Home / Romansa / DOKTER SETAN / Angin Malam

Share

Angin Malam

Author: Reez
last update Last Updated: 2025-06-02 15:26:00

"Aku rasa dia menunjuk kita," bisik Intan tanpa menoleh.

Aku menahan napas. Suara angin malam menyusup di antara dedaunan, memecah keheningan di depan rumah Dr. Nurdin. Sosok itu masih berdiri di ujung jalan tanah, tidak bergeming, seolah menjadi bagian dari kegelapan itu sendiri. Tiga pasang mata menyala redup—bukan terang, bukan pula pantulan. Cahaya mereka seperti hidup dari dalam.

Aku tak menjawab. Kakiku berat, seolah tanah menahan langkahku sendiri. Tapi aku tahu kami tidak bisa berdiam lebih lama.

"Ayo," kataku pelan. "Kita dekati."

Kami berjalan perlahan, menyusuri jalan tanah sempit dengan pepohonan di sisi kanan dan pagar bambu reyot di sisi kiri. Setiap langkah terasa seperti menyusup ke sesuatu yang tak seharusnya disentuh. Intan menggenggam lenganku, dingin, namun menggigil bukan karena udara.

Saat kami sudah separuh jalan, sosok itu masih diam. Tak ada tanda gerak, bahkan tak tampak napas. Tapi semakin dekat kami melangkah, semakin asing dunia di sekitar kami terasa—udar
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • DOKTER SETAN   Ruang Ganti yang Tidak Pernah Ada

    "Radit... kamu dengar aku?"Suara itu seakan berasal dari dalam dinding. Bukan suara Intan. Lebih rendah, seperti berasal dari perut bumi. Aku berdiri kaku, dikelilingi gelap yang tidak biasa. Ini bukan gelap karena lampu padam. Ini gelap yang terasa hidup. Menggerogoti. Menyentuh kulit dan menekan napas.Tanganku meraba kantong, mencari senter kecil yang biasa kugunakan di IGD. Jemariku gemetar saat menemukannya. Begitu cahaya mungil itu menyala, lorong rumah sakit tampak seperti dunia lain. Cat dinding memudar. Jejak tapak kaki kering tampak samar menuju ruang ganti staf.Aku belum pernah masuk ke ruang itu. Selalu terkunci. Tapi malam ini, pintunya setengah terbuka. Seolah menantang."Jangan masuk..."Aku membalik cepat. Tak ada siapa pun. Tapi bisikan itu jelas. Terlalu nyata.Langkahku mendekat ke pintu ruang ganti. Setiap meter yang kulalui membuat udara semakin berat. Seolah oksigen menolak mengalir ke paru-paru. Dan bau... seperti daging yang lama dikunci dalam lemari besi. An

  • DOKTER SETAN   Klinik Kosong

    “Apa maksudmu, Tan?” suaraku bergetar, nyaris tak keluar.Langkahku tertahan di ambang lorong menuju kamar belakang. Lampu di ruang tamu tetap mati, hanya sinar dari jalan yang samar menembus sela tirai. Hujan masih jatuh seperti derai detak jantungku yang tak menentu.“Radit... suara itu... dia membisikkan namamu,” suara Intan terdengar tercekik, terjebak antara ketakutan dan kebingungan.Aku menarik napas panjang. Selama ini aku sudah terbiasa mendengar keluhan pasien, bahkan teriakan panik di ruang gawat darurat. Tapi ini lain. Suara Intan bukan sekadar takut—ia terdengar seperti... terjebak dalam sesuatu yang tak bisa dijelaskan.Aku melangkah pelan. Lantai kayu berderit di bawah telapak kakiku yang basah. Setiap langkah mengusir keheningan, tapi hanya sedikit. Tanganku meraba dinding, mencari sakelar. Saat lampu menyala, lorong itu tetap sepi, tapi hawa dingin terasa menusuk hingga ke tulang.“Intan?” Aku berdiri di depan pintu kamar belakang. Gagangnya dingin, seperti baru kelua

  • DOKTER SETAN   Rumah Misterius

    “Aku rasa rumahnya tidak terkunci.”Intan menunjuk ke jendela kayu samping yang terbuka sedikit. Kami berdiri di luar pagar rumah Dr. Nurdin—tempat yang seharusnya kosong sejak kami menemukan catatan terakhirnya dua hari lalu. Namun saat aku melangkah lebih dekat, aku merasa seolah rumah itu sedang... menunggu kami.Langkahku pelan saat membuka pagar yang berderit. Angin sore menyapu pelan pekarangan, membawa bau tanah lembap dan kayu tua. Ketika kami memasuki ruang tamu, suasananya tetap sama—rak buku berdebu, kursi rotan tua, dan lampu gantung yang tak menyala.Namun ada satu perbedaan.Di atas meja, ada kotak kayu kecil, diletakkan rapi di atas secarik kain putih. Seolah baru saja ditaruh oleh tangan seseorang yang tahu kami akan datang.“Kau melihat ini sebelumnya?” bisik Intan.Aku menggeleng. Tanganku terulur perlahan, menyentuh permukaan kotak. Ada ukiran samar di tutupnya—simbol tiga mata yang kini begitu familiar, namun dalam versi yang lebih tua dan lebih kasar.Aku membuka

  • DOKTER SETAN   Kulit yang Bergerak

    “Radit… kulitmu. Itu… bergerak.”Suara Intan terdengar pelan, tapi nadanya jelas menahan ketakutan. Aku menoleh, matanya menatap lenganku dengan ekspresi tak biasa. Tangannya mengarah ke bagian dalam lengan kiriku yang terangkat separuh karena baru saja kutarik dari balik selimut.Aku menunduk. Yang kulihat membuatku membeku.Ada bekas lebam samar berbentuk simbol yang nyaris identik dengan yang digambar Ragil—tiga mata tersusun vertikal, masing-masing dengan garis pusaran tipis di tengahnya. Namun yang membuatku menggigil… simbol itu bergerak. Perlahan. Seperti tinta basah yang ditarik di balik kulit.Aku mencoba menyentuhnya. Kulitku panas. Bukan demam. Bukan luka. Tapi seperti ada sesuatu yang hidup di bawah permukaan daging, menggeliat dengan ritme yang tidak manusiawi.“Aku rasa ini muncul tadi pagi,” gumamku. “Tapi aku baru benar-benar menyadarinya sekarang.”Intan mendekat, meraih lengan itu. Jemarinya menyentuh dengan ragu. “Ini bukan hanya lebam. Ini… seperti diukir dari dala

  • DOKTER SETAN   Angin Malam

    "Aku rasa dia menunjuk kita," bisik Intan tanpa menoleh.Aku menahan napas. Suara angin malam menyusup di antara dedaunan, memecah keheningan di depan rumah Dr. Nurdin. Sosok itu masih berdiri di ujung jalan tanah, tidak bergeming, seolah menjadi bagian dari kegelapan itu sendiri. Tiga pasang mata menyala redup—bukan terang, bukan pula pantulan. Cahaya mereka seperti hidup dari dalam.Aku tak menjawab. Kakiku berat, seolah tanah menahan langkahku sendiri. Tapi aku tahu kami tidak bisa berdiam lebih lama."Ayo," kataku pelan. "Kita dekati."Kami berjalan perlahan, menyusuri jalan tanah sempit dengan pepohonan di sisi kanan dan pagar bambu reyot di sisi kiri. Setiap langkah terasa seperti menyusup ke sesuatu yang tak seharusnya disentuh. Intan menggenggam lenganku, dingin, namun menggigil bukan karena udara.Saat kami sudah separuh jalan, sosok itu masih diam. Tak ada tanda gerak, bahkan tak tampak napas. Tapi semakin dekat kami melangkah, semakin asing dunia di sekitar kami terasa—udar

  • DOKTER SETAN   Sosok Misterius

    “Kau lihat juga, kan?” bisik Intan, nyaris tanpa suara.Aku tak menjawab. Tubuhku sudah setengah beku di ambang pintu kamar Ragil, menatap ke ujung lorong yang gelap. Sosok itu masih berdiri di sana—tinggi, kurus, tak bergerak. Bayangannya menjalar panjang ke lantai, menyatu dengan dinding seperti kabut kental. Tiga pasang mata bercahaya samar, tapi tak menyilaukan. Mereka diam, menunggu. Menilai.Langkah kecil terdengar dari arah dalam kamar. Ragil berdiri, merapat ke belakangku. Nafasnya tercekat.“Itu... yang ada di mimpiku,” katanya. “Tapi dia tak pernah muncul di dunia nyata.”Sosok di ujung lorong tak menunjukkan niat mendekat, tapi atmosfer sekitarnya berubah drastis. Suhu ruangan turun. Kulit lenganku merinding, bukan karena takut—melainkan karena tubuh ini tahu, secara naluriah, bahwa yang berdiri di sana bukan manusia. Dan apa pun bentuknya, ia tidak tunduk pada hukum dunia ini.“Masuk,” bisikku pada Intan dan Ragil. “Kunci pintunya.”Kami bertiga mundur pelan, lalu Intan me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status