Share

RALINE SAKIT

last update Last Updated: 2025-06-08 19:35:53

“Ini cukup untuk memutarbalikkan kenyataan,” gumamnya sambil tersenyum sinis.

Tak lama, ponselnya berdering. Tampak Leonardo sedang menghubunginya.

“Sudah siap untuk konferensi pers?” tanya suara di seberang.

Raline mengangguk, meski ia tahu Leonardo tak melihat itu. “Setelah ini, Nadine akan terlihat seperti wanita yang menjebak dua pria demi harta. Kita hanya perlu satu ledakan terakhir.”

Leonardo tertawa pelan. “Dan saat ledakan itu terjadi, tak ada yang bisa menyelamatkannya. Apalagi ketika polisi menemukan ‘barang bukti’ di tempatnya.”

**

Sejak Rayhan merasa keselamatan Nadine dan Arsa terancam, ia mengajak mereka pindah ke rumah mewahnya. Keamanan mereka lebih terjamin di rumah pribadi dengan pengawasan ekstra.

Nadine baru akan menyusui Arsa, ketika terdengar suara mobil berhenti di luar pagar. Interkom dari pos jaga menghubunginya.

"Ada kurir mencari Anda, Nyonya."

Nadine segera menatap layar pengawas. Seorang kurir berdiri di depan gerbang.

"Amati dia! Benar kurir atau bukan? Sekiranya aman, terima saja."

“Dia mau serahkan dokumen langsung ke Anda.”

"Suruh dia bicara lewat interkom!"

"Baik, Nyonya."

Tak lama kemudian, suara seorang pria terdengar berat dan buru-buru.

"Halo, Nyonya Nadine. Saya mau serahkan dokumen rahasia langsung ke Anda."

"Serahkan saja ke sekuriti!"

"Maaf, gak bisa, Nyonya. Ada pesan khusus untuk Anda."

"Oke. Ngomong saja!"

“Tolong jangan percaya siapa pun. Bahkan orang yang paling dekat dengan Anda. Ada penyadap di rumah ini. Mohon Anda berhati-hati!"

"Oke. Terima kasih atas informasinya."

"Dokumen saya serahkan ke sekuriti. Permisi."

Tak berapa lama, salah seorang sekuriti mendatangi Nadine di beranda. Ia menyerahkan sebuah amplop cokelat bersegel. Setelah sekuriti kembali ke pos jaga, Nadine membuka amplop—berisi dua foto yang mengejutkan.

Satu foto Leonardo sedang berbincang dengan kepala NICU rumah sakit. Satu lagi, sketsa ruangan bawah tanah tempat Raline dan Leonardo bertemu.

Nadine terduduk lemas, tetapi matanya menyala. Ia menatap langit dan berkata pelan, “Selalu saja ada orang baik."

---

Di Kantor Pusat Media

Hari yang ditentukan pun tiba. Raline dan Leonardo duduk di meja konferensi pers. Di depan mereka, kamera live siap menyiarkan 'pengakuan' mereka ke publik.

Raline membuka mapnya, lalu mulai membaca.

“Hari ini saya ingin menyampaikan sebuah kenyataan pahit. Nadine bukanlah wanita seperti yang dikenal publik. Ia memalsukan data kehamilan, memanipulasi data rumah sakit, dan merusak hubungan keluarga kami. Bukti-buktinya ada di tangan saya.”

Seketika ruangan gaduh. Wartawan menyorot berbagai ekspresi, sebagian mulai menyadari ini terlalu rapi untuk menjadi spontan.

Namun tiba-tiba, salah satu layar LED besar di ruangan itu menyala sendiri. Muncul wajah Rayhan. Siaran langsung dari ruangan berbeda.

“Maaf mengganggu acara kalian. Tapi saya punya versi yang sedikit berbeda,” katanya datar.

Kemudian, ia menayangkan rekaman suara Raline dan Leonardo di ruang bawah tanah, lengkap dengan timestamp, data GPS, dan log panggilan mereka.

Wajah Raline seketika pucat. Leonardo berdiri, berusaha menghentikan siaran. Akan tetapi dua aparat keamanan bersenjata sudah berdiri di belakangnya.

“Permainan kalian selesai,” ujar Rayhan dingin. “Bukti kalian adalah hasil rekayasa. Dan kalian akan menjawabnya di hadapan hukum.”

---

Leonardo buru-buru menarik tangan Raline. Mereka berlari menuju jalan rahasia. Saat mereka keluar dari pintu, telah disambut oleh kendaraan khusus dengan kaca gelap. Mobil melaju kencang ke arah bandara.

Dalam kendaraan roda empat itu, Raline tersenyum.

“Aku kalah kali ini. Tapi kalian lupa, aku punya seribu cara untuk hancurkan Nadine.”

Ia menatap ke arah layar ponsel yang terpampang rekaman CCTV. Tampak Nadine sedang mengajak bermain Arsa di ruang tengah, bersama seorang baby sitter.

***

Di dalam mobil yang melaju menuju bandara, Leonardo tampak gelisah, berbeda dengan Raline yang masih menyunggingkan senyum sinis.

“Kau gila,” geram Leonardo. “Kita nyaris tertangkap. Kau dengar sendiri, Rayhan punya semua rekaman kita!”

Raline menoleh lambat, matanya tajam seperti belati. “Rayhan cuma satu kepala dari ular ini. Yang lain belum muncul ke permukaan.”

Ia mengangkat ponselnya, lalu membuka sebuah aplikasi dengan ikon tersembunyi. Di layar, muncul akses remote ke sistem rumah Rayhan.

“Lima menit lagi,” bisik Raline. “Dan akan ada kejutan kecil untuk Nadine.”

---

Di Rumah Rayhan

Nadine masih bermain bersama Arsa ketika terdengar suara ketukan cepat dari dalam rumah.

Baby sitter berlari kecil, mengecek ke arah sumber suara dari lorong. “Bu Nadine, ada yang mengetuk dari dalam gudang bawah. Tapi tadi semua kuncinya sudah dikunci.”

Nadine berdiri dengan cepat. “Gudang bawah?”

Ia menyuruh baby sitter membawa Arsa ke kamar atas, lalu mengaktifkan tombol keamanan di dinding ruang tengah. Kamera tersembunyi di seluruh rumah aktif menampilkan area strategis.

Namun sebelum ia sempat menganalisis, layar utama berkedip. System rebooting … Unauthorized access detected.

Nadine tertegun. “Ada yang masuk sistem.”

Dalam sekejap, lampu rumah padam.

---

Sementara itu dalam mobil tak jauh dari kediaman Rayhan

Raline melihat notifikasi: Access successful. Disarming system in 10 … 9 ... 8 ...

Namun sebelum hitungan mencapai nol, layar ponselnya membeku. Sinyal terputus.

Leonardo mengernyit. “Apa yang terjadi?”

Raline menggeram. “Seseorang memutus koneksi satelit.”

---

Di Rumah Rayhan – Gudang Bawah

Rayhan datang bersama timnya dari kepolisian siber. Mereka bergerak cepat memasuki rumah setelah mendeteksi anomali sinyal masuk dari server eksternal.

Rayhan masuk ke gudang bawah. Di sudut ruangan, ia menemukan router pengalihan sinyal yang dipasang sangat rapi—milik seseorang yang sangat mengenal struktur rumah itu.

Ia berbalik pada teknisinya. “Lacak jejak IP terakhir sebelum akses terputus.”

Tak lama, salah satu dari mereka mengangkat tangan. “Kami menemukan pemilik jaringan penyusup. Tapi, Pak Rayhan … nama ini akan membuat Anda terkejut.”

Ia menyerahkan tablet itu. Pada layar tertera:

Pemilik jaringan: Amira Soerjono

IP lokasi awal: Surabaya

Status: Meninggal – 5 tahun lalu

Rayhan terpaku. “Mustahil … Amira sudah mati dalam kebakaran rumah keluarga Nadine.”

---

Di Tempat Rahasia

Raline menatap Leonardo tajam. “Kau tahu siapa Amira?”

Leonardo menghela napas. “Tentu. Dia saudara tiri Nadine. Yang harusnya ikut mewarisi kekayaan keluarga kalau tidak ... terbakar.”

Raline tersenyum dingin. “Tapi bagaimana jika dia tidak mati?”

Leonardo menatap Raline dengan curiga. “Kau tahu sesuatu yang tidak kuketahui?”

Raline hanya berkata pelan, “Permainan ini belum selesai. Karena ternyata, lawan kita bukan cuma Nadine. Ada seseorang yang juga ingin membalas dendam kepada keluarga Nadine sendiri.”

Ia mengetik cepat di ponselnya, mengirim satu pesan. [Aktifkan Protokol Kode A13. Target berubah. Fokus pada Amira.]

Pesan balasan pun langsung ia terima. [Oke. Kami siap amankan target.]

Raline tersenyum lebar. Sebuah kemenangan akan segera dalam genggaman tangan. Itu bisa ia pastikan sebagai pencapaian tertingginya dalam bersaing dengan Nadine.

"Aku tak pernah rela jadi yang kedua!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    TITIK TERANG

    Beberapa Jam Kemudian – Di Gudang KosongUdara di dalam gudang tua itu terasa lembap dan dingin. Bau besi karat, oli, dan debu memenuhi hidung. Di tengah ruangan, Nadine duduk di kursi besi, tangannya terikat di belakang. Di depannya ada seorang wanita berambut pirang dan berkacamata hitam. Ia bukan orang asing.Raline.“Apa kabar, Nadine?” tanya Raline dengan senyum sinis. “Kamu terlalu banyak berharap dari posisi yang hanya bersifat kontrak. Kamu pikir kamu siapa? Hanya pendonor. Hanya proyek sosial.”“Proyek?” Suara Nadine serak.“Iya, dong! Emang kamu, kasih ASI gratisan? Selama ini Rayhan membayar mahal setiap tetes susu yang dinikmati anaknya, di luar biaya pelunasan pengobatan kamu.” “Kau ?! Manusia macam apa kamu …?”Raline mendekat, menepuk pipinya pelan. “Aku wanita yang tahu apa yang pantas dimiliki. Dan kamu ... sayangnya bukan bagian dari dunia kami.”Kemudian Raline menyodorkan sebuah laptop. Pada layar tertera aplikasi email.“Buat surat pengunduran diri! Ketik dan kir

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    KECURIGAAN RAYHAN

    Rayhan mengatupkan rahangnya. Ia menutup laptop dengan kasar, lalu bangkit berdiri."Ke mana kamu pergi, Nadine?” gumamnya penuh frustrasi.Ia berjalan mondar-mandir di ruang kerja seperti orang panik. Tak ada satu pun pesan Nadine masuk ke ponselnya. Ia mencoba menelepon, tetapi nadanya langsung tidak aktif. Bahkan kontak WhatsApp-nya pun hilang—diblokir.“Pak?” Suara Santi, sekretaris pribadi Rayhan, muncul dari balik pintu. “Semua barang Bu Nadine sudah benar-benar diambil. Rumah dinas juga sudah dikembalikan kuncinya pagi tadi.”Rayhan hanya mengangguk pelan. Ia tak sanggup menjawab.Ketika Santi keluar, Rayhan berjalan menuju kamar bayi. Arsa sedang tertidur lelap di dalam boksnya. Pria itu duduk di kursi goyang di samping anak itu, memandangi wajah mungil yang tak tahu apa-apa.“Maafin Papa, Nak,” bisiknya lirih. “Mama Nadine sudah pergi.”Tangannya mengusap lembut kepala Arsa yang penuh rambut halus. Ingatannya kembali ke malam terakhir, ke aroma tubuh Nadine, ke bisikan-bisika

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    HABISKAN MALAM

    Sebelum pintu kamar tertutup rapat, Nadine yang baru datang, buru-buru masuk. Rayhan tersenyum melihat kehadirannya. Ia menarik tangan wanita itu dengan kasar. Gerakan spontan itu membuat tubuh mereka bersamaan terempas ke atas ranjang empuk hotel bintang lima ini.Nadine meringis sejenak, bukan karena sakit semata, tetapi karena kejutan atas betapa buasnya sisi Rayhan yang baru saja dilihatnya.“Enggak bisakah kau sedikit lebih lembut?” bisik Nadine, setengah protes. Sisi kelakian Rayhan semakin tertantang karenanya.Rahyan tak menjawab. Tatapannya yang gelap penuh nafsu seakan-akan menelan semua protes dari Nadine. Tubuh Nadine dibalik dengan mudah, seolah-olah wanita itu tak lebih dari boneka di tangannya. Helaan napas Nadine tercekat ketika Rayhan membuka pahanya, memperjelas jarak di antara mereka yang semakin menguap—tak ada lagi ruang bagi logika, hanya letupan yang semakin membakar.Rayhan membungkuk, mencengkeram pinggang Nadine dengan kuat. Mata pria itu menatap wanitanya da

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    SAAT BERSAMA

    Sore itu, setelah memastikan baby sitter pergi, Nadine berdiri di balik jendela sambil menatap wanita yang masih mondar-mandir di gerbang paviliun. Meski penampilannya lebih glamor dari terakhir kali mereka bertemu, Nadine sangat mengenali wanita itu—Raline.Matanya membulat penuh emosi. Wajah yang sama yang pernah merenggut suaminya, yang bahkan berkonspirasi dalam kematian Elio. Nadine menutup tirai perlahan, berusaha mengatur napas yang mulai memburu.Ponselnya bergetar. Panggilan dari Rayhan.“Sayang, aku baru selesai rapat. Mau kutemani pemeriksaan Arsa di rumah sakit?” tanya Rayhan.Nadine menjawab dengan nada datar, “Nggak usah, Arsa lagi tidur. Aku ada hal penting yang harus kubereskan di rumah. Nanti aku kabari.”“Ada masalah?” Rayhan bertanya pelan, tanggap pada nada Nadine.“Belum tentu … tapi kemungkinan iya.”Selesai menutup telepon, Nadine langsung menghubungi security paviliun.“Pak, minta tolong. Jangan sampai perempuan di depan gerbang itu masuk! Saya tidak izinkan di

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    RALINE SAKIT

    “Ini cukup untuk memutarbalikkan kenyataan,” gumamnya sambil tersenyum sinis.Tak lama, ponselnya berdering. Tampak Leonardo sedang menghubunginya.“Sudah siap untuk konferensi pers?” tanya suara di seberang.Raline mengangguk, meski ia tahu Leonardo tak melihat itu. “Setelah ini, Nadine akan terlihat seperti wanita yang menjebak dua pria demi harta. Kita hanya perlu satu ledakan terakhir.” Leonardo tertawa pelan. “Dan saat ledakan itu terjadi, tak ada yang bisa menyelamatkannya. Apalagi ketika polisi menemukan ‘barang bukti’ di tempatnya.” **Sejak Rayhan merasa keselamatan Nadine dan Arsa terancam, ia mengajak mereka pindah ke rumah mewahnya. Keamanan mereka lebih terjamin di rumah pribadi dengan pengawasan ekstra.Nadine baru akan menyusui Arsa, ketika terdengar suara mobil berhenti di luar pagar. Interkom dari pos jaga menghubunginya."Ada kurir mencari Anda, Nyonya."Nadine segera menatap layar pengawas. Seorang kurir berdiri di depan gerbang."Amati dia! Benar kurir atau bukan

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    KELUARGA TOXIC

    Rayhan menerima kiriman email dari pengirim anonim. Kali ini, bukan dokumen medis—melainkan sebuah rekaman CCTV buram, dari lorong hotel di malam yang sama yang diceritakan Nadine.Dalam rekaman itu, terlihat Arvan yang setengah mabuk berjalan sempoyongan ke sebuah kamar hotel. Tak lama, seorang wanita muncul—bergaun gelap, membawa gelas minuman. Wajahnya hanya terlihat sebagian, tetapi Rayhan mengenali gaya berjalan dan siluet rambutnya, Raline.Ia menonton video itu dengan pandangan tajam. Kemudian di video kedua, yang membuat kedua matanya hampir terlepas, tampak seorang wanita dengan penampilan berantakan keluar dari kamar yang dimasuki oleh Arvan semalam.Detik demi detik terasa menusuk hati Rayhan. Tidak hanya karena kemungkinan jebakan itu nyata—tetapi juga karena bagaimana kehidupan Nadine telah dihancurkan oleh orang yang mengaku “keluarga”.***Beberapa Hari KemudianDi ruang kerjanya, Rayhan menatap layar komputer dengan tatapan kosong. Video dari email anonim itu terus ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status