilia untuk misi ini," kata Antonio dengan suara datar, namun penuh wibawa, sebelum menutup teleponnya.Liana yang mendengar nama adiknya disebut langsung terdiam. Tubuhnya membeku di balik pintu, seolah dunia berhenti berputar. Sudah sejak kejadian dulu—ketika Emilia nekat mencoba menjual informasi internal Antonio pada musuhnya—nasib adiknya it

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   17. Bercinta di Atas Laut

    Pernikahan terjadi di sebuah kapel kecil, sunyi dan sederhana. Hanya beberapa orang kepercayaan Antonio yang hadir—Armano, Jio, dan beberapa pengawal setia yang berjaga di luar. Tidak ada hambatan, tidak ada protes. Hanya janji suci yang diucapkan di hadapan altar.Liana sendiri tampak bahagia, meski hatinya masih dipenuhi keraguan. Saat Antonio menyematkan cincin di jari manisnya, dia merasakan getaran aneh—seperti rantai yang akhirnya terkunci."Sekarang kita suami istri," bisik Antonio, suaranya rendah namun penuh arti. "Jadi jangan harap bisa kabur dariku."Liana hanya melotot jengkel. Di saat hari yang harusnya bahagia pun, pria ini masih sempat-sempatnya mengancam! Sebuah cubitan mendarat di lengan Antonio."Bagaimana aku bisa kabur dari kamu kalau setiap malam saja kamu selalu membuatku susah jalan?" jawabnya, suara berbisik penuh gemas.Antonio terkekeh, matanya berbinar licik. "Karena aku memang ingin kamu selalu puas, sayang," balasnya, tangan tak sengaja meraih pinggang Lian

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   16. Jadi Wanita Tercantik

    Ponselnya terlempar ke sofa, dan dengan langkah cepat, ia bergegas keluar dari ruang kerjanya. Para pengawal yang melihatnya hanya bisa menunduk, tahu betul ekspresi itu—Antonio sedang dilanda hasrat yang membara.Di penthouse, Liana sedang membaca buku ketika pintu tiba-tiba terbuka dengan kasar. Antonio masuk, matanya gelap."Antonio? Apa yang—"

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   15. Gara-Gara Emilia

    Emilia masih terduduk lemas di ranjangnya, tubuhnya pegal dan hanya terbungkus selimut tipis yang tak mampu menyembunyikan kelelahan dan rasa malu. Bau parfum murah dan keringat pria asing masih menempel di kulitnya. Baru saja ia menyelesaikan layanan terakhirnya malam ini, dan yang ia inginkan hanyalah tidur dan melupakan segalanya.Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka tanpa suara, dan Antonio muncul, berdiri dengan sikap santai namun tatapannya jelas membuat siapa saja takut, bersandar di bingkai pintu. Matanya yang gelap menyapu ruangan yang sempit dan kotor ini, seolah menghakimi setiap debu dan noda yang ada.

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   14. Strategi Gail

    "Karena Tuan Antonio terikat janji untuk menjaga seorang wanita, dan kelak dia akan menjadi istrinya—penerus darah keturunan Brams," jawab Armano, suaranya datar tapi mengandung arti yang dalam.Liana terdiam.Janji?Penerus darah keturunan?Istri?Pikirannya berputar kencang. "Mana mungkin aku kan?" ujarnya, tawa kecil yang gugup meluncur dari bibirnya. "Pertemuanku dengan dia dari hal yang tidak direncanakan."Armano tersenyum, tapi kali ini senyumnya tidak seperti biasanya—lebih hangat, lebih manusiawi. "Sayangnya, setelah beberapa waktu ini, Tuan Antonio mencari informasi tentang Anda. Andalah orangnya.""Hah?!" Liana nyaris menjatuhkan gelas di tangannya, matanya membelalak."Soal itu nanti anda tanyakan sendiri pada Tuan Antonio pulang," kata Armano, tiba-tiba berhati-hati. "Saya tidak punya hak untuk menjelaskannya."Dia menunjuk sekeliling ruangan dengan gerakan halus. "Dan lagi pula, tempat ini terpasang CCTV ya

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   13. Sisi Lain Antonio

    Akhirnya, mereka duduk bersama di meja makan kecil yang diterangi cahaya lilin. Steak yang sudah sedikit dingin ternyata tetap nikmat, kentang panggangnya renyah di luar namun lembut di dalam, dan sayuran segarnya memberikan sentuhan ringan di antara rasa gurih daging.Antonio memotong steak dengan pisau tajamnya, matanya sesekali mengangkat untuk menatap Liana. "Enak," pujinya singkat sebelum menyuap daging ke mulutnya.Liana tersenyum kecil, hatinya berbunga-bunga meski berusaha tak menunjukkan kesenangannya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status